Liputan6.com, Jakarta Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra merespon pernyataan Presiden Prabowo Subianto, yang akan memaafkan koruptor jika mengembalikan uang hasil korupsi.
Menurutnya, hal itu merupakan salah satu strategi pemberantasan korupsi yang menekankan pada pemulihan kerugian negara atau asset recovery, dan sejalan dengan United Nation Convention Againts Corruption (UNCAC) yang telah diratifikasi.
Baca Juga
"Apa yang dikemukakan Presiden itu sejalan dengan pengaturan UN Convention Againts Corruption yang sudah kita ratifikasi dengan UU No 7 Tahun 2006. Sebenarnya setahun sejak ratifikasi, kita berkewajiban untuk menyesuaikan UU Tipikor kita dengan Konvensi tersebut, Namun kita terlambat melakukan kewajiban itu dan baru sekarang ingin melakukannya,” tutur Yusril dalam keterangannya, Kamis (19/12/2024).
Advertisement
"Penekanan upaya pemberantasan korupsi sesuai pengaturan konvensi adalah pencegahan, pemberantasan korupsi secara efektif dan pemulihan kerugian negara," sambungnya.
Prabowo sendiri menyatakan, orang yang diduga dan disangka melakukan korupsi, serta telah divonis karena terbukti melakukan rasuah dapat dimaafkan, jika mereka dengan sadar mengembalikan kerugian negara akibat perbuatannya.
Yusril menilai, pernyataan Prabowo itu menjadi gambaran dari perubahan filosofi penghukuman dalam penerapan KUHP Nasional, yang akan diberlakukan awal tahun 2026 yang akan datang.
"Penghukuman bukan lagi menekankan balas dendam dan efek jera kepada pelaku, tetapi menekankan pada keadilan korektif, restoratif dan rehabilitatif. Penegakan hukum dalam tindak pidana korupsi haruslah membawa manfaat dan menghasilkan perbaikan ekonomi bangsa dan negara, bukan hanya menekankan pada penghukuman kepada para pelakunya,“ jelas dia
fokus Pengembalian Aset ke Negara
"Kalau hanya para pelakunya dipenjarakan, tetapi aset hasil korupsi tetap mereka kuasai atau disimpan di luar negeri tanpa dikembalikan kepada negara, maka penegakan hukum seperti itu tidak banyak manfaatnya bagi pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat. Kalau uang hasil korupsi mereka kembalikan, pelakunya dimaafkan, uang tersebut masuk ke APBN untuk mensejahterakan rakyat,” lanjutnya.
Terhadap pelaku korupsi di dunia usaha misalnya, kata Yusril, dipersilahkan meneruskan usahanya dengan cara yang benar dan tidak mengulangi praktek rasuah lagi. Dengan begitu, usaha yang digeluti tidak tutup ataupun bangkrut.
Negara pun mendapatkan manfaat dengan tetap menerima pajak, tenaga kerja yang tidak menganggur, serta pabrik yang tidak menjadi besi tua.
Penegakan hukum dalam menangani korupsi menurutnya harus dikaitkan dengan pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat, bukan bertujuan hanya untuk memenjarakan pelaku.
Yusril mengatakan, Prabowo sebagai kepala negara dan pemerintahan memiliki kewenangan memberikan amnesti dan abolisi terhadap tindak pidana apapun, termasuk tindak pidana korupsi. Sebagaimana amanat konstitusi, bahwa sebelum memberikan amnesti dan abolisi, presiden pun akan meminta pertimbangan DPR.
Para menteri juga siap memberikan penjelasan ke DPR, jika nanti Presiden telah mengirim surat meminta pertimbangan.
"Presiden mempunyai beberapa kewenangan terkait dengan apa yang beliau ucapkan di Mesir, terkait penanganan kasus-kasus korupsi, yaitu kewenangan memberikan amnesti dan abolisi terhadap tindak pidana apa pun dengan mengedepankan kepentingan bangsa dan negara," ungkap Yusril.
Advertisement
Masih Terus Dibahas
Adapun Kementerian Koordinator Kumham Imipas sejak sebulan yang lalu telah mengoordinasikan rencana pemberian amnesti dan abolisi, termasuk terhadap kasus-kasus korupsi.
Langkah itu merupakan bagian dari rencana pemberian amenesti kepada total 44 ribu narapidana yang sebagian besar merupakan narapidana kasus narkoba.
Sementara itu, khusus untuk narapidana kasus korupsi, ada beberapa syarat yang sedang dibahas.
"Hal-hal yang sedang dikoordinasikan itu antara lain terkait dengan perhitungan berapa besar pengembalian kerugian negara yang diduga atau telah terbukti dikorupsi, termasuk pula pengaturan teknis pelaksanaan dalam pemberian amnesti dan abolisi tersebut. Ini perlu koordinasi yang sungguh-sungguh,“ Yusril menandaskan.