Liputan6.com, Jakarta Galeri Nasional Indonesia (GNI) mengumumkan Pameran Tunggal Yos Suprapto yang bertajuk "Kebangkitan: Tanah untuk Kedaulatan Pangan", yang dijadwalkan untuk dibuka pada Kamis, 19 Desember 2024, ditunda.
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid mengkritik pembatalan pameran tunggal karya seni milik pelukis Yos Suprapto di Galeri Nasional. Menurutnya, pembatalan itu menunjukkan sikap tidak bertanggung jawab.
Baca Juga
"Melarang karya seni Yos Suprapto karena mengandung kritik terhadap bekas presiden Joko Widodo adalah hal yang keliru dan tidak bertanggung jawab," kata Usman dalam keterangan tertulis, dikutip Minggu (22/12/2024).
Advertisement
Usman menyebut, kritik sosial yang ditujukan seniman lewat karya seni terhadap Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) tak dilarang. Usman menilai cara semacam itu sebagai tindakan pengecut.
"Meredam lukisan kritik sosial itu adalah cara dan alasan pengecut untuk membungkam kebebasan berekspresi," ucap Usman.
Usman menyatakan, tindakan seperti itu menjadi pesan kepada pihak lain bahwa kritik apapun terhadap pemerintah atau pejabat hingga bekas pejabat tidak akan ditoleransi. Hal ini, kata dia tidak boleh dibiarkan karena bisa berujung pada represi.
"Pola represi seperti ini bisa berujung pada situasi di mana orang-orang dijebloskan ke penjara semata-mata karena secara damai menggunakan hak kebebasan berekspresi mereka. Jika benar begitu, maka muncul pertanyaan apakah ide Indonesia Maju itu Indonesia tanpa ekspresi seni yang kritis?," ujarnya.
5 Lukisan Minta Diturunkan oleh Kurator
Terkait dengan penundaan, dalam keterangan tertulisnya, Yos Suprapto mengungkapkan pengunjung yang hadir di pembukaan pada 19 Desember 2024 malam dilarang melihat pameran yang telah dipersiapkan sejak setahun terakhir. Pintu pameran dikunci.
Ia juga menjelaskan bahwa kurator yang ditunjuk Galeri Nasional, Suwarno Wisetrotomo, meminta lima di antara 30 lukisan diturunkan. Tapi, Yos menolak. "Saya tidak mau lagi berurusan dengan Galeri Nasional dan Kementerian Kebudayaan," kata Yos.
Menurutnya, lima lukisan itu berkaitan dengan sosok yang pernah sangat populer di masyarakat Indonesia. "Saya rasa itu ekspresi kurator yang takut secara berlebihan," kata Eros Djarot, yang membuka acara.
Para pengunjung yang sudah siap untuk menikmati lukisan karya Yos Suprapto akhirnya kecewa. Pihak Galeri Nasional mengunci ruang pameran. Pintu utama dikunci dan lampu digelapkan.
"Ini adalah pembredelan pameran seni rupa pertama di era Prabowo Subianto," ujar Oscar Motulloh, fotografer professional yang juga pengamat seni dalam keterangannya.
Advertisement
Sensor Karya Yos Suprapto Bisa Jadi Preseden Buruk Pemerintah
Anggota Komisi X DPR RI Bonnie Triyana menyoroti peristiwa penutupan pameran lukisan seniman senior asal Yogyakarta, Yos Suprapto di Galeri Nasional Indonesia yang dianggap sebagai bentuk ‘pemberedelan’. Ia meminta Pemerintah untuk tidak mengintervensi karya seni.
“Mestinya negara bisa memberi ruang pada masyarakat atau pelaku seni dan kepada kurator untuk bisa berdiskusi secara kritis dengan publik. Jadi jangan malah alergi dan intervensi," kata Bonnie dalam keterangannya, Sabtu (21/12/2024).
Seperti diketahui, Galeri Nasional Indonesia membatalkan pameran tunggal Yos Suprapto, bertajuk “Kebangkitan: Tanah Untuk Kedaulatan Pangan” di Gedung A Galeri Nasional beberapa menit sebelum pembukaan pada Kamis malam, 19 Desember 2024.
Di hari pembukaan pameran, pintu kaca digembok dan lampu dimatikan. Padahal pameran yang telah dipersiapkan sejak tahun lalu tersebut rencananya akan berlangsung mulai 20 Desember 2024 hingga 19 Januari 2025.
Bonnie telah datang ke Galeri Nasional (Galnas) yang berada di Jakarta Pusat, Jumat (20/12/2024), untuk mendampingi pelukis Yos Suprapto dalam rangka memfasilitasi persoalan ini antara pihak seniman dan Pemerintah. Ia datang guna menjalankan tugasnya di Komisi X DPR RI yang salah satu ruang lingkup kerjanya terkait urusan seni dan kebudayaan.
Politikus PDIP itu mengkritik pembatalan pameran lukisan Yos oleh Galeri Nasional yang merupakan gedung institusi milik Pemerintah di bawah Kementerian Kebudayaan.
“Negara harus menjamin kebebasan berekspresi seniman. Sensor karya yang terjadi dalam pameran ini bisa jadi preseden buruk dalam pemerintahan Prabowo Subianto,” kata dia.