Liputan6.com, Jakarta Ketua Komisi III DPR Habiburokhman angkat bicara soal kritikan mantan Menko Polhukam Mahfud MD soal wacana Presiden Prabowo Subianto yang akan memaafkan koruptor dengan sejumlah syarat.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra ini meminta Mahfud MD tidak menghasut publik bahwa Presiden Prabowo sedang mengajarkan pelanggaran hukum.
Baca Juga
“Jadi Pak Mahfud jangan menghasut bahwa Pak Prabowo mengajarkan pelanggaran hukum. Mahfud ini orang gagal, dia sendiri menilai dia gagal, lima tahun sebagai Menko Polhukam dengan memberi skor 5 dalam penegakan hukum. Apa yang mau dinilai dari Mahfud MD gitu kan. Jadi itu aja, saya males, capek kita berdebat,” ujar Habiburokhman di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (27/12/2024).
Advertisement
Dia menyebut Prabowo bukan tokoh yang suka melanggar hukum dalam membuat kebijakan.
“Enggak mungkin Pak Prabowo itu intruksikan untuk mengabaikan berbagai peraturan perundang-undangan,” kata Habiburokhman.
Dia meminta Mahfud MD tidak memperdebatkan hukum dengan kritikan tang remeh temeh tanpa substansi.
“Kita memperdebatkan hal yamg remeh temeh, tapi melupakan hal paling substansi, pemberantasan korupsi. Tinggal saja kepolisian, kejaksaan, KPK meterjemahkan arahan Pak Prabowo sesuai dengan hukum dan UU yang berlaku,” pungkasnya.
Mahfud MD Kritisi Ide Prabowo yang Mau Maafkan Koruptor
Presiden Prabowo Subianto memberikan kesempatan kepada para koruptor untuk bertobat dan mengembalikan uang rakyat yang telah dicuri dengan catatan apabila mereka mengembalikan uang rakyat.
Namun, rencana tersebut dikritisi oleh mantan Menko Polhukam Mahfud MD. Menurut dia, memaafkan tindak pidana korupsi sama saja melanggar pasal 55 KUHP.
Permasalahan korupsi di dalam negeri dikatakan dia sudah terlalu kompleks. Belum lagi dengan memberikan maaf kepada koruptor atas perbuatannya semakin membuat penindakan korupsi di dalam negeri tumpul.
"Padahal itu kompleks sekali, komplikasinya akan membuat semakin rusak lah bagi dunia hukum, sebab itu hati-hati lah," jelas Mahfud.
Sebelumnya, Prabowo mengatakan, dirinya akan memaafkan para koruptor apabila mereka mengembalikan uang rakyat.
"Saya dalam minggu-minggu ini, bulan-bulan ini, saya dalam rangka memberi apa istilahnya tuh memberi kesempatan, memberi kesempatan untuk tobat. Hai para koruptor atau yang merasa pernah mencuri dari rakyat, kalau kau kembalikan yang kau curi, ya mungkin kita maafkan, tapi kembalikan dong," kata Prabowo saat bertemu mahasiswa Indonesia di Universitas Al-Azhar Mesir, dilihat di Youtube Sekretariat Presiden, Kamis (19/12/2024).
"Nanti kita beri kesempatan cara mengembalikannya bisa diam-diam supaya enggak ketahuan, mengembalikan lho ya, tapi kembalikan," ujarnya.
Advertisement
Efektifitas Dipertanyakan
Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, mempertanyakan efektifitas pernyataan Prabowo. Ia mengatakan korupsi sekarang dilakukan dengan cara-cara cerdas. Bahkan yang disidangkan saja, kata dia, masih mengaku tidak korupsi.
"Nah, bagaimana caranya kemudian koruptor seakan-akan diambil hatinya supaya mengembalikan uang yang dicuri. Itu kan gak mungkin rasanya mereka akan mengaku dan menyerahkan kepada pemerintah sesuai anjuran Pak Prabowo. Wong diproses hukum saja, mereka masih mangkir," kata Boyamin kepada Liputan6.com, Jumat (20/12/2024).
Ia menjelaskan, secara hukum, gagasan Prabowo memang memungkinkan. Namun, pelaksanaannya bakal sulit.
"Saya tidak pada posisi mendukung atau menolak, tapi sebagai upaya itu boleh, karena memang kita harus maju ke depan kalau memang ada yang bertobat dan kembalikan uangnya diampuni, boleh, gak masalah, itu kan strategi mengembalikan uang yang telah dicuri. Karena kalau nanti disidangkan, belum tentu uang pengganti maksimal, malah kita kehabisan biaya untuk menangani perkara pemberantasan korupsi dan penegakan hukumnya," tambah Boyamin.
Ia melanjutkan, pasal 4 UU No 31 tahun 1999 tentang pemberantasan korupsi dengan tegas mengatakan pengembalian kerugian negara tidak menghapus pidana. Tapi, Presiden melalui Kejaksaan bisa tidak meneruskan penuntutan.
"Itu kan punya diskresi istilah pemerintah, kalau Kejaksaan Agung deponering masih dimungkinkan itu. Kalau diketahui mereka melakukan korupsi dengan niat jahatnya sudah kelihatan dengan mens reanya, istilahnya begitu, tidak diampuni, tapi kalau mereka hanya kesalahanan prosedur atau apapun berkaitan dengan keperdataan, sebenarnya susah, pasal itu ada orang korupsi itu pasti ada niat jahatnya. Tapi, masih ada beberapa kasus kemudian dinyatakan perbuatan perdata. Artinya dikembalikan barangnya," ucap Boyamin.