Sukses

Terpidana Mati Kasus Narkoba Mary Jane Bersiap Pulang ke Filipina

Terpidana mati kasus penyelundupan narkoba, Mary Jane Veloso telah dipindahkan dari Yogyakarta ke Lapas Perempuan Kelas IIA Jakarta pada Minggu, 15 Desember 2024 malam.

Liputan6.com, Jakarta - Terpidana mati kasus penyelundupan narkoba, Mary Jane Veloso telah dipindahkan dari Yogyakarta ke Lapas Perempuan Kelas IIA Jakarta pada Minggu, 15 Desember 2024 malam. Pemerintah Indonesia pun tengah mempersiapkan kepulangannya ke Filipina.

“Mary Jane akan diterbangkan ke Filipina dalam beberapa hari ke depan,” tutur Deputi Koordinator Imigrasi dan Pemasyarakatan Kemenko Kumham Imipas, I Nyoman Gede Surya Mataram kepada wartawan, Senin (16/12/2024).

Nyoman mengulas proses penindahan Mary Jane, mulai dari petugas penjemput yang tiba di Lapas Perempuan Kelas IIB Yogyakarta sekitar pukul 22.30 WIB. Kemudian, dilakukan pengecekan administrasi dan serah terima berkas terpidana disaksikan oleh Wakajati DIY.

Selanjutnya memasuki pukul 22.50 WIB, Mary Jane dan barang bawaan dibawa masuk ke dalam mobil Tim Satopspatnal Ditjen PAS, dan tepat 23.00 WIB, mereka berangkat menuju Lapas Perempuan Kelas IIA Jakarta diikuti dengan satu mobil Kejaksaan Gunung Kidul.

“Kegiatan penjemputan narapidana Mary Jane Veloso berjalan dengan aman dan kondusif,” jelas dia.

Adapun pemindahan terpidana Mary Jane Veloso merupakan tindak lanjut dari penandatanganan Practical Arrangement atau Pengaturan Praktis, antara pemerintah Indonesia yang diwakili oleh Menteri Koordinator Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra, dengan Wakil Menteri Kehakiman Filipina Raul T Vasquez di Kantor Kemenko Kumham Imipias, Jakarta, pada Jumat 6 Desember 2024 lalu.

Mary Jane sendiri ditangkap di Bandara Adisutjipto Yogyakarta pada April 2010 karena kedapatan membawa 2,6 kilogram heroin. Pada Oktober 2010, dia divonis hukuman mati oleh Pengadilan Negeri (PN) Sleman.

2 dari 3 halaman

Menko Yusril: Indonesia Tak Bebaskan Mary Jane, tapi Dipindahkan ke Filipina

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra mengaku, Pemerintah Indonesia telah menerima permohonan resmi dari Pemerintah Filipina terkait pemindahan terpidana mati kasus penyelundupan narkotika Mary Jane Veloso. Menurut dia, proses pemindahan dapat dilakukan jika syarat-syarat yang ditetapkan Pemerintah Indonesia dipenuhi.

Yusril menegaskan, Pemerintah Indonesia tidak pernah menyatakan terpidana mati Mary Jane dibebaskan, namun mengembalikannya ke negara asal melalui kebijakan pemindahan narapidana atau "transfer of prisoner". Penegasan itu disampaikan guna menjawab pernyataan Presiden Filipina Ferdinand R. Marcos Jr dalam keterangan pers.

"Tidak ada kata bebas dalam statement Presiden Marcos itu. ‘bring her back to the Philippines' artinya membawa dia kembali ke Filipina," kata Yusril melalui keterangan pers tertulis kepada media di Jakarta, Rabu (20/11/2024).

Yusril menyebut, sejumlah syarat yang harus dipenuhi oleh negara yang mengajukan permohonan pemindahan narapidana atau transfer of prisoner. Pertama adalah, mengakui dan menghormati putusan final pengadilan Indonesia dalam menghukum warga negaranya yang terbukti melakukan tindak pidana di wilayah negara Indonesia.

3 dari 3 halaman

Jalani Masa Hukuman

Kedua, lanjut Yusril, napi tersebut dikembalikan ke negara asal untuk menjalani sisa hukuman di sana sesuai putusan pengadilan Indonesia. Ketiga, biaya pemindahan dan pengamanan selama perjalanan menjadi tanggungan negara yang bersangkutan.

"Bahwa setelah kembali ke negaranya dan menjalani hukuman di sana, kewenangan pembinaan terhadap napi tersebut beralih menjadi kewenangan negaranya," kata Yusril. 

Terkait pemberian keringanan hukuman berupa remisi, grasi dan sejenisnya, Menko Yusril mengatakan, hal itu menjadi kewenangan kepala negara asal tempat napi terkait.

"Dalam kasus Mary Jane, yang dijatuhi hukuman mati di Indonesia, mungkin saja Presiden Marcos akan memberikan grasi dan mengubah hukumannya menjadi hukuman seumur hidup, mengingat pidana mati telah dihapuskan dalam hukum pidana Filipina, maka langkah itu adalah kewenangan sepenuhnya dari Presiden Filipina," jelas Yusril.