Sukses

BMKG Catat Terjadi 10,3 Juta Sambaran Petir di Wilayah Jabar Sepanjang 2024

Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Bandung, Jawa Barat mencatat sebanyak 10.352.209 kejadian sambaran petir terjadi wilayah Jawa Barat (Jabar) sepanjang 2024.

Liputan6.com, Jakarta - Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Bandung, Jawa Barat mencatat sebanyak 10.352.209 kejadian sambaran petir terjadi wilayah Jawa Barat (Jabar) sepanjang 2024.

"Berdasarkan total kejadian petir yang tercatat di alat 'lightning detector' (LD) di Lembang, kejadian sambaran petir jenis petir awan ke tanah negatif sebanyak 6.755.372 dan petir awan tanah positif 3.596.837," ujar Kepala Stasiun Geofisika BMKG Bandung Teguh Rahayu, melansir Antara, Kamis (2/1/2025).

Dia menjelaskan, jenis petir awan ke tanah atau 'cloud to groud strokes' (CG) merupakan jenis petir yang harus diwaspadai karena paling berbahaya dari semua jenis petir.

"Petir jenis CG paling merusak dan berbahaya karena dapat menyambar langsung ke pemukiman atau kawasan perkantoran yang dapat menyebabkan hilangnya nyawa dan kerusakan bangunan," papar Teguh Rahayu.

Dia memaparkan, untuk aktivitas sambaran petir sepanjang periode 2024 menunjukkan pada November merupakan aktivitas tertinggi petir yaitu sebanyak 3.268.683 sambaran.

"Sedangkan kejadian petir terendah terjadi pada Agustus sebanyak 36.787 sambaran," kata Teguh Rahayu.

Lebih lanjut, dia mengungkapkan, berdasarkan data kejadian petir yang diperoleh, wilayah dengan jumlah petir tertinggi adalah Kabupaten Sumedang dengan 2.223.239 kejadian sambaran petir.

Masyarakat, ucap Teguh Rahayu, diharapkan untuk mengurangi aktivitas di luar rumah saat terjadi hujan maupun mencari tempat berlindung atau menjauhi tempat-tempat yang mudah tersambar petir seperti tiang listrik, menara dan lainnya.

"BMKG mengimbau kepada masyarakat untuk tetap tenang dan tidak terpengaruh oleh isu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya," tandas dia.

 

2 dari 3 halaman

Modifikasi Cuaca untuk Kurangi Intensitas Hujan di Jakarta, 8 Ton Garam Disemai

Sebelumnya, sebanyak delapan ton garam atau natrium klorida (NaCl) disemai selama enam hari Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) di wilayah DKI Jakarta pada pekan terakhir 2024 menjelang tahun 2025.

"OMC yang digelar selama periode 25-31 Desember 2024 berhasil mengurangi intensitas hujan secara signifikan di wilayah Jakarta," kata Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta Isnawa Adji di Jakarta, Rabu, 1 Januari 2025, seperti dilansir dari Antara.

OMC merupakan upaya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam mengantisipasi bencana hidrometeorologi. Operasi tersebut dinilai menunjukkan hasil positif.

Isnawa menjelaskan, OMC digelar selama periode 25-31 Desember 2024. Selama enam hari pelaksanaan, OMC melibatkan total 10 sorti penerbangan dengan durasi 19 jam 36 menit.

"Sebanyak 8.000 kilogram bahan semai NaCl digunakan untuk penyemaian awan," kata dia.

Isnawa mengatakan, meskipun tidak ada kegiatan penerbangan pada tanggal 27 Desember, hasil yang dicapai selama periode ini menunjukkan penurunan signifikan dalam curah hujan.

 

3 dari 3 halaman

Kurangi Intensitas Hujan hingga 38 Persen

Data hujan aktual yang diperoleh dari satelit GSMap menunjukkan bahwa curah hujan di Jakarta selama periode OMC berkisar antara 0 hingga 40 mm per hari, dengan puncak curah hujan mencapai 40 mm per hari pada 25 Desember 2024.

"Sebelum pelaksanaan OMC, curah hujan tercatat sebesar 17.8 mm pada tanggal 24 Desember. Selama OMC, curah hujan maksimum tercatat sebesar 68 mm, tanpa adanya curah hujan yang melebihi 100 mm," katanya.

Isnawa mengatakan bahwa hasil analisis menunjukkan, OMC berhasil mengurangi intensitas hujan sebesar 38 persen dari prediksi berdasarkan data GSMap dan 28 persen dari prediksi GFS terhadap data penakar curah hujan aktual.

"Ini merupakan pencapaian yang signifikan dalam upaya mitigasi bencana hidrometeorologi di wilayah Jakarta," ujarnya.

OMC ini merupakan bagian dari komitmen pemerintah untuk meningkatkan ketahanan dan keselamatan masyarakat terhadap bencana alam.

Ia berharap keberhasilan ini dapat menjadi langkah awal dalam pengembangan teknologi modifikasi cuaca yang lebih efektif di masa depan.