Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum Dewan Perwakilan Daerah Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (Ketum DPD IMM) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) Sarkawi menilai, mencuatnya angka kasus korupsi timah Rp300 Triliun telah berhasil menyita perhatian publik. Bahkan telah membuat kehebohan masyarakat nasional, terutama di Bumi Serumpun Sebalai.
"Angka Rp300 Triliun ini semakin menjadi buah bibir di masyarakat, di media sosial juga semakin menjadi-jadi, hal ini mengakibatkan publik penasaran seperti apa angka yang fantastis ini," ujar Sarkawi melalui keterangan tertulis, Rabu (8/1/2025).
Menurut dia, angka ini berawal sebesar kasus korupsi timah Rp 271 Triliun yang merupakan hasil taksiran dari Prof BHS. Setelah mencuat di permukaan, Sarkawi menyebut, perhatian publik tersedot pada angka tersebut, memunculkan banyak rasa penasaran.
Advertisement
"Kita disini ingin menyampaikan bahwa angka Rp300 Triliun itu bukan uang tunai, makanya kita heran kok yang berkembang di media sosial seolah-olah itu uang tunai. Kami pun menyesalkan beberapa konten juga kerap melakukan perbandingan nominal dengan kasus-kasus korupsi lainnya," kata dia.
Di era keterbukan seperti saat ini, Sarkawi meminta kepada masyarakat untuk tetap kondusif dan tidak mudah terprovokasi.
Selain itu, ia juga berharap agar angka Rp300 Triliun dapat dibuktikan sehingga tidak menjebak persepsi banyak pihak.
"Kami mendesak untuk BPK melakukan hitung ulang dan Metode yang digunakan sehingga munculnya angka Rp300 Triliun patut dipertanyakan dan dibuktikan," terang Sakrkawi.
"Hemat kami, angka ini lebih menyerupai potensi kerugian, bukan kerugian uang nyata. Komponen apa saja sih yang ada dalam angka tersebut, hasilnya dari penjumlahan angka apa saja," sambung dia.
Â
Kerugian Lingkungan
Sarkawi menuturkan, salah satu komponen besar dalam kasus ini adalah kerugian lingkungan. Ia mengatakan, menghitung kerugian lingkungan hingga kini masih menjadi bahan perdebatan diantara para ahli.
"Barang ini masih sulit, masih menjadi perdebatan para ahli. Kemudian siapa yang memiliki kompetensi untuk mengevaluasi data terkait dengan kerugian lingkungan ini," ucap Sarkawi.
"Kasus ini banyak menimbulkan pertanyaan, perlu kita telaah lebih dalam akarnya, yakni metode penghitungan yang memunculkan angka fantastis tersebut," tandas dia.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan mengambil langkah hukum banding atas putusan atau vonis sejumlah terdakwa di kasus korupsi komoditas timah, salah satunya terhadap Harvey Moeis. Di samping itu, ada satu putusan majelis hakim yang diterima jaksa.
"Menyatakan upaya hukum banding perkara atas nama Harvey Moeis," tutur Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar dalam keterangannya, Minggu 29 Desember 2024.
Â
Advertisement
Kejagung Banding Vonis Harvey Moeis Dkk di Kasus Korupsi Timah
Harvey Moeis dijatuhi vonis 6 tahun 6 bulan penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, sementara jaksa menuntut pidana penjara 12 tahun.
Hakim juga menjatuhkan pidana uang pengganti terhadap Harvey Moeis sebesar Rp210 miliar subsidair dua tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsidair enam bulan kurungan, berbeda dengan tuntutan jaksa yakni uang pengganti Rp210 miliar subsidair enam tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsidair satu tahun kurungan.
Selain terhadap Harvey Moeis, upaya banding juga dilakukan terhadap terdakwa Suwito Gunawan alias Awi yang divonis pidana penjara 8 tahun, uang pengganti Rp2,2 triliun subsidair enam tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsidair enam bulan kurungan.
Sementara jaksa menuntut pidana penjara 14 tahun, uang pengganti Rp2,2 triliun subsidair delapan tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsidair satu tahun kurungan.
Terdakwa Robert Indarto divonis pidana penjara 8 tahun, uang pengganti Rp1,9 triliun subsidair enam tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsidair enam bulan kurungan. Sementara jaksa menuntut pidana penjara 14 tahun, uang pengganti Rp1,9 triliun subsidair enam tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsidair enam bulan kurungan.
Terdakwa Reza Andriansyah divonis pidana penjara 5 tahun dan denda Rp750 juta subsidair 3 bulan kurungan. Sementara jaksa menuntut pidana penjara 8 tahun dan denda Rp750 juta subsidair enam bulan kurungan.
Â
Terdakwa Lainnya
Terdakwa Suparta divonis pidana penjara 8 tahun, uang pengganti Rp4,5 triliun subsidair enam tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsidair enam bulan kurungan.
Sementara jaksa menuntut pidana penjara 14 tahun, uang pengganti Rp4,5 triliun subsidair delapan tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsidair satu tahun kurungan.
Terdakwa Tamron alias Aon divonis pidana penjara 8 tahun, uang pengganti Rp3.598.990.640.663,67 subsidair lima tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsidair enam bulan kurungan. Sementara jaksa menuntut pidana penjara penjara selama 14 tahun, uang pengganti sebesar Rp3.660.991.640.663,67; subsidair delapan tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsidair 1 tahun kurungan.
Terdakwa Kwanyung alias Buyung divonis pidana penjara lima tahun dan denda Rp750 juta subsidair enam bulan kurungan, sementara jaksa menuntut pidana penjara 8 tahun.
Terdakwa Hasan Tjie divonis pidana penjara lima tahun dan denda Rp750 juta subsidair enam bulan kurungan, sementara jaksa menuntut pidana penjara 8 tahun.
Â
Advertisement
Alasan Banding
Terdakwa Achmad Albani divonis pidana penjara lima tahun dan denda Rp750 juta subsidair enam bulan kurungan, sementara jaksa menuntut pidana penjara 8 tahun.
"Adapun alasan menyatakan banding terhadap terdakwa karena putusan pengadilan masih belum memenuhi rasa keadilan masyarakat. Majelis Hakim tidak mempertimbangkan dampak yang dirasakan masyarakat terhadap kerusakan lingkungan akibat perbuatan para terdakwa serta terjadi kerugian negara yang sangat besar," kata Harli.
Adapun Kejagung menerima vonis majelis hakim alias tidak mengajukan banding terhadap satu terdakwa, yakni Rosalina yang diputus pidana penjara 4 tahun dan denda Rp750 juta subsidair enam bulan kurungan. Sementara jaksa menuntut pidana penjara 6 tahun.
"Alasan menerima putusan majelis hakim karena telah memenuhi dua per tiga dari tuntutan JPU dan yang bersangkutan tidak menikmati hasil korupsi sehingga tidak dikenakan untuk membayar uang pengganti," Harli menandaskan.