Sukses

MA Sebut Kerugian Negara dalam Kasus Korupsi Timah Harvey Moeis Harus Nyata dan Diumumkan BPK

Juru Bicara MA Yanto menyebut perkara yang menyangkut dengan kerugian negara, harus bersifat nyata (Actual Loss) dan diumumkan (Declare) oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Liputan6.com, Jakarta - Mahkamah Agung (MA) menyebut perkara yang menyangkut dengan kerugian negara, harus bersifat nyata (Actual Loss) dan diumumkan (Declare) oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Hal ini dijelaskan Juru Bicara MA Yanto saat ditanya soal putusan sidang Harvey Moeis yang ramai menjadu perbincangan di publik. Namun, ia tidak menilai putusannya sesuai dengan Kode Etik Hakim.

"Karena sudah menyangkut materi pokok perkara, hakim itu terikat kode etik untuk tidak boleh menilai putusan lain," ujar Yanto di Jakarta, Kamis (2/1/2025).

Terkait dengan perdebatan perkara ini masuk ranah lingkungan hidup atau korupsi, Yanto menyebut kalau masuk ranah korupsi maka mengacu pada Pasal 2 dan 3 Undang-Undang (UU) Korupsi.

Kemudian, dalam penetapan sebagai kasus korupsi, kerugian yang dialami oleh negara harus berbentuk nyata (Actual Loss) bukan potensi kerugian (Potential Loss).

"Ya kalau korupsi itu kan kerugian negara kan kita mengacunya kan di pasal 2, pasal 3. Jadi tidak lagi potensial loss tapi harus aktual loss, kerugiannya harus nyata," terang Yanto.

Ia menerangkan, pihak yang berwenang untuk mengumumkan (Declare) terkait dengan kerugian negara tersebut adalah BPK yang sudah diatur dalam Putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

"Itu berdasarkan putusan mahkamah konstitusi, kalau tidak salah 25, dan declare dari BPK bahwa korupsi itu harus kerugian nyata," ujarnya.

Dalam perkara ini, Yanto menilai bahwa kerugian negara yang disebabkan dari kerugian lingkungan bersifat potensi (Potential Loss).

"Tapi kalau di lingkungan hidup kan potensi. Itu tapi saya tidak menyinggung pokok perkaranya ya, tapi kalau secara yang saudara tanyakan tadi kan seperti itu batasannya," tandas Yanto.

 

2 dari 3 halaman

Harvey Moeis Divonis 6 Tahun 6 Bulan Penjara dalam Kasus Korupsi Timah

Sebelumnya, terdakwa Harvey Moeis selaku perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin (RBT) divonis 6 tahun dan 6 bulan penjara serta denda Rp1 Miliar. Harvey dinyatakan bersalah melakukan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah.

"Mengadili, menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Harvey Moeis dengan pidana penjara selama 6 tahun 6 bulan, dan pidana denda sejumlah Rp1 Miliar subsider 6 bulan penjara," kata Ketua Majelis Hakim Eko Aryanto di ruang sidang, Senin 23 Desember 2024.

Majelis hakim juga memerintahkan Harvey Moeis membayar uang pengganti sejumlah Rp210 Miliar selambat-lambatnya satu tahun setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap.

Dengan ketentuan, jika dalam jangka waktu tersebut terdakwa tidak membayar uang pengganti, maka harta bendanya disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.

Namun, jika terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka dipidana penjara selama 2 tahun.

Harvey Moeis terbukti melakukan korupsi secara bersama-sama dan tindak pidana pencucian uang secara bersama-sama.

Majelis hakim menilai Harvey Moeis telah melanggar Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ke-1 KUHP.

Vonis ini lebih ringan daripada tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) kasus dugaan korupsi timah terhadap Harvey Moeis yakni selama 12 tahun penjara.

 

3 dari 3 halaman

Tuntutan Harvey Moeis

Terdakwa Harvey Moeis dituntut pidana penjara selama 12 tahun terkait kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah pada tahun 2015–2022.

"Menuntut, menyatakan terdakwa Harvey Moeis terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang sebagaimana dalam dakwaan kesatu primer Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 UU No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU juncto Pasal 55 ke-1 KUHP," tutur JPU saat membacakan tuntutan, Senin 9 Desember 2024.

"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Harvey Moeis dengan pidana penjara selama 12 tahun tahun, dikurangi lamanya terdakwa dalam tahanan dengan perintah tetap ditahan di Rutan," sambungnya.

Jaksa juga menuntut agar majelis hakim menghukum Harvey Moeis dengan denda Rp1 miliar, dengan ketentuan apabila tidak dibayarkan maka diganti dengan pidana kurungan selama 1 tahun. Tidak ketinggalan pula tuntutan uang pengganti.

"Membebankan terdakwa membayar uang pengganti sebesar Rp210 miliar, dengan ketentuan apabila terdakwa tidak dapat membayar uang pengganti tersebut selama satu bulan setelah putusan mempunyai kekuatan hukum, tetap maka harta bendanya dapat disita dan dilelang untuk menutup uang pengganti tersebut," kata JPU.

"Dan dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka diganti dengan pidana penjara selama 6 tahun," lanjutnya.