Liputan6.com, Jakarta Presiden Prabowo Subianto menyampaikan bakal memberi maaf dan kesempatan bertobat untuk koruptor, jika mereka mengembalikan harta yang telah dicurinya. Hal itu disampaikan Prabowo saat bertemu mahasiswa Indonesia di Universitas Al-Azhar Mesir beberapa waktu lalu.
Menanggapi hal itu, Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (Wantim MUI) Zainut Tauhid Sa'adi mengaku apresiasi terhadap pernyataan tersebut. Dengan catatan, jika membandel maka penegakan hukum akan diberlakukan dengan tegas.
Baca Juga
“Ini menunjukkan kuatnya komitmen Presiden dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Langkah Presiden merupakan terobosan hukum yang cukup berani dan simpatik,” kata Zainut dalam keterangan tertulis diterima, Sabtu (21/12/2024).
Advertisement
Zainut melihat, Presiden Prabowo ingin memulai gerakan bersih-bersih memberantas korupsi dengan membuka ‘pintu taubat’. Hanya saja, dia mewanti hal dilakukan Prabowo harus tetap dengan aturan hukum yang valid.
“Meskipun demikian MUI meminta langkah Presiden tersebut harus tetap didasarkan pada ketentuan hukum yang berlaku. Harus ada payung hukum yang bisa dipertanggungjawabkan terhadap langkah Presiden tersebut,” wanti Zainut.
“Langkah Presiden sudah sejalan dengan hasil keputusan Mukernas IV MUI 2024, yakni mendorong agar Presiden Republik Indonesia memimpin langsung pemberantasan korupsi mengingat negara kita telah berada dalam status darurat korupsi dan hendaknya memperkuat KPK sebagai lembaga negara yang independen,” imbuh dia menandasi.
Sebagai informasi, Majelis Ulama Indonesia (MUI) sendiri telah mengeluarkan fatwa terkait korupsi, yaitu Fatwa Nomor 4/Munas VI/MUI/2000.
Diketahui, dalam fatwa tersebut, MUI mendefinisikan korupsi atau ghulul sebagai tindakan mengambil sesuatu yang berada di bawah kekuasaan dengan cara yang tidak benar menurut Islam. MUI memfatwakan bahwa korupsi dan suap adalah tindakan yang haram hukumnya.
Bagian Rencana Amnesti dan Abolisi
Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra merespon pernyataan Presiden Prabowo Subianto, yang akan memaafkan koruptor jika mengembalikan uang hasil korupsi.
Menurutnya, hal itu merupakan salah satu strategi pemberantasan korupsi yang menekankan pada pemulihan kerugian negara atau asset recovery, dan sejalan dengan United Nation Convention Againts Corruption (UNCAC) yang telah diratifikasi.
"Apa yang dikemukakan Presiden itu sejalan dengan pengaturan UN Convention Againts Corruption yang sudah kita ratifikasi dengan UU No 7 Tahun 2006. Sebenarnya setahun sejak ratifikasi, kita berkewajiban untuk menyesuaikan UU Tipikor kita dengan Konvensi tersebut, Namun kita terlambat melakukan kewajiban itu dan baru sekarang ingin melakukannya,” tutur Yusril dalam keterangannya, Kamis (19/12/2024).
Penekanan upaya pemberantasan korupsi sesuai pengaturan konvensi adalah pencegahan, pemberantasan korupsi secara efektif dan pemulihan kerugian negara," sambungnya.
Prabowo sendiri menyatakan, orang yang diduga dan disangka melakukan korupsi, serta telah divonis karena terbukti melakukan rasuah dapat dimaafkan, jika mereka dengan sadar mengembalikan kerugian negara akibat perbuatannya.
Yusril menilai, pernyataan Prabowo itu menjadi gambaran dari perubahan filosofi penghukuman dalam penerapan KUHP Nasional, yang akan diberlakukan awal tahun 2026 yang akan datang.
"Penghukuman bukan lagi menekankan balas dendam dan efek jera kepada pelaku, tetapi menekankan pada keadilan korektif, restoratif dan rehabilitatif. Penegakan hukum dalam tindak pidana korupsi haruslah membawa manfaat dan menghasilkan perbaikan ekonomi bangsa dan negara, bukan hanya menekankan pada penghukuman kepada para pelakunya,“ jelas dia
Advertisement