Liputan6.com, Jakarta - Partai Demokrasi Indonesja Perjuangan (PDIP) secara resmi mengumumkan pemecatan, terhadap kadernya, Joko Widodo alias Jokowi. Pemecatan itu dilakukan setelah Pemilu dan Pilkada rampung digelar.
Pengamat Politik Arifki Chaniago menganalisis, alasan di balik pemecatan resmi Jokowi setelah pagelaran demokrasi tersebut. Menurutnya, Jokowi dianggap sebagai sosok terbaik yang dimiliki PDIP. Walau pun begitu, diketahui 'dosa' Jokowi sudah dilakukan sejak Pilpres hingga Pileg yang selalu berseberangan arah dukungan.
Baca Juga
“Mengapa baru sekarang keputusan PDIP untuk memecat Jokowi? Karena PDIP merasa berat, berat karena dia adalah karya terbaik PDIP jadi presiden 2 periode,” kata Arifki melalui pesan suara diterima Liputan6.com, Selasa (17/12/2024).
Advertisement
Arifki menambahkan alasan lain mengapa hal itu baru diumumkan lantaran adanya momentum. Khususnya tahun politik dari musim Pilpres hingga Pilkada yang sudah usai dan status Jokowi yang tidak lagi menjabat sebagai presiden.
“Ini adalah juga momentum politik, PDIP ingin menjaga jarak ketika memecat Jokowi saat sudah menjadi mantan presiden,” jelas pria yang juga menjabat sebagai Direktur Eksekutif Aljabar Strategic ini.
Arifki menjelaskan, Jokowi sudah lama bersebarangan dengan PDIP. Mulai dari dukungan di Pilpres, Pileg dan agenda lainnya yang tak lagi senafas dengan partai.
Dia menambahkan, dipecatnya Jokowi dari PDIP juga membuka opsi masuknya kader potensial selanjutnya. Saat disinggung apakah Anies memungkinkan untuk hal tersebut, Arifki melihat PDIP tidak mau terburu-buru.
“Kira harus lihat dulu sikap Pdip ke pemerintahan Prabowo, bergabung atau oposisi? Dan itu juga tergantung siapa pemimpin PDIP berikutnya, apakah masih Megawati atau justru Puan, kalau Puan maka komporomi politik akan terjadi dengan Prabowo dan posisi Anies akan gantung,” nilai Arifki.
Meski begitu, Arifki mencatat posisi oposisi terhadap PDIP juga tidak sepenuhnya buruk. Sebab di tengah gempuran partai pro pemerintah Prabowo-Gibran, jika PDIP bisa menjadi pengawas yang baik maka dapat memberi efek elektoral di Pemilu mendatang.
“Ketika PDIP opisisi akan membuka ruang untuk memaksimalkan pengawasan di pemerintahan karena memiliki keuntugan elektoral di Pemilu mendatang,” Arifki menandasi.
Anies Dinilai Potensial Jadi Tokoh Baru PDIP
Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion Dedi Kurnia Syah menegaskan ada peran mantan Gubernur Jakarta Anies Baswedan dalam kemenangan yang diraih Pramono-Rano di Pilkada Jakarta 2024.
Menurut Dedi, Anies bakal memperoleh panggung politik baru dari Pramono-Rano maupun PDI Perjuangan (PDIP). Anies juga dipandang potensial menjadi tokoh baru di PDIP usai Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) dipecat dari keanggotaan.
"Peran Anies dalam pemenangan Pramono-Rano memang ada, dan Anies potensial akan menjadi tokoh baru dalam eskalasi politik PDIP pasca Jokowi tidak lagi berada di PDIP," kata Dedi kepada Liputan6.com, Senin (16/12/2024).
Tidak hanya itu, peluang Anies masuk bursa calon presiden (capres) untuk Pilpres 2029 dinilai cukup kuat. Oleh sebab itu, guna menyongsong Pilpres 2029, Anies disebut perlu menjaga ketokohannya.
"Peluang Anies masuk bursa capres di 2029 bisa kembali menguat. Utamanya jika Anies berhasil menjaga ketokohannya selama 5 tahun mendatang," ucap Dedi.
Dedi menyatakan, dalam situasi seperti ini secara politik Presiden Prabowo Subianto tidak terlalu khawatir dengan melesatnya peluang ketokohan Anies. Menurut Dedi, kekhawatiran justru datang dari Jokowi. Sebab, sang putra, Gibran Rakabuming Raka bakal terancam popularitasnya di Pilpres 2029 untuk menghadapi Anies.
"Justru kekhawatiran itu bisa saja ada di Jokowi. Karena jika Anies berhasil mendapat pertemanan baru dengan PDIP, dan peluang ikut Pilpres 2029 kembali terbuka, maka Gibran bisa jadi belum siap menghadapi sendirian," jelas Dedi.
Oleh karena itu, Dedi menyebut bahwa peran Prabowo dalam hal ini masih amat diperlukan. Prabowo dituntut harus bisa mengimbangi kontestasi politik di tanah air hingga lima tahun ke depan.
Advertisement