Minimnya moda transportasi massal di Jakarta membuat warga tak memiliki banyak pilihan. Bus transjakarta yang jadi andalan dinilai masih banyak mengalami kendala. Menurut Ketua Umum Masyarakat Transportasi Indonesia Danang Parikesit, masalah bus transjakarta masih berkutat dengan kapasitas dan waktu tempuh yang tak jelas.
"Jika itu dapat diperbaiki, semua sisi akan lebih baik," kata Danang di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Selasa (28/5/2013).
Kepala Unit Pengelola Transjakarta Busway M Akbar menyatakan akan menyiapkan penambahan armada bus untuk memenuhi kebutuhan kapasitas angkut transjakarta. Ada 2 cara yang bisa dilakukan, yaitu bisa melalui pemerintah daerah langsung atau diserahkan kepada swasta. Kedua opsi itu memiliki kekurangan dan kelebihan.
"Jika bus dibeli swasta, relatif kita tidak terlalu ketat pengawasannya, karena rasa memiliki dan merawat mereka lebih besar karena punya mereka, itu aset mereka. Cuma masalah waktu penyediaan busnya itu pasti molor," terangnya.
Dan kalau menggunakan APBD, lanjut Akbar, waktu penyediaan bus pasti bisa cepat. "Kendalanya mengawasi lebih ketat, perusahaan bus bisa asal-asalan merawatnya," tutur dia.
Selain itu, ada perbedaan biaya yang harus dikeluarkan antara pembelian menggunakan APBD dan swasta. Jika menggunakan APBD, initial cost-nya lebih besar, sedangkan biaya bulanannya lebih ringan.
"Sebaliknya, jika bus dibeli swasta, initial cost bisa nol, tapi biaya bulanannya cukup besar. Ini yang sedang kita pertimbangkan. Semua memang ada plus minusnya," tukas Akbar.
Transjakarta Busway rencananya akan menambah armada hingga berjumlah 1.706 armada pada akhir tahun dan meningkat hingga 2.200 unit pada 2020 mendatang. (Ali/*)
"Jika itu dapat diperbaiki, semua sisi akan lebih baik," kata Danang di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Selasa (28/5/2013).
Kepala Unit Pengelola Transjakarta Busway M Akbar menyatakan akan menyiapkan penambahan armada bus untuk memenuhi kebutuhan kapasitas angkut transjakarta. Ada 2 cara yang bisa dilakukan, yaitu bisa melalui pemerintah daerah langsung atau diserahkan kepada swasta. Kedua opsi itu memiliki kekurangan dan kelebihan.
"Jika bus dibeli swasta, relatif kita tidak terlalu ketat pengawasannya, karena rasa memiliki dan merawat mereka lebih besar karena punya mereka, itu aset mereka. Cuma masalah waktu penyediaan busnya itu pasti molor," terangnya.
Dan kalau menggunakan APBD, lanjut Akbar, waktu penyediaan bus pasti bisa cepat. "Kendalanya mengawasi lebih ketat, perusahaan bus bisa asal-asalan merawatnya," tutur dia.
Selain itu, ada perbedaan biaya yang harus dikeluarkan antara pembelian menggunakan APBD dan swasta. Jika menggunakan APBD, initial cost-nya lebih besar, sedangkan biaya bulanannya lebih ringan.
"Sebaliknya, jika bus dibeli swasta, initial cost bisa nol, tapi biaya bulanannya cukup besar. Ini yang sedang kita pertimbangkan. Semua memang ada plus minusnya," tukas Akbar.
Transjakarta Busway rencananya akan menambah armada hingga berjumlah 1.706 armada pada akhir tahun dan meningkat hingga 2.200 unit pada 2020 mendatang. (Ali/*)