Sukses

Sidang Putusan Kasus Korupsi Timah, Hakim Sebut Ribuan Masyarakat sebagai Penambang Ilegal

Dalam sidang putusan kasus timah dengan terdakwa Suparta, Harvey Moeis, dan Reza Andriansyah menyebut PT Refined Bangka Tin (RBT) dan PT Timah bukan penambang ilegal, melainkan masyarakat yang merupakan penambang ilegal.

Liputan6.com, Jakarta - Dalam sidang putusan kasus timah dengan terdakwa Suparta, Harvey Moeis, dan Reza Andriansyah menyebut PT Refined Bangka Tin (RBT) dan PT Timah bukan penambang ilegal, melainkan masyarakat yang merupakan penambang ilegal.

Hal tersebut disampaikan Hakim Ketua Eko Aryanto dalam pertimbangan putusan saat membacakan amar putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Senin (23/12/2024).

Dalam pertimbangannya, PT Timah dan PT RBT bukan penambang ilegal karena memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Usaha Jasa Pertambangan (IUJP).

"Bahwa PT Timah Tbk dan PT RBT bukan penambang ilegal, keduanya memiliki IUP dan IUJP. Pihak yang melakukan penambangan ilegal adalah masyarakat yang jumlahnya ribuan orang," kata Hakim Ketua Eko, Senin (23/12/2024).

Selain itu, lanjut dia, Harvey juga bukan pengurus dari PT RBT yang tidak bisa membuat keputusan kerja sama dengan PT Timah, serta tidak mengetahui administrasi dan keuangan pada PT RBT dan PT Timah. Sehingga hal tersebut membuat hukuman dari Harvey Moeis harus dikurangi.

"Menimbang berdasarkan fakta tersebut, sehingga Majelis Hakim berpendapat, tuntutan pidana penjara yang di ajukan Penuntut Umum terhadap terdakwa Harvey Moeis kemudian terdakwa Suparta dan terdakwa Reza Andriansah terlalu tinggi dan harus dikurangi," ucap Hakim Eko.

Menanggapi hal tersebut, Penasihat Hukum (PH) Harvey Moeis, Andi Ahmad Nur Darwin mempertanyakan sejauh mana Majelis Hakim menilai kategori penambangan ilegal dalam pertimbangannya.

"PT RBT bukanlah penambang ilegal, namun yang perlu kami garisbawahi lebih jauh adalah yang dimaksud dengan penambang ilegal di sini adalah masyarakat," kata Andi usai pembacaan putusan.

"Ini yang juga kami akan coba diskusikan lebih jauh, sejauh mana kategori ilegal yang dimaksud, makanya kita akan lihat di pertimbangan," sambung Andi.

 

2 dari 4 halaman

Kata Penasihat Hukum soal Pertimbangan

Dalam pertimbangan Majelis Hakim, Andi juga menyoroti hal tersebut. Dimana pertimbangan yang dibacakan oleh Majelis Hakim sama persis dengan tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU).

"Kita tuh melihat isi pertimbangan Hakim sama persis dengan tuntutan. Sama persis hanya mengubah kata bahwa menjadi menimbang, nah ini juga yang buat kami juga susah juga kita mau komentar apa," ucap dia.

"Buat saya sih jadinya kita lucu ketawa, tapi mungkin karena terburu-buru juga kali, karena kan seperti kita tahu kita baru duplik hari Jumat kemudian ini hari Senin udah harus putusan," sambung Andi.

Andi menambahkan, putusan uang pengganti yang dijatuhkan kepada Terdakwa Suparta sebesar Rp4,5 triliun tersebut tidak masuk akal. Sebab, uang tersebut merupakan pembelian bijih timah dan biaya penglogaman yang dibayarkan PT Timah kepada PT RBT.

"Bahwa Rp4,5 triliun itu komponennya adalah, satu harga pembelian pasir yang mana pasirnya sudah diolah oleh PT Timah sudah menghasilkan inggot dan inggot itu sudah dijual, negara sudah menerima royalti sudah menerima pajak. Kemudian yang kedua itu adalah tentang kerjasama pengelogaman, biaya ongkos pengelogaman ongkos maklon, nah itu juga sudah dipakai buat bayar karyawan bayar segala macam," kata Andi.

"Menjadi tidak masuk akal bagi kami dan ingin kami baca pertimbangannya apa yang menyebabkan majelis hakim memutuskan Rp4,5 triliun itu harus ditanggung oleh Bapak Suparta, jadi mungkin tanggapan kami yang membingungkan itu masalah itu," jelas dia.

 

3 dari 4 halaman

Harvey Moeis Divonis 6 Tahun 6 Bulan Penjara dalam Kasus Korupsi Timah

Sebelumnya, terdakwa Harvey Moeis selaku perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin (RBT) divonis 6 tahun dan 6 bulan penjara serta denda Rp1 Miliar. Harvey dinyatakan bersalah melakukan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah.

"Mengadili, menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Harvey Moeis dengan pidana penjara selama 6 tahun 6 bulan, dan pidana denda sejumlah Rp1 Miliar subsider 6 bulan penjara," kata Ketua Majelis Hakim Eko Aryanto di ruang sidang, Senin (23/12/2024).

Majelis hakim juga memerintahkan Harvey Moeis membayar uang pengganti sejumlah Rp210 Miliar selambat-lambatnya satu tahun setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap.

Dengan ketentuan, jika dalam jangka waktu tersebut terdakwa tidak membayar uang pengganti, maka harta bendanya disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.

Namun, jika terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka dipidana penjara selama 2 tahun.

Harvey Moeis terbukti melakukan korupsi secara bersama-sama dan tindak pidana pencucian uang secara bersama-sama.

Majelis hakim menilai Harvey Moeis telah melanggar Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ke-1 KUHP.

Vonis ini lebih ringan daripada tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) kasus dugaan korupsi timah terhadap Harvey Moeis yakni selama 12 tahun penjara.

 

4 dari 4 halaman

Vonis Hukum Dirut Suparta dan Direktur Pengembangan Usaha PT RBT Reza Andriyansyah dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Direktur Utama PT Refined Bangka Tin (Dirut PT RBT) Suparta divonis hukuman pidana penjara 8 tahun terkait kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah. Suparta dinyatakan bersalah dalam kasus ini.

"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Suparta dengan pidana penjara selama 8 tahun dikurangi lamanya terdakwa dalam tahanan dengan perintah tetap ditahan di rutan," ujar Hakim Ketua Eko Aryanto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (23/12/2024).

Selain pidana penjara, Suparta juga dikenakan pidana denda sebesar Rp1 Miliar subsider 6 bulan penjara dalam kasus dugaan korupsi timah.

Majelis Hakim juga memerintahkan Suparta untuk membayar ganti rugi sebesar Rp4.571.438.592.562,56 (Rp4,57 triliun) selambat-lambatnya satu bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap.

Dengan ketentuan, jika dalam jangka waktu tersebut terdakwa tidak membayar uang pengganti, maka harta bendanya disita oleh jaksa jaksa dan dilelang untuk membayar uang pengganti.

Namun, jika terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka terdakwa dijatuhi hukuman penjara selama 6 tahun.

Suparta dinilai melanggar Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ke-1 KUHP

"Menyatakan terdakwa Suparta terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan tindak pidana pencucian uang secara bersama sama sebagaimana dalam dakwaan kesatu primer dan dakwaan kedua primer," jelas Eko.