Liputan6.com, Jakarta Mantan Kepala Sub Direktorat (Kasubdit) III Ditresnarkoba Polda Metro Jaya, AKBP Malvino Edward Yusticia dijatuhi sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) alias pemecatan terkait kasus pemerasan Warga Negara Malaysia saat even Djakarta Warehouse Project (DWP) 2024.
"Sanksi administrasi pemberhentian tidak dengan hormat atau PTDH sebagai anggota Polri," tutur Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko di Gedung TNCC Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (2/1/2024).
Baca Juga
Menurutnya, Malvino terbukti bersalah dengan melakukan tindakan tercela saat pengamanan momen DWP 2024. Dia juga telah ditangkap di penempatan khusus atau patsus selama enam hari, sejak 27 Desember 2024 hingga 2 Januari 2025.
Advertisement
Adapun menghadapi putusan Sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) tersebut, Malvino menyatakan mengambil langkah hukum banding atas pemecatannya.
"Pelanggar menyatakan banding," kata Trunoyudo.
Sebelumnya, Sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) telah menjatuhkan putusan Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) terhadap Direktur Reserse Narkoba Polda Metro Jaya Kombes Donald Parlaungan Simanjuntak.Â
Pemecatan itu terkait dengan kasus dugaan pemerasan warga negara (WN) Malaysia saat menonton penyelenggaraan event Djakarta Warehouse Project (DWP) 2024.
Donald bersama dua terperiksa lain menjalani sidang pada Selasa 31 Desember 2024, pukul 11.00 WIB hingga Rabu 1 Januari 2025, jam 04.00 WIB. Sidang turut dihadiri pihak eksternal seperti Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas). Hasil sidang dibeberkan Komisioner Kompolnas Mohammad Choirul Anam.
"Sidang ini untuk Direktur dan Kanit Narkoba (Polda Metro Jaya), putusannya PTDH. Sementara untuk Kasubdit belum ada putusan karena diskors dan akan dilanjutkan pada hari Kamis," kata Anam dalam keterangannya, Rabu (1/1/2025).
Tetap Ajukan Banding
Atas putusan itu, Anam mengatakan kedua terperiksa mengajukan banding. "Kedua orang tersebut yang di PTDH mengajukan banding," ujar dia.
Di sisi lain, Anam membeberkan beberapa catatan penting dalam sidang etik. Pertama terkait saksi baik yang memberatkan maupun meringankan terperiksa.
"Dalam konteks pemeriksaan saksi ini jadi lebih mendalam, peristiwanya jadi lebih terang dengan hadirnya saksi yang memberatkan maupun yang meringankan, sehingga majelis punya kesempatan untuk cross check untuk membandingkan mana yang faktual, mana yang jujur, mana yang sesuai kenyataan, mana yang tidak," ujar dia.
Â
Advertisement
Memeriksa Bukti
"Nah, saling cross check itu terjadi dan dilakukan, makanya juga memakan waktu yang cukup lama," sambung dia.
Kedua, Komisi etik turut memeriksa bukti-bukti dan menelaah berbagai argumen terkait peristiwa.
Mulai dari alur perencanaan, alur pelaksanaan, maupun alur setelah hari H termasuk juga pelaporan aktivitasnya. Anam berpendapat dengan adanya mekanisme tersebut menjadikan sidang menjadi akuntabel.
"Kami mengapresiasi mekanisme akuntabilitas yang kemarin ada dalam sidang etik tersebut," ujar dia.