Liputan6.com, Jakarta - Kejaksaan Tinggi Jakarta mengusut dugaan korupsi di Dinas Kebudayaan Provinsi Jakarta. Pengusutan dilakukan usai ditemukan dugaan penyimpangan-penyimpangan pada kegiatan di Dinas Kebudayaan Jakarta Tahun Anggaran 2023.
Menurut Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Jakarta Syahron Hasibuan, kegiatan pada tahun anggaran 2023 mencapai Rp150 miliar. Namun, ada indikasi manipulasi di dalam laporan pertanggungjawaban kegiatan tersebut.
Baca Juga
"Kegiatan dengan menggunakan anggaran Dinas Kebudayaan dilakukan pertanggungjawaban fiktif," ujar Syahron saat dihubungi, Rabu 18 Desember 2024.
Advertisement
Syahron mengatakan, Kejati Jakarta mulai melakukan penyelidikan pada November 2024. Hasil penyelidikan, ditemukan adanya perbuatan pidana sehingga status dinaikkan dari tahap penyelidikan ke tahap penyidikan pada 17 Desember 2024.
Kemudian, Penyidik Bidang Pidana Khusus Kejati Jakarta pun menetapkan tiga orang tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi berupa penyimpangan kegiatan-kegiatan pada Dinas Kebudayaan (Disbud) Jakarta.
Tiga tersangka yang dimaksud, antara lain Kepala Dinas Kebudayaan Jakarta berinisial IHW, Plt Kepala Bidang Pemanfaatan berinisial MFM, dan tersangka GAR selaku pemilik event organizer (EO) untuk mengghelat kegiatan fiktif. Dana yang dikorupsi bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Jakarta.
"Hari ini kami telah menetapkan tiga orang yang tersangka, dua orang dari Aparatur Sipil Negara dari Dinas Kebudayaan dan satu orang dari pihak swasta atau vendor. Ketiga orang tersangka tersebut selanjutnya akan kami lakukan proses," ujar Kepala Kejati Jakarta Patris Yusrian Jaya di Kantor Kejati, Jakarta Selatan, Kamis 2 Januari 2025.
Patris menyampaikan, tersangka IHW selaku Kepala Dinas Kebudayaan bersama-sama tersangka MFM selaku Plt Kabid Pemanfaatan dan tersangka GAR bersepakat menggunakan Tim EO milik tersangka GAR dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan pada bidang Pemanfaatan Dinas Kebudayaan Jakarta.
MFM dan GAR bersepakat untuk menggunakan sanggar-sanggar fiktif dalam pembuatan SPJ guna pencairan dana kegiatan pergelaran seni dan budaya.
Berikut sederet fakta terkait kasus dugaan korupsi di Dinas Kebudayaan Provinsi Jakarta dihimpun Tim News Liputan6.com:
Â
1. Kejati Jakarta Geledah Kantor Dinas Kebudayaan Jakarta, Laptop hingga Ratusan Stempel Disita
Kejaksaan Tinggi Jakarta mengusut dugaan korupsi di Dinas Kebudayaan Provinsi Jakarta. Penyelidikan ini dilakukan usai ditemukan dugaan penyimpangan-penyimpangan pada kegiatan di Dinas Kebudayaan DKI Jakarta Tahun Anggaran 2023.
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Jakarta, Syahron Hasibuan menerangkan, nilai kegiatan pada tahun anggaran 2023 mencapai Rp150 miliar. Namun, ada indikasi manipulasi di dalam laporan pertanggungjawaban kegiatan tersebut.
"Kegiatan dengan menggunakan anggaran dinas kebudayaan dilakukan pertanggungjawaban fiktif," kata dia saat dihubungi, Rabu 18 Desember 2024.
Syahron mengatakan, Kejati DK Jakarta mulai melakukan penyelidikan pada November 2024. Hasil penyelidikan, ditemukan adanya perbuatan pidana sehingga status dinaikkan dari tahap penyelidikan ke tahap penyidikan pada 17 Desember 2024.
Atas hal itu, Kejati Jakarta kemudian melakukan penggeledahan di lima lokasi. Adapun, pertama Kantor Dinas Kebudayaan Provinsi Jakarta, Jakarta Selatan, Kantor EO GR-Pro di jalan Duren 3 Jakarta Selatan.
Kemudian, tiga rumah tinggal yang terletak di Jalan H. Raisan Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat, Kemuning, Matraman, Jakarta Timur, dan di Jalan Zakaria, Kebon Jeruk, Jakarta Barat.
Dalam penggeledahan, Syahron menyebut berapa barang bukti disita antara lain laptop, handphone, PC, flashdisk serta ratusan stempel.
"Barang bukti dilakukan analisis forensik," ujar dia.
Syahron mengatakan, pihaknya turut menyita uang, beberapa dokumen, dan berkas penting lainnya guna membuat terang peristiwa pidana.
Â
Advertisement
2. Pemprov Jakarta Nonaktifkan Kepala Dinas Kebudayaan
Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta menonaktifkan Iwan Henry Wardhana dari jabatannya sebagai Kepala Dinas Kebudayaan (Disbud) Jakarta. Hal ini buntut pengeledahan Kantor Disbud Jakarta oleh Kejaksaan Tinggi atau Kejati.
"Pada Kamis 19 Desember 2024, Kepala Dinas Kebudayaan akan dinonaktifkan," kata Plt Disbud Jakarta Budi Awaluddin dalam keterangan resmi, dikutip Kamis 19 Desember 2024.
Pemprov Jakarta menerima surat pemberitahuan dari Kejati Jakarta soal adanya dugaan penyimpangan aktivitas anggaran di Dinas Kebudayaan.
Atas hal itu, Penjabat (Pj) Gubernur Jakarta Teguh Setyabudi menginstruksikan Inspektorat untuk mendalami dan menginvestigasi kegiatan anggaran Dinas Kebudayaan 2023.
Dari hasil investigasi Inspektorat ini ditemukan beberapa dugaan berupa kerugian daerah akibat ketidaksesuaian pada beberapa sampling kegiatan. Saat ini, Inspektorat Jakarta juga masih menghitung besaran kerugian daerah.
"Pemprov DKI Jakarta siap bekerja sama dengan Kejaksaan Tinggi yang sedang menyelidiki dan mendalami permasalahan ini," ucap Budi.]
Menurut Budi, kantor Dinas Kebudayaan Jakarta digeledah Kejati pada Rabu 18 Desember 2024.
Adapun penggeledahan dilakukan mulai pukul 10.40 WIB di lantai 15 atau di ruang Kepala Dinas, dan lantai 14 di ruang Kepala Bidang Pemanfaatan Kebudayaan.
Dia menuturkan, berdasarkan informasi dari Sekretaris Dinas Kebudayaan, tidak hanya kantor Dinas Kebudayaan yang digeledah, tetapi juga rumah Kepala Bidang Pemanfaatan Kebudayaan dan kantor pihak ketiga (swasta).
"Kami masih menunggu informasi lebih lanjut terkait permasalahan kasus ini dari Kejaksaan Tinggi. Tentunya, kami siap membantu Kejaksaan Tinggi untuk menyelidiki kasus ini hingga tuntas," kata Budi.
Â
3. Modus Korupsi LPJ Fiktif di Dinas Kebudayaan Jakarta
Kejati Jakarta tengah mengusut kasus dugaan korupsi Laporan Pertanggungjawaban atau LPJ fiktif di Dinas Kebudayaan Provinsi Jakarta. Modusnya pun diungkap.
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Jakarta, Syahron Hasibuan menerangkan, Dinas Kebudayaan Jakarta menganggarkan pelbagai kegiatan di Tahun 2023. Dia menyebut, nilai angggaran kegiatan selama setahun itu mencapai Rp150 miliar.
Namun, dalam pelaksanaannya ada indikasi terjadi penyimpangan. Misalnya terkait dengan kegiatan sanggar tari. Dinas Kebudayaan Jakarta tidak melaksanakan kegiatan tersebut, tapi ada laporan pertanggungjawabannya.
"Nah, diduga itu fiktif kegiatannya, jadi stempel-stempel tari ini diduga dipalsukan. Itu salah satu modus ya," ujar dia kepada wartawan, Kamis 19 Desember 2024.
Syahron mengatakan, pihaknya menyita ratusan stempel terdiri dari UMKM EO sanggar seni yang diduga dipalsukan. Kejati Jakarta akan membeberkan secara detail modus korupsi LPJ fiktif tersebut setelah ada pihak yang ditetapkan sebagai tersangka
"Nanti detailnya setelah kita menetapkan tersangka. Ini baru penyidikan umum ya. Nah, untuk penyidikan khusus nanti kita akan periksa pihak-pihak terkait," ujar dia.
Dalam kasus ini, Kejati Jakarta telah memeriksa saksi dari Dinas Kebudayaan Provinsi Jakarta, pihak Events Organizer dan lain-lain.
"Detailnya saya belum tahu, nanti saya update," jelas Syahron.
Â
Advertisement
4. Kejati Tetapkan Tiga Tersangka
Penyidik Bidang Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jakarta menetapkan tiga orang tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi berupa penyimpangan kegiatan-kegiatan pada Dinas Kebudayaan (Disbud) Jakarta.
Tiga tersangka yang dimaksud, antara lain Kepala Dinas Kebudayaan Jakarta berinisial IHW, Plt Kepala Bidang Pemanfaatan berinisial MFM, dan tersangka GAR selaku pemilik event organizer (EO) untuk mengghelat kegiatan fiktif. Dana yang dikorupsi bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Jakarta.
"Hari ini kami telah menetapkan tiga orang yang tersangka, dua orang dari Aparatur Sipil Negara dari Dinas Kebudayaan dan satu orang dari pihak swasta atau vendor. Ketiga orang tersangka tersebut selanjutnya akan kami lakukan proses," kata Kepala Kejati Jakarta Patris Yusrian Jaya di Kantor Kejati, Jakarta Selatan, Kamis 2 Januari 2025.
Patris menyampaikan, tersangka IHW selaku Kepala Dinas Kebudayaan bersama-sama tersangka MFM selaku Plt Kabid Pemanfaatan dan tersangka GAR bersepakat menggunakan Tim EO milik tersangka GAR dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan pada bidang Pemanfaatan Dinas Kebudayaan Jakarta.
MFM dan GAR bersepakat untuk menggunakan sanggar-sanggar fiktif dalam pembuatan SPJ guna pencairan dana kegiatan pergelaran seni dan budaya.
"Kemudian uang SPJ yang telah masuk ke rekening sanggar fiktif maupun sanggar yang dipakai namanya ditarik kembali oleh Tersangka GAR dan ditampung di rekening Tersangka GAR yang diduga digunakan untuk kepentingan Tersangka IHW maupun Tersangka MFM," ucap Patris.
Â
5. Tersangka Akan Dilakukan Pemanggilan
Menurut Patris, dalam tahap penyidikan, penyidik telah melakukan penahanan kepada tersangka GAR di Rumah Tahanan Negara Cipinang untuk 20 (dua puluh) hari ke depan.
"Hari ini salah satu tersangka dengan inisial GAR, di mana rekan-rekan ketahui dan saksikan tadi telah kami lakukan penahanan rumah tahanan negara selama 20 hari ke depan untuk proses penyelidikan," kata dia.
Sementara itu, terhadap tersangka IHW dan MFM yang saat ini tidak hadir dalam pemeriksaan saksi, maka akan dilakukan pemanggilan kembali oleh penyidik selaku tersangka pada minggu depan.
"Dan saya masih menunggu pendapat dari penyelidik mengenai upaya-upaya paksa yang dilakukan dalam proses hukum ini termasuk di antaranya upaya penahanan," ucap Patris.
Patris menuturkan, perbuatan IHW, MFM, dan GAR bertentangan dengan sejumlah aturan, antara lain UU Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelengaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, hingga Peraturan Presiden RI Nomor 12 Tahun 2021 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden RI Nomor 16 Tahun 2018 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Â
Advertisement
6. Kasus Dugaan Korupsi, Pakai Jasa EO hingga SPJ Kegiatan Fiktif
Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jakarta Patris Yusrian Jaya mengungkapkan, dugaan tindak pidana korupsi yang terjadi di Dinas Kebudayaan (Disbud) Jakarta menggunakan jasa event organizer atau EO.
"Jadi kasus di Dinas Kebudayaan ini dilakukan dengan modus pihak-pihak pimpinan di Dinas Kebudayaan ini bekerjasama dengan seseorang sebagai EO, tapi EO ini tidak terdaftar," ujar Yutris di Kantor Kejati, Jakarta Selatan, Kamis 2 Januari 2025.
Menurut dia, jasa EO dipakai guna menyusun surat pertanggungjawaban (SPJ) kegiatan fiktif yang diteken dengan stempel palsu.
"EO ini membuat beberapa perusahaan, membuat vendor-vendor yang selanjutnya kegiatan-kegiatan di Pemprov itu, seolah-olah dilaksanakan oleh EO ini, dan bekerja sama dengan vendor-vendor di bawahnya," ucap Yutris.
Adapun, lanjut dia, pemilik EO berinisial GAR yang juga ditetapkan sebagai tersangka bersama dua tersangka lain, yakni Kepala Dinas Kebudayaan nonaktif berinisial IHW yang bersama Plt Kepala Bidang Pemanfaatan berinisial MFM.
Yutris mengatakan, dalam pelaksanaannya ada kegiatan yang sepenuhnya dilakukan secara fiktif. Lalu, ada beberapa kegiatan lainnya yang digelar sebagian, namun sebagian lainnya fiktif belaka.
"Tetapi semuanya dilengkapi dengan pertanggungjawaban penggunaan anggaran atau SPJ dengan menggunakan stempel-stempel palsu," papar dia.
Yutris berujar, pemilik EO berinisial GAR dikenalkan oleh Kepala Disbud Jakarta nonaktif IHW. Bahkan, GAR disediakan ruangan khusus di Kantor Disbud Jakarta untuk menjalankan perannya..
"EO ini dibuatkan ruangan di Dinas Kebudayaan Jakarta, serta mempunyai beberapa orang staf yang juga ikut berkantor di situ. Sehingga EO ini adalah EO yang memonopoli kegiatan di Dinas tersebut," kata dia.
Selain itu, menurut Yutris, nama sejumlah perusahaan juga dipinjam untuk melengkapi Surat Pertanggungjawaban atau SPJ kegiatan fiktif. Perusahan yang namanya dipinjam diberi imbalan 2,5 persen.
"Tanpa perusahaan-perusahaan itu melaksanakan kegiatan sebagaimana tercantum dalam kegiatan yang ada di Dinas Kebudayaan," tandas Yutris.
Meski begitu, total kerugian negara imbas korupsi ini sedang dihitung oleh auditor Kejati. Sementara itu, proses penyidikan masih akan terus dilakukan.