Sukses

3 Fakta Pembatalan Keberangkatan 8 Wanita Pekerja Migran ke UEA

Sebanyak 8 wanita pekerja migran asal sejumlah daerah digagalkan keberangkatannya untuk bekerja ke Uni Emirat Arab melalui jalur nonprosedural atau ilegal.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia / Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia menduga, ada pemalsuan paspor dalam upaya pemberangkatkan 8 perempuan asal Indonesia secara nonprosedural sebagai pekerja migran ke Uni Emirat Arab (UEA).

Sebab, Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) menemukan, ada 7 paspor dengan nama berbeda pada saat pengamanan 8 korban asal NTB, Jawa Barat, dan Lampung di Bogor tersebut.

"Jadi ditemukan ada 7 paspor, dengan nama berbeda. Semua sudah sama polisi untuk penyidikan. Tapi ada dugaan pemalsuan, nama dan fotonya mirip-mirip, kemudian digunakan, seperti itu," ungkap Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia / Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, Abdul Kadir Karding di Shalter Pekerja Migran Indonesia Tangerang, Komplek Aeroland Residence Kota Tangerang, Kamis 26 Desember 2024.

Karding menilai, jika sudah ada temuan tersebut, maka diduga ada upaya TPPO, bukan saja upaya penyaluran pekerja migran nonprosedural.

"Paspor yang ditemukan itu bukan milik mereka, karena saat ditanya kemana paspor mereka pun tidak tahu. Ditanya pergi ke sana pakai visa apa, juga mereka tidak tahu," katanya.

Meski tidak jelas, ke-8 korban tersebut mengaku tetap tertarik untuk bekerja di luar negeri. Sebab dari modus yang diselidiki, para korban dijanjikan berangkat tanpa syarat yang sulit dan gaji yang besar, yakni Rp 5juta per bulan sebagai asisten rumah tangga.

Berikut fakta terkait pembatalan keberangkatan 8 wanita pekerja migran ke UEA, dihimpun Tim News Liputan6.com:

 

2 dari 4 halaman

Dijanjikan Digaji Rp 5 Juta

Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia Abdul Kadir Karding mengatakan, setelah melalui proses penyidikan, ke-8 korban tersebut ternyata dijanjikan akan digaji sebesar Rp5 juta sebagai asisten rumah tangga. Namun sebelumnya, ke-8 orang ini juga dijanjikan akan mendapatkan fee di awal, yakni Rp5 juga hingga Rp9 juta per orangnya.

"Meski begitu, sebagai awal, kita pulangkan ke rumahnya dan seandainya mereka tetap berangkat, maka akan kita bantu fasilitas mengikuti jalur yang resmi," kata dia.

Kasus ini pun masih terus didalami atas dugaan adanya tersangka lain hingga berjumlah 4 orang, bahkan ada tersangka atau dugaan jaringan di negara yang akan dituju.

"Kami akan terus dalami, kejar semua tersangkanya. Dengan ancaman hukuman kurungan 10 tahun penjara dan denda 15 miliar," tegas Menteri Karding.

3 dari 4 halaman

Diberangkatkan ke UEA, Dilewatkan ke Surabaya

Sebanyak 8 wanita asal empat daerah sebelumnya berhasil digagalkan keberangkatannya untuk bekerja ke Uni Emirat Arab melalui jalur nonprosedural atau ilegal.

Mereka diamankan di Shalter Pekerja Migran Indonesia Tangerang, Kompleks Aeroland Residence Kota Tangerang, Kamis 26 Desember 2024.

"Rencananya akan diberangkatkan ke UEA atau Abu Dhabi, dan akan dilewatkan ke Surabaya. Untuk itu karena hasil penelusuran tim bersama Polisi, bahwa disimpulkan ini adalah upaya pemberangkatan non procedural," kata Karding.

 

4 dari 4 halaman

Akan Terus Kejar Pelaku

Menteri Abdul Kadir Karding berjanji terus mendalami dan mencari aktor-aktor lain dalam pengungkapan delapan CPMI ilegal itu. Sebab dua orang terduga pelaku lain dalam jaringan tersebut, diketahui bekerja di Dubai.

"Kita akan kejar, sejauh siapa-siapa yang membantu akan kita proses,” ujarnya.

Dari pengungkapan perkara itu, P2MI mengaku mendapati 7 paspor milik orang lain yang diduga juga akan digunakan agen penempatan kerja luar negeri ilegal ini untuk disalahgunakan. Sementara dua orang selaku calo penempatan kerja ilegal ini juga telah diamankan Kepolisian. Dilansir dari merdeka.com.

Video Terkini