Sukses

PKB Buka Peluang Usung Kader Jadi Capres Usai Putusan MK

Cak Imin mengatakan keputusan MK merupakan putusan yang mengikat sehingga semua pihak harus tunduk.

Liputan6.com, Jakarta Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar mengatakan bahwa partainya bisa mengajukan kadernya untuk menjadi calon presiden usai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold.

"Pasti, pasti (potensi memajukan kader). Semua menyambut cairnya demokrasi, tapi kita juga punya pengalaman kalau terlampau banyak calon yang enggak realistis juga buang-buang," ucap pria yang akrab disapa Cak Imin itu di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Jumat, (3/1/2025).

Cak Imin mengatakan keputusan MK merupakan putusan yang mengikat sehingga semua pihak harus tunduk. 

"Kalau keputusan MK siapapun harus tunduk. Problemnya adalah ada satu bab di situ dari keputusan itu mengembalikan kepada pembuat UU (Undang-Undang), nanti ya tergantung fraksi-fraksi di DPR," ujar dia seperti dikutip dari Antara.

Saat ditanya mengenai peluang dirinya untuk kembali mencalonkan diri pada kontestasi pemilihan presiden dan wakil presiden yang akan datang, Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat itu mengatakan bahwa proses menuju ke arah tersebut masih panjang.

"Masih panjang, masih lama," pungkas dia.

2 dari 3 halaman

Putusan MK

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan uji materi terkait ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu untuk seluruhnya.

"Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar putusan di Gedung MK, Jakarta, Kamis 2 Januari 2025.

MK berpendapat, kata Suhartoyo, Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Menurut MK, kata dia, Pasal 222 yang mengatur terkait persyaratan ambang batas pencalonan capres-cawapres hanya dapat dicalonkan oleh parpol dengan minimal 20 persen kursi DPR atau memperoleh 25 persen suara sah nasional pada pemilu sebelumnya, tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

"Tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," tegas Suhartoyo.

Sebagai informasi, putusan tersebut dibacakan dalam sidang perkara nomor 62/PUU-XXII/2024. Diketahui, uji materi itu akhirnya dikabulkan MK setelah diuji sebanyak 27 kali dengan lima amar putusan ditolak dan sisanya tidak dapat diterima.

3 dari 3 halaman

Terbatasnya Hak Konstitusional

Sebelumnya, Pegiat Pemilu dan Demokrasi, Titi Anggraini menyampaikan permohonan terkait pengujian ambang batas pencalonan presiden (Pasal 222 UU 7/2017) Perkara No.101/PUU-XXII/2024 merupakan perjuangan panjang setelah dua permohonan sebelumnya ditolak MK.

Dia berharap semoga putusan atas permohonan kali ini menjadi sejarah baik akan tercipta di awal tahun 2025.

Dalam pertimbangan hukumnya, Mahkamah telah mencermati beberapa pemilihan presiden dan wakil presiden yang selama ini didominasi partai politik peserta pemilu tertentu dalam pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden.

Hal ini berdampak pada terbatasnya hak konstitusional pemilih mendapatkan alternatif yang memadai terkait pasangan calon presiden dan wakil presiden.

Selain itu, Mahkamah juga menilai bahwa dengan terus mempertahankan ketentuan ambang batas minimal persentase pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden (presidential threshold) dan setelah mempelajari secara saksama arah pergerakan politik mutakhir Indonesia, terbaca kecenderungan untuk selalu mengupayakan agar setiap pemilu presiden dan wakil presiden hanya terdapat 2 (dua) pasangan calon.

Padahal, lanjut Mahkamah, pengalaman sejak penyelenggaraan pemilihan langsung menunjukkan, dengan hanya 2 (dua) pasangan calon presiden dan wakil presiden, masyarakat mudah terjebak dalam polarisasi (masyarakat yang terbelah) yang sekiranya tidak diantisipasi mengancam kebhinekaan Indonesia.

Video Terkini