Sukses

Mantan Kapolres Ngada Terjerat Kasus Narkoba dan Asusila, Kapolri Diminta Evaluasi Sistem Pendidikan Polri

Kompolnas awasi ketat kasus narkoba dan pencabulan anak yang menyeret mantan Kapolres Ngada, AKBP Fajar; AKBP Andrey ditunjuk sebagai pengganti.

 

Liputan6.com, Jakarta AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja, mantan Kapolres Ngada, resmi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan asusila dan penyalahgunaan narkoba. Penetapan status tersebut mengikuti hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Divisi Profesi dan Pengamanan (Divpropam) Polri.

Kasus ini mencuat setelah adanya dugaan keterlibatan Fajar dalam tindakan asusila yang melibatkan anak di bawah umur, serta penyalahgunaan narkoba, yang kemudian memicu langkah tegas dari pihak kepolisian untuk melakukan penyelidikan lebih lanjut.

Ketua Umum Persaudaraan Islam Tionghoa Indonesia (PITI), Ipong Hembing Putra, mengecam keras kasus tersebut.

"Kami mengutuk keras perbuatan Kapolres Ngada, NTT, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja yang telah mencabuli anak di bawah umur, yaitu usia 6, 13, dan 16 tahun," ujar Ipong kepada awak media, Sabtu (15/3/2025).

Tak hanya itu,dia juga meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk mengevaluasi sistem pendidikan dan pembinaan mental di tubuh Polri.

"Evaluasi pendidikan, pembinaan mental, dan psikologi terhadap anggota Polri harus dilakukan secara reguler setiap enam bulan atau setahun sekali," ujar dia.

Menurutnya, langkah ini penting untuk mencegah kasus serupa terjadi di masa depan dan menjaga citra Polri di mata masyarakat.

"Biar ke depannya tidak ada lagi anggota Polri yang melakukan perbuatan tercela seperti ini," ujar dia.

Promosi 1
2 dari 3 halaman

Komnas HAM Desak Sanksi Ganda untuk Mantan Kapolres Ngada

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) turut angkat bicara terkait kasus ini. Mereka mendesak agar mantan Kapolres Ngada dikenai sanksi etik dan pidana atas dugaan penyalahgunaan narkoba dan pencabulan anak.

"Mendesak penegakan hukum yang adil dan transparan dengan perlunya sanksi etika dan pidana atas pelecehan seksual dan/atau tindakan pencabulan yang diduga dilakukan oleh Kapolres non-aktif Ngada," tegas Koordinator Subkomisi Penegakan HAM Komnas HAM, Uli Parulian Sihombing.

Komnas HAM juga meminta perlindungan bagi saksi dan korban, serta pemulihan bagi korban pencabulan melalui layanan psikologi, restitusi, dan kompensasi. Mereka menekankan pentingnya pencegahan agar kasus serupa tidak terulang, khususnya di lingkungan kepolisian, melalui uji narkoba rutin dan asesmen psikologi berkala. "Komnas HAM memandang anak-anak merupakan korban yang rentan mengalami tindakan kekerasan, pelecehan seksual dan/atau pencabulan yang mengakibatkan pelanggaran HAM. Anak-anak menjadi salah satu kelompok rentan yang dilindungi oleh peraturan perundang-undangan," jelas Uli dikutip dari Antara, Kamis (13/3/2025).

 

3 dari 3 halaman

Dipantau

Uli menambahkan bahwa pencabulan, khususnya terhadap anak di bawah umur, bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM. Pasal 52 ayat (1) UU HAM mengatur hak anak atas perlindungan, sementara Pasal 52 ayat (2) menegaskan hak anak sebagai HAM yang dilindungi hukum sejak dalam kandungan. Perlindungan khusus terhadap anak dari kejahatan seksual juga diatur dalam Pasal 15 huruf f UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

Komnas HAM telah melakukan pemantauan terhadap kasus ini untuk memastikan penegakan hukum berjalan baik dan hak-hak anak terlindungi. Mereka memastikan pemulihan korban menjadi prioritas utama. Komnas HAM juga mendesak agar kepolisian melakukan evaluasi menyeluruh untuk mencegah terulangnya kasus serupa di masa mendatang.

Kasus ini menjadi pengingat pentingnya pengawasan ketat terhadap aparat penegak hukum dan komitmen untuk melindungi anak-anak dari segala bentuk kekerasan dan pelecehan seksual. Proses hukum yang transparan dan adil diharapkan dapat memberikan keadilan bagi korban dan mencegah terulangnya kejadian serupa.