Liputan6.com, Jakarta: Nama PT Dirgantara Indonesia identik dengan perkembangan teknologi kedirgantaraan di Tanah Air. Kemajuan pembangunan industri penerbangan itu pun tak lepas dari sang perintisnya yakni Marsekal Muda Anumerta Nurtanio Pringgoadisuryo. Namun kini PT DI diambang kehancuran setelah menghentikan beberapa kegiatannya dan menutup sementara perusahaan disusul dengan merumahkan sekitar 9.000 karyawannya per Sabtu (12/7) pukul 00.00 WIB.
Marsekal Muda Anumerta Nurtanio Pringgoadisuryo adalah peletak dasar pengembangan teknologi kedirgantaraan di Indonesia. Nama Nurtanio tenggelam seiring bergantinya nama Industri Pesawat Terbang Nurtanio menjadi PT Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) dan kemudian PT Dirgantara Indonesia. "Saya juga masih melihat beliau [Nurtanio] satu figur bapak kedirgantaraan di Indonesia. Yang mungkin saat ini namanya sudah dilupakan," kata Aviantoso Nurtanio, putra Nurtanio menyayangkan.
Nurtanio lahir di Kandangan, Kalimantan Selatan 3 Desember 1923. Saat di Sekolah Menengah Tinggi Teknik atau Kogyo Senmon Gakko di Sawahan, Surabaya, Jawa Timur, pun Nurtanio telah mendirikan sebuah klub pecinta pesawat, namanya Junior Aero Club (JAC). Padahal saat pendudukan Jepang bahasa Inggris dilarang. Perhatian Nurtanio tidak terbatas kepada pesawat model. Ia juga mempelajari teknik penerbangan yang kebanyakan berbahasa Jerman dan menggambar glider tipe Zogling obsesi awal Nurtanio.
Setamat SMTT pada 1945, suami Partini dan ayah tiga anak ini bergabung pada Biro Rencana dan Konstruksi Kementerian Pertahanan. Kecintaannya pada dunia penerbangan makin kuat setelah dilantik menjadi anggota Tentara Keamanan Rakyat bagian penerbangan. Atas prestasinya, Nurtanio kemudian dikirim ke Far Eastern Aero Technical Institute di Filipina.
Seusai menamatkan kuliah di sana pada 1947, Nurtanio bersama kawan-kawannya berinisiatif melakukan percobaan membuat pesawat terbang. Pada 1953 lahirlah prototipe pesawat pertama produksi anak bangsa yakni pesawat Si Kumbang, Kunang-Kunang, dan Belalang. Inilah cikal bakal IPTN atau PT DI saat ini [baca: Dirgantara Indonesia Tutup].
Nasib nama Nurtanio memang tidak serupa dengan para tokoh kedirgantaraan negara lain, seperti Douglas, Boeing, dan Fokker yang diabadikan pada semua jenis pesawat produksi pabrik yang dirintisnya. Hingga akhir hayatnya, Nurtanio memang tak bisa dipisahkan dari dunia kedirgantaraan. Pada 21 Maret 1966, Marsekal Pertama Nurtanio Pringgoadisuryo gugur saat pesawat super aero buatan Cekoslovakia yang diujicobanya mengalami kecelakaan.(DEN/Adhar Hakim dan Gatot Setyawan)
Marsekal Muda Anumerta Nurtanio Pringgoadisuryo adalah peletak dasar pengembangan teknologi kedirgantaraan di Indonesia. Nama Nurtanio tenggelam seiring bergantinya nama Industri Pesawat Terbang Nurtanio menjadi PT Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) dan kemudian PT Dirgantara Indonesia. "Saya juga masih melihat beliau [Nurtanio] satu figur bapak kedirgantaraan di Indonesia. Yang mungkin saat ini namanya sudah dilupakan," kata Aviantoso Nurtanio, putra Nurtanio menyayangkan.
Nurtanio lahir di Kandangan, Kalimantan Selatan 3 Desember 1923. Saat di Sekolah Menengah Tinggi Teknik atau Kogyo Senmon Gakko di Sawahan, Surabaya, Jawa Timur, pun Nurtanio telah mendirikan sebuah klub pecinta pesawat, namanya Junior Aero Club (JAC). Padahal saat pendudukan Jepang bahasa Inggris dilarang. Perhatian Nurtanio tidak terbatas kepada pesawat model. Ia juga mempelajari teknik penerbangan yang kebanyakan berbahasa Jerman dan menggambar glider tipe Zogling obsesi awal Nurtanio.
Setamat SMTT pada 1945, suami Partini dan ayah tiga anak ini bergabung pada Biro Rencana dan Konstruksi Kementerian Pertahanan. Kecintaannya pada dunia penerbangan makin kuat setelah dilantik menjadi anggota Tentara Keamanan Rakyat bagian penerbangan. Atas prestasinya, Nurtanio kemudian dikirim ke Far Eastern Aero Technical Institute di Filipina.
Seusai menamatkan kuliah di sana pada 1947, Nurtanio bersama kawan-kawannya berinisiatif melakukan percobaan membuat pesawat terbang. Pada 1953 lahirlah prototipe pesawat pertama produksi anak bangsa yakni pesawat Si Kumbang, Kunang-Kunang, dan Belalang. Inilah cikal bakal IPTN atau PT DI saat ini [baca: Dirgantara Indonesia Tutup].
Nasib nama Nurtanio memang tidak serupa dengan para tokoh kedirgantaraan negara lain, seperti Douglas, Boeing, dan Fokker yang diabadikan pada semua jenis pesawat produksi pabrik yang dirintisnya. Hingga akhir hayatnya, Nurtanio memang tak bisa dipisahkan dari dunia kedirgantaraan. Pada 21 Maret 1966, Marsekal Pertama Nurtanio Pringgoadisuryo gugur saat pesawat super aero buatan Cekoslovakia yang diujicobanya mengalami kecelakaan.(DEN/Adhar Hakim dan Gatot Setyawan)