Liputan6.com, Jakarta - Jaksa Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap keterlibatan Zarof Ricar, mantan pejabat Mahkamah Agung (MA), dalam vonis bebas terhadap Gregorius Ronald Tannur di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Hal ini disampaikannya dalam dakwaan terhadap tiga hakim PN Surabaya, yakni Erintuah Damanik selaku Ketua Majelis Hakim, serta Mangapul dan Heru Hanindyo sebagai anggota majelis hakim.
Dalam dakwaan yang dibacakan di PN Tipikor Jakarta Pusat pada Selasa (24/12), Jaksa memaparkan bahwa sebelum perkara Tannur dilimpahkan ke PN Surabaya, Lisa Rachmat, selaku kuasa hukum Ronald Tannur, sempat bertemu Zarof Ricar pada 25 Januari 2024.
Baca Juga
Dalam pertemuan itu, Lisa menjelaskan perkara kliennya yang akan segera disidangkan di PN Surabaya.
Advertisement
"Lisa Rachmat meminta bantuan Zarof Ricar untuk mencarikan Hakim pada Pengadilan Negeri Surabaya yang bersedia untuk menjatuhkan putusan lepas (onslag van recht vervolging) dalam perkara anak seorang anggota DPR," ujar Jaksa dalam amar dakwaan.
Dengan bantuan Zarof, Lisa berhasil bertemu Mangapul di sebuah apartemen di Surabaya. Dalam pertemuan itu, ia menjelaskan perkara kliennya dan meminta vonis bebas. Lisa juga bertemu Erintuah Damanik di kantor PN Surabaya, melaporkan pertemuannya dengan Mangapul dan Heru Hanindyo, serta memastikan ketiga hakim itu akan menangani perkara kliennya.
"Padahal penetapan penunjukan Majelis Hakim perkara pidana Gregorius Ronald Tannur belum ada," kata Jaksa.
"Pada tanggal 5 Maret 2024 Wakil Ketua Pengadilan Negeri Surabaya mengeluarkan Penetapan Penunjukan Majelis Hakim dalam perkara pidana atas nama Gregorius Ronald Tannur," lanjutnya.
Â
Total Suap
Untuk memastikan vonis bebas, Lisa dan Meirizka Widjaja Tannur memberikan suap kepada ketiga hakim. Total suap yang diberikan sebesar Rp1 miliar dalam bentuk mata uang asing Singapura senilai SGD308.000, baik secara tunai maupun melalui transfer.
Erintuah menerima SGD116.000 secara bertahap, Heru Hanindyo memperoleh SGD156.000, dan Mangapul menerima SGD36.000.
Ketiga hakim tersebut dinilai melanggar Pasal 12 huruf c jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Â
Reporter: Rahmat Baihaqi
Sumber: Merdeka.com
Advertisement