Liputan6.com, Jakarta Wacana kenaikan PPN 12% mendapatkan beragam respon dari masyarakat. Tak sedikit yang beranggapan jika kenaikan tersebut benar-benar diberlakukan pada 2025 mendatang, akan membuat masyarakat berdampak.
Terkait hal itu, Direktur Parameter Politik Indonesia (PPI) Adi Prayitno menilai sejatinya mudah untuk mengakhiri polemik tersebut. Kuncinya, adalah kemauan politik atau political will dari Presiden Prabowo Subianto untuk mengajukan inisiatif perubahan ke DPR.
Baca Juga
"Kalau mau diubah itu peraturan kan mudah. Merem saja beres. Mumpung Istana-DPR akur," celetuk Adi di akun instagram pribadinya, seperti dikutip Rabu (25/12/2024).
Advertisement
Adi percaya, jika ada niat untuk mengubah aturan terkait kenikan PPN 12%, mestinya hal itu semudah membalik telapak tangan.
Mengingat mayoritas fraksi di DPR adalah pendukung koalisi pemerintahan Prabowo-Gibran. Hasilnya, rakyat tidak lagi disuguhi narasi saling menyalahkan.
"Kan, di negara ini tak ada yang sulit mengubah aturan dalam waktu kilat," singgung dia.
Sebelumnya, Saling serang antara fraksi KIM Plus di DPR vs Fraksi PDIP DPR RI masih berlanjut.
Semua fraksi kompak menyalahkan PDIP yang disebut turut menyetujui Undang-Undang atau UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang menjadi dasar kenaikan PPN 12%.
Jubir Tegaskan PDIP Tidak Menolak Kenaikan PPN 12%, Tapi Minta Pemerintah Kaji Ulang
Juru Bicara DPP PDIP Chico Hakim menegaskan, PDIP bukan inisiator UU tersebut.
"Inisiator UU HPP itu pemerintah melalui Kementerian Keuangan. Komisi 12 waktu itu dipimpin oleh Fraksi Golkar dan oleh komisi menunjuk Ketua Panja dari PDIP," ujar Jubir DPP PDIP Chico pada wartawan, Senin (24/12/2024).
"Jadi salah besar kalau dikatakan inisiatornya adalah PDIP. Dan lebih salah lagi kalau dikatakan PDIP harus bertanggung jawab karena UU HPP itu adalah produk DPR RI secara kelembagaan. Saat itu ada 8 Fraksi yang menyetujui," sambung dia.
Menurut Chico, yang menjadi fokus saat ini sehatusnya bukan siapa inisiator, namun apa solusi agar tak ada kenaikan pajak.
"Tetapi akan masalahnya bukan soal siapa yg inisiasi atau bertanggung jawab, melainkan bagaimana mencari jalan keluar," kata dia.
Advertisement
Pemerintah Bagikan Insentif dan Stimulus untuk Masyarakat Menengah ke Bawah
Direktorat Jenderal Pajak menjabarkan pemberian paket insentif ekonomi untuk kesejahteraan tersebut akan melengkapi berbagai program pemerintah yang saat ini telah dianggarkan dalam APBN 2025, khususnya yang berkaitan langsung dengan masyarakat, seperti pendidikan sebesar Rp722,6 triliun antara lain untuk peningkatan akses dan kualitas pendidikan (PIP, KIP Kuliah, BOS, BOP Paud, dan beasiswa LPDP), makan bergizi anak sekolah. Kemudian, program perlindungan sosial sebesar Rp504,7 triliun antara lain PKH, Kartu Sembako, PIP, dan KIP Kuliah.
Selain itu, ada program kesehatan sebesar Rp197,8 triliun antara lain percepatan penurunan stunting dan penurunan kasus TBC, pemeriksaan kesehatan gratis, dan program JKN.
Ada pula program ketahanan pangan sebesar Rp124,4 triliun antara lain ekstensifikasi lahan pertanian beserta sarana dan prasarananya, lumbung pangan dan akses pembiayaan petani, serta penguatan cadangan pangan nasional. Total paket insentif ekonomi di atas sebesar Rp1.549,5 triliun (51,56% dari total penerimaan APBN 2025).
“Pemberian paket insentif ekonomi untuk kesejahteraan tersebut akan melengkapi berbagai program pemerintah yang saat ini telah dianggarkan dalam APBN 2025, khususnya yang berkaitan langsung dengan masyarakat menengah ke bawah,” jelas Dwi Astuti, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat.