Liputan6.com, Jakarta Ketua umum partai politik yang tergabung dalam pemerintahan berkumpul di kediaman Presiden sekaligus Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto di Kertanegara, Jakarta, Sabtu sore (28/12/2024).
Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengungkapkan pertemuan para ketua umum partai politik dengan Prabowo merupakan pembahasan internal.
Baca Juga
"Internal, internal. Antarketua umum," ujar AHY saat diwawancarai di Indonesia Arena, Senayan, Jakarta, Sabtu malam.
Advertisement
Saat dipertegas apakah membahas soal wacana PDIP bergabung dengan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, AHY membantahnya. Dia hanya menyebut pertemuan tersebut membahas urusan politik.
"Enggak, enggak bahas (soal PDIP gabung kabinet). Bahas urusan politik. Nanti lagi ya," ujar AHY.
Sementara itu, Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia mengatakan, pertemuan para ketua umum parpol hanya sebatas diskusi biasa menjelang akhir tahun 2024.
"Kumpul-kumpul aja, mau nemenin Pak Presiden jalan ke (acara) Natal. Diskusi-diskusi biasa karena mau menjelang akhir tahun, bagaimana ke depan," kata Bahlil.
Saat ditanya apakah membahas soal peluang PDIP gabung kabinet Prabowo, termasuk apakah membicarakan soal penetapan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto sebagai tersanga, Bahlil membantahnya.
"Enggak ada, enggak ada. Itu urusan hukum," tegas Bahlil.
Sejumlah ketua umum partai politik yang mayoritas bergabung di Koalisi Indonesia Maju (KIM) menyambangi kediaman Presiden yang juga Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto, di Kertanegara, Jakarta, Sabtu sore (28/12/2024).
Berdasarkan pantuan di lokasi, ketum parpol yang hadir di kediaman Prabowo di antaranya, Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan, Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia, hingga Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
Prabowo Dapat Sentimen Negatif soal Wacana Kepala Daerah Dipilih DPRD
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia (PPI), Adi Prayitno, menyebut isu kepala daerah dipilih DPRD pasti mendapatkan sentimen negatif dari publik. Menurutnya, hal ini adalah kemunduran demokrasi.
Hal ini disampaikan Adi menanggapi Lingkaran Survei Indonesia Denny JA (LSI Denny JA) yang mewanti-wanti potensi merosotnya kepercayaan publik kepada Prabowo Prabowo Subianto akibat isu kepala daerah dipilih DPRD. Sebab, wacana yang diusulkan Prabowo ini mendapat sentimen negatif dan penentangan dari publik.
"Jelas sentimen negatif kalau pilkada oleh DPRD, itu langkah mundur demokrasi," kata Adi saat dihubungi, Jumat (27/12/2024).
Pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu menyebut, wacana pilkada melalui DPRD mengebiri hak politik rakyat karena pasca-reformasi pemilihan pemimpin dilakukan secara langsung, bukan perwakilan.
Dia melanjutkan, calom kepala daerah dipilih DPRD berpotensi melahirkan calon tunggal lantaran semua partai bakal berkongsi dengan siapa pun pemenang pilpres atas nama koalisi besar.
"Buktinya, di pilkada serentak kemarin koalisi mayoritas banyak terjadi dan mengeroyok calon yang dari satu partai," ucap Adi.
Selain itu, kata Adi, wacana kepala daerah dipilih DPRD bisa memunculkan calon jadi-jadian demi menghindari calon tunggal karena sentimen koalisi besar. Sehingga, dikesankan diciptakan penantang, namun penantang itu sebatas formalis dan mudah dikalahkan.
"Meski dipilih DPRD, politik uang potensial masih terjadi ke DPRD yang punya suara memilih. Untuk dapat dukungan partai saja ada maharnya, apalagi untuk dapat dukungan DPRD untuk jadi kepala daerah pasti ada mahar juga," pungkasnya.
Wacana untuk mengembalikan mekanisme pilkada melalui DPRD kembali mencuat. Gagasan itu sempat mengemuka pada era SBY dan Jokowi. Namun redup karena tidak populer dan ditentang publik.
Wacana itu kini muncul lagi. Presiden Prabowo Subianto kembali menyuarakan kepala daerah dipilih DPRD. Alasannya, jika calon kepala daerah dipilih DPRD bisa lebih efisien. Anggaran negara pun bisa dimanfaatkan untuk hal lain. Wacana ini pun kembali menuai pro dan kontra.
Â
Reporter: Alma Fikhasari
Sumber: Merdeka.com
Advertisement