Terpidana 18 tahun penjara Antasari Azhar menilai ada perbedaan dalam penanganan perkara ancaman SMS yang membelitnya, dengan kasus Prita Mulyasari yang terlilit perkara pencemaran nama baik via email. Padahal perkara itu sama-sama tentang kasus Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
"Dalam kasus Prita, penyidik langsung bekerja cepat dengan menetapkan tersangka Prita Mulyasari serta menetapkan Wildan Yani Ashari sebagai tersangka kasus pembobol laman Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Berita media massa akan jadi bukti," kata Antasari di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu, (5/6/2013).
Keluhan Antasari itu disampaikan kepada hakim tunggal Didik Setio Handono, atas perlakuan tidak adil Polri. Alasannya, karena laporan tentang pesan singkat atau SMS bernada ancaman terhadap mendiang Direktur PT Putra Rajawali Banjaran (PRB) Nasruddin Zulkranaen tak ditangani secara serius.
"Penanganan perkara yang lamban dan belum terdapat langkah hukum konkret sangat berbeda dengan perkara sejenis lainnya yang full speed dan langsung menetapkan dan menahan tersangka," kata mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ini.
Antasari menilai Polri malah menghentikan proses laporan yang diajukannya di Bareskrim Mabes Polri dengan nomor Pol: LP/555/VIII/2012/Bareskrim, 25 Agustus 2011. "Penghentian laporan tersebut tidak sah dan melangar hukum," kata Antasari.
Bantah
Polri yang diwakili kuasa hukum Kapolri, AKBP W Marbun membantah polisi menghentikan kasus laporan SMS ancaman itu. Menurut Marbun, laporan polisi nomor LP/555/VIII/2011/Bareskrim tanggal 25 Agustus itu belum pernah diterbitkan surat penetapan penghentian penyidikan oleh Polda Metro Jaya.
Laporan polisi yang dibuat Masayu Donny Kertopati selaku pengacara Antasari di Bareskrim, penanganan perkara soal SMS bernada ancaman itu telah dilimpahkan ke Polda Metro Jaya melalui surat nomor B/3017/I8/2011 Bareskrim tanggal 8 September 2011.
"Atas dasar itu penyidik belum mengeluarkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) kepada Kejati DKI, sehingga tidak mungkin penyidik mengeluarkan penghentian penyidikan atas perkara yang belum disidik," ujar Marbun. (Ism/Sss)
"Dalam kasus Prita, penyidik langsung bekerja cepat dengan menetapkan tersangka Prita Mulyasari serta menetapkan Wildan Yani Ashari sebagai tersangka kasus pembobol laman Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Berita media massa akan jadi bukti," kata Antasari di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu, (5/6/2013).
Keluhan Antasari itu disampaikan kepada hakim tunggal Didik Setio Handono, atas perlakuan tidak adil Polri. Alasannya, karena laporan tentang pesan singkat atau SMS bernada ancaman terhadap mendiang Direktur PT Putra Rajawali Banjaran (PRB) Nasruddin Zulkranaen tak ditangani secara serius.
"Penanganan perkara yang lamban dan belum terdapat langkah hukum konkret sangat berbeda dengan perkara sejenis lainnya yang full speed dan langsung menetapkan dan menahan tersangka," kata mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ini.
Antasari menilai Polri malah menghentikan proses laporan yang diajukannya di Bareskrim Mabes Polri dengan nomor Pol: LP/555/VIII/2012/Bareskrim, 25 Agustus 2011. "Penghentian laporan tersebut tidak sah dan melangar hukum," kata Antasari.
Bantah
Polri yang diwakili kuasa hukum Kapolri, AKBP W Marbun membantah polisi menghentikan kasus laporan SMS ancaman itu. Menurut Marbun, laporan polisi nomor LP/555/VIII/2011/Bareskrim tanggal 25 Agustus itu belum pernah diterbitkan surat penetapan penghentian penyidikan oleh Polda Metro Jaya.
Laporan polisi yang dibuat Masayu Donny Kertopati selaku pengacara Antasari di Bareskrim, penanganan perkara soal SMS bernada ancaman itu telah dilimpahkan ke Polda Metro Jaya melalui surat nomor B/3017/I8/2011 Bareskrim tanggal 8 September 2011.
"Atas dasar itu penyidik belum mengeluarkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) kepada Kejati DKI, sehingga tidak mungkin penyidik mengeluarkan penghentian penyidikan atas perkara yang belum disidik," ujar Marbun. (Ism/Sss)