Liputan6.com, Jakarta Terdakwa kasus korupsi timah, Suparta, menyampaikan kekecewaan dalam sidang pleidoi. Dia mengaku ironi dengan nasibnya. Sebab, tujuannya untuk membantu negara, tapi tak disangka malah dipenjara.
"Ini sial sekali hidup saya, bantu negara malah masuk penjara," kata Suparta di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat, Rabu (18/12/2024).
Suparta mengeklaim keterlibatannya dalam kerja sama dengan PT Timah dimulai atas dorongan nasionalisme demi membantu negara menjadi pemain utama dalam industri timah dunia.
Advertisement
Selain itu, dengan bisnis yang dimilikinya dan tanpa kerja sama dengan PT Timah Tbk, Suparta mengaku sudah berkecukupan.
"Bisnis saya sudah tentram dan tidak ada ambisi apa pun lagi. Buat saya sebenarnya tidak terlalu berpengaruh apakah Indonesia mau berperan atau tidak di timah dunia, secara hitungan logis tidak berpengaruh langsung untuk hidup saya," tuturnya.
Namun Suparta merasa terpanggil dengan kalimat "bela negara, demi martabat Indonesia". Meski sebetulnya, kata Suparta, rekannya mengingatkan perihal kerja sama dengan BUMN tidaklah menguntungkan.
"Kerja sama dengan BUMN tidak menguntungkan. Karena saya sudah sering mendengar cerita dari teman kalau berurusan dengan perusahaan BUMN, Pada akhirnya kalau dihitung secara ekonomi hasilnya adalah merugikan kami para investor swasta," ungkap Suparta.
Suparta kemudian membeberkan kerugian diterimanya saat bekerja sama dengan PT Timah Tbk yang disebut tidak profesional dalam bekerja. Mulai dari keterlambatan pembayaran oleh PT Timah yang berdampak pada keuangan perusahaan dan jadwal pembayaran utang.
"Pembayaran telat berbulan-bulan melebihi janji dalam perjanjian. Alasannya karena cash flow PT Timah terganggu," keluh dia.
Parahnya lagi, sambung Suparta, kerja sama dengan PT Timah Tbk berujung pada masalah hukum yang membelitnya. Meski begitu, dia percaya majelis hakim akan memberikan keadilan dalam kasus ini.
"Saya pasrah bahwa Tuhan pasti memberikan yang terbaik. Hanya kepada Tuhan saya tidak ragu, dan Yang Mulia adalah perwujudan Tuhan di persidangan ini," Suparta menandasi.
Â
Suparta Beberkan Penerimaan Negara dari Kerja Sama PT Timah dan Swasta
Dalam sidang dengan agenda pembelaan (pleidoi) terdakwa kasus korupsi timah Suparta merasa kebingungan dengan tebang pilih sikap yang diperlakukan terhadap dirinya.
Perlakuan tebang pilih tersebut saat bijih dan logam timah yang dikirimkan kepada PT Timah dan sudah menjadi pendapatan negara dianggap sah, sedangkan bijih timah yang diperoleh PT RBT tidak sah. Padahal berasal dari bijih timah yang sama.
"Pajak dan royalti yang diterima negara dan dividen yang diterima PT Timah dianggap sah dan menjadi penerimaan BUMN. Sementara, logam timah yang dikeluarkan PT Timah Tbk yang bijihnya dikumpulkan dari rakyat dianggap tidak sah dan menjadi beban saya," ujar Suparta dalam pembelaanya di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Rabu (18/12/2024).
"Padahal penerimaan pajak, royalti, dan dividen tersebut berasal dari bijih timah yang sama," sambung dia.
Peningkatan pendapatan negara juga dirinci oleh Suparta dari sebelum adanya kerja sama dan setelah adanya kerja sama meningkat secara signifikan.
"Pajak yang diterima negara dari Rp902 miliar meningkat menjadi Rp2 triliun. Mayoritas kenaikan pajak didapat dari pembayaran pajak mitra pengirim bijih timah, CV yang sebelumnya tidak pernah ada," ucap Suparta.
"Pajak-pajak tersebut belum termasuk pajak-pajak yang kami bayar dari pelaksanaan kerja sama sewa smelter dengan PT Timah. Kemudian, royalti untuk negara dari Rp245 miliar meningkat menjadi Rp554 miliar," sambung Suparta.
Suparta juga merinci pertumbuhan produksi PT Timah Tbk yang sangat signifikan sampai 153 persen saat belum melakukan kerja sama dan setelah kerja sama.
"Pertama, produksi logam di tahun 2017 sebanyak 30 ribu ton sekian, setelah kerja sama meningkat menjadi 76 ribu ton dan meningkat atau meningkat 153Â persen," kata dia.
Â
Advertisement
Kerja Sama Sesuai SOP
Suparta menambahkan, kerja sama PT Timah dan smelter swasta telah dilaksanakan sesuai dengan standard operating procedure (SOP) yang berlaku untuk penjualan bijih timah dan sewa smelter.
"PT Timah meminta agar suplai bahan baku menggunakan CV, dimana dengan demikian diharapkan administrasi lebih tertib, baik dalam pembayaran pajak-pajak maupun pengawasan. yang mana bukan juga dengan SOP, pelaksanaan kerja sama ditetapkanan PT Timah yang sudah dilaksanakan. Setiap biji timah yang dikirim CV-CV ke PT Timah," ucap dia.
Dari kerja sama tersebut, lanjut Suparta, pajak perusahaan swasta yang bekerja sama dengan PT Timah juga disetorkan ke negara dan memberikan kontribusi positif terhadap ekonomi di Bangka Belitung.
"Kemudian semua hasil pengolagaman pasti dikirim ke PT Timah Tbk, dijual dan diekspor oleh PT Timah, yang akan menjadi keuntungan PT Timah dan devisa negara," kata dia.
"Kami mendukung, karena itulah bentuk dukungan kami kepada negara melalui PT Timah. Bahkan saat itu pertumbuhan ekonomi bangka belitung itu meningkat 7%, tertinggi nasional sepanjang tahun 2018-2020," sambung Suparta.
Suparta Bingung
Dalam sidang dengan agenda pembelaan (pleidoi) terdakwa kasus dugaan korupsi timah Suparta merasa kebingungan dengan tebang pilih sikap yang diperlakukan terhadap dirinya.
Perlakuan tebang pilih tersebut saat bijih dan logam timah yang dikirimkan kepada PT Timah Tbk dan sudah menjadi pendapatan negara dianggap sah, sedangkan bijih timah yang diperoleh PT RBT tidak sah. Padahal berasal dari bijih timah yang sama.
"Pajak dan royalti yang diterima negara dan dividen yang diterima PT Timah dianggap sah dan menjadi penerimaan BUMN, sementara logam timah yang dikeluarkan PT Timah yang bijihnya dikumpulkan dari rakyat dianggap tidak sah dan menjadi beban saya," ujar Suparta dalam pembelaanya di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Rabu (18/12/2024). "Padahal penerimaan pajak, royalti, dan dividen tersebut berasal dari bijih timah yang sama," sambung dia.
Suparta juga menyampaikan, peningkatan pendapatan negara juga dirinci oleh Suparta dari sebelum adanya kerja sama dan setelah adanya kerja sama meningkat secara signifikan.
"Pajak yang diterima negara dari Rp902 miliar meningkat menjadi Rp2 triliun, mayoritas kenaikan pajak didapat dari pembayaran pajak mitra pengirim bijih timah CV yang sebelumnya tidak pernah ada," ucap dia.
"Pajak-pajak tersebut belum termasuk pajak-pajak yang kami bayar dari pelaksanaan kerja sama sewa smelter dengan PT Timah. Kemudian, royalti untuk negara dari Rp245 miliar meningkat menjadi Rp554 miliar," sambung Suparta.
Suparta juga merinci pertumbuhan produksi PT Timah yang sangat signifikan sampai 153% saat belum melakukan kerja sama dan setelah kerja sama.
"Pertama, produksi logam di tahun 2017 sebanyak 30 ribu ton sekian, setelah kerja sama meningkat menjadi 76 ribu ton dan meningkat atau meningkat 153%," kata dia.
Advertisement