Liputan6.com, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus syarat ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold 20 persen yang diatur dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Kabar ini menjadi angin segar bagi banyak pihak.
Kubu Mantan Gubernur Jakarta 2017-2022 Anies Baswedan menyambut baik putusan MK tersebut. Putusan MK yang menghapus ambang batas presidential threshold dinilai menjadi harapan baru bagi rakyat Indonesia dalam memilih pemimpin.
Baca Juga
"Kita menyambuat baik putusan MK tersebut. Inilah yang menjadi harapan rakyat selama ini. Sehingga putusan ini menjadi kado tahun baru dari Majelis Hakim MK," kata Juru Bicara Anies Baswedan, Sahrin Hamid kepada Liputan6.com, Jumat (3/1/2025).
Advertisement
Menurut Sahrin, putusan MK menghapus presidential threshold bisa memperbaiki kualitas demokrasi. Pasalnya, kata dia ambang batas selama membatasi akses rakyat untuk mencalonkan diri serta membatasi akses rakyat memperoleh pemimpin bangsa yang lebih baik.
"MK telah meminimalisir cengkraman kartel politik dan oligarki bagi Pilpres kita di masa depan," kata dia.
Sahrin menyebut, dengan tak adanya ambang batas, maka potensi kepemimpinan bangsa akan tumbuh dan berkembang menjangkau seluruh potensi anak bangsa yang memiliki kualitas.
"Sistem pilpres yang demokratis harus didukung dengan netralitas aparat negara. Olehnya itu, netralitas negara harus tetap menjadi prioritas agar pilpres jurdil dapat tercapai," ujar Sahrin.
Meski begitu, ia belum mau berkomentar banyak terkait kemungkinan Anies bakal maju pada Pilpres 2029. Menurut Sahrin, hal itu masih terlalu dini untuk diumbar.
MK Hapus Ambang Batas Pencalonan Presiden 20 Persen
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan uji materi terkait ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu untuk seluruhnya.
"Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar putusan di Gedung MK, Jakarta, Kamis, 2 Desember 2024.
Menurut MK, kata dia, Pasal 222 yang mengatur terkait persyaratan ambang batas pencalonan capres-cawapres hanya dapat dicalonkan oleh parpol dengan minimal 20 persen kursi DPR atau memperoleh 25 persen suara sah nasional pada pemilu sebelumnya, tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
"Tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," tegas Suhartoyo.
Sebagai informasi, putusan tersebut dibacakan dalam sidang perkara nomor 62/PUU-XXII/2024. Diketahui, uji materi itu akhirnya dikabulkan MK setelah diuji sebanyak 27 kali dengan lima amar putusan ditolak dan sisanya tidak dapat diterima.
Advertisement