Liputan6.com, Jakarta Pemerintah Indonesia mengumumkan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 1% yang akan diberlakukan mulai 2025. Langkah ini bertujuan untuk memperkuat pendapatan negara dalam menghadapi tantangan ekonomi global dan mendukung pembangunan infrastruktur.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan keputusan ini sudah dipertimbangkan demi APBN dan dengan pertimbangan. Menurutnya, PPN di Indonesia masih relatif lebih rendah dibanding negara-negara lain.
Baca Juga
"Tarif PPN di Indonesia dibandingkan banyak negara di dunia masih relatif rendah, kalau kita lihat baik di dalam negara-negara yang sesama emerging (berkembang) atau dengan negara-negara di kawasan maupun dalam G20,” kata Sri Mulyani.
Advertisement
Mantan Direktur Bank Dunia itu mengatakan pemerintah berhati-hati dalam menerapkan kebijakan PPN. Belajar dari kenaikan PPN 10% menjadi 11%, ia menuturkan, saat itu perekonomian RI relatif stabil dan bahkan ada indikasi membaik di beberapa aspek. Setelah PPN 11% diterapkan, pemerintah meluncurkan berbagai stimulus untuk masyarakat.
"Saat 2023 itu harga komoditas juga sudah mulai turun, seperti yang kita rasakan sampai 2024 ini. Kami melihat jumlah dari peningkatan pekerja, pekerja formal, dan juga setoran PPh (pajak penghasilan) 21 itu mengalami kenaikan double digit, serta inflasi yang terus terjaga rendah,” ujar Menteri Keuangan.
Ikuti Amanat Undang-Undang
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto mengungkapkan kenaikan tarif PPN menjadi 12% bukanlah keinginan pemerintah.
Menurutnya, Pemerintah hanya mengikuti amanah UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Pada Pasal 7 ayat 1 UU HPP disebutkan bahwa tarif PPN sebesar 12% berlaku paling lambat pada 1 Januari 2025.
"Pemerintah akan menanggung kebutuhan bahan pangan lain yang terkena Pajak Pertambahan Nilai atau PPN 12 persen, yaitu sebesar 1% untuk masyarakat yang berpenghasilan rendah,” ungkapnya.
Disisi lain, Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan dan Pengembangan Usaha Badan Usaha Milik Negara Kemenko Perekonomian, Ferry Irawan menuturkan bahwa risiko kenaikan inflasi telah diantisipasi, yang terefleksi pada kehadiran paket stimulus bantuan pangan dan diskon listrik 50% pada Januari-Februari 2025.
"Insentif diberikan selama dua bulan untuk menjaga tingkat inflasi pada kuartal I, yang diyakini berperan penting dalam menentukan tingkat inflasi sepanjang tahun,” pungkas Ferry.
Advertisement