Liputan6.com, Jakarta - Terdakwa kasus korupsi komoditas timah, Harvey Moeis kembali bikin geger publik. Belum juga mereda polemik terkait vonis ringan atas kasus korupsi yang merugikan negara hingga mencapai Rp300 triliun, Harvey Moeis dan istrinya, Sandra Dewi kini dicibir dan dikecam masyarakat lantaran dianggap mengambil hak rakyat miskin.
Pasangan selebritis dan pengusaha itu diketahui terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan kelas 3. Harvey Moeis dan Sandra Dewi tercatat sebagai Penerima Bantuan Iuran dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah atau PBI APBD Pemerintah Provinsi Jakarta. Artinya, iuran BPJS Kesehatan keduanya dibiayai oleh negara.
Baca Juga
Fakta mengejutkan ini terungkap setelah warganet yang kecewa atas vonis ringan kasus korupsi timah ini membeberkan data pribadi Harvey Moeis dan Sandra Dewi di media sosial. Selanjutnya warganet lain turut mengorek soal status BPJS Kesehatan pasangan suami-istri (Pasutri) tersebut.
Advertisement
Sontak temuan soal status BPJS Kesehatan Harvey Moeis dan Sandra Dewi yang dianggap tak wajar ini menjadi trending topik dan viral di media sosial pada akhir pekan lalu. Warganet mempertanyakan keabsahan dan keadilan dari kebijakan pemerintah, mengingat pasangan ini dikenal sebagai figur publik dengan gaya hidup mewah.
Menanggapi polemik ini, Kepala Humas BPJS Kesehatan Rizzky Anugerah mengkonfirmasi kebenaran status BPJS Kesehatan Harvey Moeis dan Sandra Dewi seperti yang tengah jadi perbincangan publik.
"Hasil pengecekan data, nama yang bersangkutan masuk kedalam segmen PBPU Pemda (nomenklatur lama PBI APBD) Pemprov DKI Jakarta," kata dia kepada Liputan6.com, Minggu (29/12/2024).
Rizzy pun menjelaskan bahwa terdapat beberapa segmen iuran yang dibayarkan oleh pemerintah. Pertama, segmen Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI JK), yaitu jaminan kesehatan yang diperuntukkan bagi fakir miskin maupun orang yang tidak mampu dengan hak kelas 3.
"Segmen ini merupakan segmen peserta yang didaftarkan dan dibiayai oleh pemerintah pusat. Daftar nama-nama peserta pada segmen ini mengacu pada Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang ditetapkan oleh Kementerian Sosial dan diperbarui secara berkala," ujarnya.
Kedua, penduduk yang didaftarkan dan iurannya dibayarkan oleh pemerintah daerah dengan hak kelas rawat 3, atau sering disebut dengan segmen Pekerja Bukan Penerima Upah yang dibayarkan Pemda (PBPU Pemda).
Pada segmen ini, persyaratannya tidak harus fakir miskin maupun orang yang tidak mampu, melainkan seluruh penduduk pada suatu daerah yang belum terdaftar sebagai peserta Program JKN dan bersedia diberikan hak kelas 3. "Adapun nama-nama yang termasuk dalam segmen PBPU Pemda ini, sepenuhnya ditetapkan oleh pemerintah daerah setempat," ucap Rizzky.
Pemerintah Provinsi Jakarta melalui Dinas Kesehatan (Dinkes) Jakarta juga membenarkan bahwa terdakwa kasus korupsi timah Harvey Moeis dan istrinya terdaftar sebagai peserta PBI APBD dalam program BPJS Kesehatan.
Kepala Dinas Kesehatan Jakarta, Ani Ruspitawati menjelaskan, fenomena ini terjadi buntut dari kebijakan Pemprov Jakarta dalam melaksanakan percepatan Universal Health Coverage (UHC) dengan tujuan memastikan seluruh penduduk DKI Jakarta memiliki akses terhadap layanan kesehatan.
Menurut dia, Pemprov Jakarta berkomitmen untuk terus mendorong kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) tanpa memandang status sosial ekonomi warga, guna memenuhi hak kesehatan bagi seluruh warga Jakarta, sebagai implementasi kebijakan UHC dari pemerintah pusat.
"Sesuai dengan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 169 Tahun 2016 tentang Kepesertaan dan Jaminan Pelayanan Kesehatan, pada periode 2017-2018, Pemprov DKI Jakarta melaksanakan percepatan Universal Health Coverage (UHC) dengan tujuan memastikan seluruh penduduk DKI Jakarta memiliki akses terhadap layanan kesehatan," katanya dalam siaran pers, seperti dikutip, Senin (30/12/2024).
Pada masa itu, lanjut Ani, Pemprov DKI Jakarta memiliki target dari pemerintah pusat untuk mendaftarkan sebanyak 95 persen penduduk sebagai peserta JKN. Kebijakan ini bertujuan untuk memberikan perlindungan kesehatan bagi seluruh warga Jakarta.
“Pergub itu komitmen Pemprov DKI Jakarta untuk memberikan akses layanan kesehatan kepada seluruh masyarakat yang belum terdaftar dalam JKN. Pergub melindungi hak penuh kesehatan masyarakat Jakarta,” imbuhnya.
Selanjutnya penduduk yang memenuhi kriteria administratif, seperti memiliki KTP DKI Jakarta dan bersedia dirawat di kelas 3, pada saat itu dapat didaftarkan oleh perangkat daerah setempat (lurah/camat) sebagai peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) APBD.
"Termasuk Harvey Moeis dan Sandra Dewi. Keduanya terdaftar sejak 1 Maret 2018. Namun, sejak 2020, Pemprov DKI Jakarta berproses menata ulang data penerima PBI APBD agar lebih tepat sasaran," ucap Ani.
Adapun kepesertaan BPJS Kesehatan terbagi dalam empat segmen, di antaranya:
- Pekerja Penerima Upah (PPU), adalah peserta yang didaftarkan oleh pemberi kerja;
- Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI JK), adalah peserta yang iurannya ditanggung oleh pemerintah pusat untuk fakir miskin dan masyarakat tidak mampu;
- Pekerja Bukan Penerima Upah dan Bukan Pekerja/Peserta Mandiri (PBPU BP), adalah peserta yang membayar iurannya sendiri; dan
- Penerima Bantuan Iuran Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (PBI APBD), adalah peserta yang preminya ditanggung oleh Pemerintah Daerah melalui APBD.
Aparat Penegak Hukum Perlu Turun Tangan
Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah menilai ada unsur penyimpangan dalam kasus terdaftarnya Harvey Moeis dan Sandra Dewi sebagai peserta BPJS Kesehatan kelas 3 yang dibiayai negara. Sebab, menurut dia, penerima bantuan iuran BPJS Kesehatan dari APBD seharusnya adalah masyarakat miskin, bukan orang kaya.
"Kemudian PBI jatuh kepada orang seperti Harvey Moeis, ini berarti ada penyimpangan yang sifatnya sengaja, sengaja dari dua pihak, dari pihak Harvey Moeis dan terutama adalah BPJS sendiri yang menyetujui, sehingga ini dia bisa terdaftar sebagai kelas 3," ujar Trubus saat dihubungi Liputan6.com, Selasa (31/12/2024).
"Ini jelas merupakan sebuah perbuatan yang menurut saya sangat tidak memberikan keteladanan ya, jadi buruk bagi masyarakat," katanya menambahkan.
Trubus melihat, kasus Harvey Moeis ini adalah fenomena gunung es permasalahan pengelolaan BPJS Kesehatan. Dia yakin, masih banyak orang-orang dengan ekonomi mapan yang juga menikmati fasilitas negara sebagai PBI APBD.
"Ini seperti fenomena gunung es saja, karena kebetulan ini kan sedang mengalami masalah hukum, sehingga ketahuan. Tetapi yang tidak terketahuan lebih banyak lagi," ucapnya.
Dia tidak percaya begitu saja penjelasan dari BPJS Kesehatan maupun Pemprov Jakarta terkait polemik status PBI APBD Harvey Moeis. Dia menduga ada permainan dari internal BPJS Kesehatan, sehingga orang seperti Harvey Moeis bisa lolos verifikasi sebagai penerima bantuan iuran dari negara.
"Ini kan biasalah argumentasi birokrasi kan yang dikalahkankan. Kalau memang semua masyarakat mendapat, berarti banyak yang masuk tempat itu, berarti memperkuat dugaan kita bahwa selama ini mereka-mereka yang tidak berhak ternyata mendapatkan PBI. Padahal PBI itu sejak awal sudah diperketat hanya orang-orang kategori miskin yang menerima," kata dia.
Trubus pun mengkritisi alasan kekeliruan administrasi yang kerap dijadikan dalih. Padahal, menurut dia, tidak ada political will dari BPJS Kesehatan untuk membenahi persoalan PBI. Hal ini terlihat dari kasus Harvey Moeis dan Sandra Dewi yang ternyata sudah terdaftar sebagai PBI APBD untuk BPJS Kesehatan sejak 1 Maret 2018 dan masih aktif hingga Desember 2024.
"Ini berarti ada pemborosan anggaran besar sekali dari APBD DKI, dan potensi terjadi penyimpangan juga cukup tinggi. Kalau begitu, itu perlu diinvestigasi. Pernyataan ini (penjelasan BPJS Kesehatan dan Dinkes Jakarta) justru mengundang setidaknya aparat penegak hukum melakukan investigasi seperti apa sejujurnya. Karena ini kan dana negara, APBD dan APBN sama, ini kan dana-dana publik, jadi harus ada diinvestigasi," ujarnya.
Dia tak menampik bahwa masyarakat bisa saja mengajukan gugatan class action terhadap BPJS Kesehatan dan Pemprov Jakarta terkait persoalan PBI APBD ini. "Sebenarnya kan itu bagian dari pelayanan publik, jadi gugatannya ke Ombudsman gitu. Tapi bisa saja (class action) kalau masyarakat ini punya data."
Namun begitu, Trubus berharap, pemerintah memiliki political will untuk memperbaiki permasalahan-permasalahan BPJS Kesehatan, terutama terkait siapa yang berhak menjadi PBI APBD. Pemprov Jakarta sendiri telah menyatakan komitmennya untuk menata ulang agar PBI APBD bisa tepat sasaran.
"Jakarta sekarang harus membuktikan semua secara transparan. Jadi mengenai transparansi data, data orang-orang penerimanya itu perlu dipublikasi. Kmudian juga nanti kalau ada ini, sekarang dibuka saja semua, jadi biar semuanya ketahuan siapa-siapa yang menerima, tidak perlu ditutup-tutupi," kata dia.
Selain itu, akademisi dari Universitas Trisakti ini juga mendorong agar aparat penegak hukum turun tangan menyelidiki apakah ada perbuatan melawan hukum dalam kasus ini. Dia lantas menyinggung soal judi online yang ternyata 'dipermainkan' oleh orang-orang yang justru bekerja untuk pemerintah sebagai pemberantas situs atau website perjudian.
"Kalau memang ada yang menyimpang dari ini ya segera diproses hukum, karena itu kan kategori maladministrasi atau abuse of power, kan jadi seperti kasus judi online itu yang orang-orang dalam yang bekerja sama dengan orang tertentu jadi bisa lancar soal judi online."
"Kan sama ini. Jadi nanti akan ketahuan itu mana anggarannya, siapa penerimanya. Ini kan dana publik, jadi memang harus ini, tidak perlu melalui aduan, mereka bisa langsung mengusutnya, Kejaksaan atau Polisi bisa langsung menginvestigasi," ujar Trubus Rahadiansyah menandaskan.
Advertisement
Pemprov Jakarta Segera Coret Nama Harvey Moeis dan Sandra Dewi
Penjabat (Pj) Gubernur Jakarta, Teguh Setyabudi menyatakan bahwa pihaknya langsung menggelar rapat pada Senin 30 Desember 2024 kemarin untuk menindaklanjuti temuan Harvey Moeis dan Sandra Dewi sebagai penerima bantuan iuran (PBI) APBD untuk BPJS Kesehatan.
Dia mengklaim, Pemprov Jakarta sejatinya sudah menata ulang data penerima bantuan iuran BPJS Kesehatan, sejak 2020. Proses tersebut hingga saat ini masih berlangsung.
"Sebenarnya kita pun sudah melakukan cleansing, verifikasi, validasi, dan ada katakanlah data-data yang sudah kita benarkan. Namun kebetulan sampai Pak Harvey belum," ujar Teguh kepada wartawan, seperti dikutip Selasa (31/12/2024).
Selain itu, Pemprov Jakarta juga tengah merevisi Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 46 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan, sehingga nanti ada kriteLangkria yang jelas siapa yang berhak menerima bantuan iuran dari pemerintah.
Teguh menegaskan, orang-orang dengan ekonomi mapan seperti Harvey Moeis dan Sandra Dewi tidak termasuk kategori peserta BPJS Kesehatan yang dibiayai negara, namun masuk segmen PBPU BP/Peserta Mandiri. Karena itu, dia meminta agar proses cleansing, verifikasi, dan validasi data bisa cepat diselesaikan.
"Sehingga mudah-mudahan dalam waktu dekat ini kita sudah clear dan tidak akan terulang kejadian seperti itu lagi," ucap PJ Gubernur Jakarta menandaskan.
Hapus 400 Ribu Lebih Data PBI
Secara terpisah, Kepala Dinas Kesehatan Jakarta, Ani Ruspitawati juga menyatakan, bahwa pihaknya tengah melakukan penataan ulang data berisi nama-nama peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS Kesehatan yang dianggap tak layak masuk sebagai peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI).
Dia mengatakan, nama Harvey Moeis dan Sandra Dewi juga masuk dalam proses penataan dan bakal dihapus dari daftar PBI APBD.
"Ya, itu masuk di dalam proses penataan ya. Proses penataan itu kan ada banyak hal. Yang pertama kita cleansing data dulu, yang kita lakukan pertama cleansing data, ada yang salah segmen, ada yang duplikasi," kata Ani kepada wartawan di Jakarta, dikutip Selasa (31/12/2024).
Ani mengklaim, pihaknya total telah menghapus 400 ribu lebih data peserta penerima PBI yang dinyatakan tidak layak. Hal yang sama juga akan dilakukan terhadap data Harvey Moeis dan Sandra Dewi.
"Misalkan pekerja nih, kalau pekerja kan harusnya dibayarin sama pemberi kerjanya, oh kok masuk PBI Pemda, itu kita bersihin, ada PNS mungkin dulunya belum PNS jadi masuk di segmen PBI Pemda, oh tadi 3 tahunnya masuk PNS, masih di sini (PBI). Hal-hal kayak gitu kita udah bersihin sampai sekitar 400 ribu lebih yang kita bersihin," ujar dia.
Selain membersihkan data peserta yang tidak layak, Pemprov Jakarta juga sedang membahas rencana revisi peraturan gubernur (Pergub) untuk memperbaiki sistem klasifikasi peserta JKN.
Ani menyebut, revisi Pergub ini untuk memastikan agar warga mampu yang tercatat dalam PBI diarahkan ke segmen kepesertaan mandiri. Sementara itu, PBI bakal difokuskan untuk warga yang tidak mampu.
"Termasuk rencana untuk memperbaiki merevisi pergub, itu juga bagian dari proses penataan. Jadi panjangnya itu akan tersampai juga ke sana untuk masyarakat yang kelompok-kelompok yang mampu membayar secara mendiri, maka kita akan dorong untuk beralih segmen ke mandiri," ucap Ani.
Ani menuturkan, Pemprov Jakarta berpedoman pada prinsip atau kebijakan Universal Health Coverage (UHC). Adapun UHC menekankan prinsip gotong royong yang mengharuskan peserta kategori mampu dan sehat membantu memberikan subsidi kepada warga yang tidak mampu atau sakit.
"Prinsipnya supaya BPJS itu bisa berjalan dengan baik, memang harus terdukung oleh semua orang. Jadi cakupannya itu semesta, ada gotong royong di situ, orang-orang yang tidak sakit, yang sehat mensubsidi yang sakit, yang mampu mungkin mensubsidi yang tidak mampu gitu ya," katanya menandaskan.