Liputan6.com, Jakarta Presiden Prabowo Subianto memberikan kesempatan kepada para koruptor untuk bertobat dan mengembalikan uang rakyat yang telah dicuri, apabila mereka mengembalikan uang rakyat. Hal ini pun menuai pro dan kontra.
Terkait hal itu, Ketua Mahkamah Agung (MA) Sunarto mengaku, tak mau berkomentar jauh soal pernyataan Presiden Prabowo tersebut.
Baca Juga
"Masalah ada wacana pengampunan mohon maaf kami tidak akan berkomentar," kata Sunarto, kepada wartawan di Mahkamah Agung, Jakarta Pusat, Jumat (27/12/2024).
Advertisement
Sebab, dia menilai hal tersebut merupakan kewenangan dari Prabowo sekalu kepala negara.
"Ini kewenangan atau prerogratif dari presiden selaku kepala negara Jadi kami tidak akan mengomentari masalah ini," imbuh dia.
Sebelumnya, Prabowo mengatakan, dirinya akan memaafkan para koruptor apabila mereka mengembalikan uang rakyat.
"Saya dalam minggu-minggu ini, bulan-bulan ini, saya dalam rangka memberi apa istilahnya tuh memberi kesempatan, memberi kesempatan untuk tobat. Hai para koruptor atau yang merasa pernah mencuri dari rakyat, kalau kau kembalikan yang kau curi, ya mungkin kita maafkan, tapi kembalikan dong," kata Prabowo saat bertemu mahasiswa Indonesia di Universitas Al-Azhar Mesir, dilihat di Youtube Sekretariat Presiden, Kamis (19/12/2024).
"Nanti kita beri kesempatan cara mengembalikannya bisa diam-diam supaya enggak ketahuan, mengembalikan lho ya, tapi kembalikan," ujarnya.
Selain itu, Prabowo juga meminta pihak-pihak yang telah menerima fasilitas dari negara untuk membayar kewajibannya. Dia berjanji tak akan mengungkit masalah ini apabila mereka taat hukum dan kewajiban.
"Kemudian hai kalian-kalian yang sudah menerima fasilitas dari bangsa dan negara, bayarlah kewajibanmu. Asal kau bayar kewajibanmu, taat kepada hukum, sudah kita menghadap masa depan. Kita tidak ungkit-ungkit yang dulu," ujar Prabowo Subianto.
Â
Â
Pertanyakan Efektifitas
Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, mempertanyakan efektifitas pernyataan Prabowo. Ia mengatakan korupsi sekarang dilakukan dengan cara-cara cerdas. Bahkan yang disidangkan saja, kata dia, masih mengaku tidak korupsi.
"Nah, bagaimana caranya kemudian koruptor seakan-akan diambil hatinya supaya mengembalikan uang yang dicuri. Itu kan gak mungkin rasanya mereka akan mengaku dan menyerahkan kepada pemerintah sesuai anjuran Pak Prabowo. Wong diproses hukum saja, mereka masih mangkir," kata Boyamin kepada Liputan6.com, Jumat (20/12/2024).
Ia menjelaskan, secara hukum, gagasan Prabowo memang memungkinkan. Namun, pelaksanaannya bakal sulit.
"Saya tidak pada posisi mendukung atau menolak, tapi sebagai upaya itu boleh, karena memang kita harus maju ke depan kalau memang ada yang bertobat dan kembalikan uangnya diampuni, boleh, gak masalah, itu kan strategi mengembalikan uang yang telah dicuri. Karena kalau nanti disidangkan, belum tentu uang pengganti maksimal, malah kita kehabisan biaya untuk menangani perkara pemberantasan korupsi dan penegakan hukumnya," tambah Boyamin.
Ia melanjutkan, pasal 4 UU No 31 tahun 1999 tentang pemberantasan korupsi dengan tegas mengatakan pengembalian kerugian negara tidak menghapus pidana. Tapi, Presiden melalui Kejaksaan bisa tidak meneruskan penuntutan.
"Itu kan punya diskresi istilah pemerintah, kalau Kejaksaan Agung deponering masih dimungkinkan itu. Kalau diketahui mereka melakukan korupsi dengan niat jahatnya sudah kelihatan dengan mens reanya, istilahnya begitu, tidak diampuni, tapi kalau mereka hanya kesalahanan prosedur atau apapun berkaitan dengan keperdataan, sebenarnya susah, pasal itu ada orang korupsi itu pasti ada niat jahatnya. Tapi, masih ada beberapa kasus kemudian dinyatakan perbuatan perdata. Artinya dikembalikan barangnya," ucap Boyamin.Â
Advertisement
Sebaiknya Dorong RUU Perampasan Aset
Koordinator ICW, Agus Sunaryanto, mengatakan ketimbang berwacana untuk memaafkan koruptor, Presiden Prabowo sebaiknya fokus untuk mendorong percepatan pembahasan RUU Perampasan Aset sebagaimana telah tertuang dalam dokumen astacita terkait komitmen untuk memperkuat reformasi politik, hukum, dan birokrasi, serta memperkuat pencegahan dan pemberantasan korupsi.
"Langkah konkret yang bisa dilakukan Prabowo adalah segera mengirimkan Surat Presiden (Surpres) untuk menjadikan RUU Perampasan Aset sebagai prioritas utama untuk segera dibahas di DPR," kata Agus kepada Liputan6.com, Jumat (20/12/2024).
Selain itu, ketika RUU ini disahkan juga dapat memulihkan aset negara untuk kemudian dimanfaatkan dalam mendukung percepatan sejumlah program prioritas pemerintah.
Sementara Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Charles Simabura, mengatakan jika pemberantasan korupsi mau dikonkretkan, maka RUU Perampasan Aset harus didorong.
"Tapi sayangnya itu tidak masuk prolegnas. Jadi, komitmen ini bertolak belakang dan saya tidak tahu apakah presiden tahu prioritas dari UU kita tahun depan. Karena kalau statement beliau tersebut seiring dengan perampasan aset, maka undang-undang itu seharusnya masuk ke dalam prolegnas," kata Charles kepada Liputan6.com, Jumat (20/12/2024).
Jadi, kata dia, mudah-mudahan ini menjadi pengingat untuk jajaran di bawah Prabowo. "Karena biasanya kan presiden itu perintahnya politik yang umum, tapi menurut saya untuk bangsa itu harus konkret."
Sehingga implementasi dan arahan yang mengatakan akan menindak tegas, yang tidak mengaku akan dikejar secara normatif, satu-satunya jalan adalah UU Perampasan Aset.
Â
Â
Â
Reporter: Alma Fikhasari/Merdeka.com