Karawang yang dalam Bahasa Sunda berarti 'penuh dengan lubang' merupakan salah satu kabupaten di Jawa Barat. Karawang yang biasa disebut Kota Pangkal Perjuangan ini menyimpan banyak catatan sejarah. Salah satunya Peristiwa Rengasdengklok.
Peristiwa Rengasdengklok adalah peristiwa penculikan yang dilakukan sejumlah pemuda terhadap Presiden pertama Republik Indonesia Soekarno atau yang lebih dikenal Bung Karno dan Wakilnya Mohammad Hatta. Kedua tokoh Proklamator tersebut diasingkan di rumah Djiaw Kie Siong.
Penculikan yang dilakukan oleh perkumpulan Menteng 31 seperti Wikana dan Chaerul Saleh itu terjadi pada 16 Agustus 1945 silam pada pukul 04.00 WIB. Saat itu, para pemuda tersebut mendesak Bung Karno dan Bung Hatta untuk mempercepat proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia.
Selain itu, daerah Rengasdengklok juga pernah menjadi markas Pembela Tanah Air (PETA) yang sekarang dijadikan sebagai Monumen Tugu Proklamasi. Sayangnya, tempat bersejarah di Rengasdengklok itu tidak dipelihara dengan baik oleh pemerintah daerah maupun pusat.
"Pagar Monumen Tugu Proklamasi ini dibangun oleh Bupati Purwakarta. Aneh kan. Di sini daerah Karawang. Saya sih bicara sesuai faktanya," ujar Idris juru kunci Monumen Tugu Proklamasi kepada Liputan6.com di area Monumen Tugu Proklamasi, Rengasdengklok, Jawa Barat, Minggu 16 Juni 2013.
Idris juga mengaku mendapat upah dari pekerjaannya itu dari pemerintah Kabupaten Karawang sebesar Rp 600 ribu. Padahal upah minimum regional Kabupaten Karawang sebesar Rp 2 juta. Walaupun tidak mendapat upah yang layak, Idris mengaku ikhlas menjalani profesinya itu. Dia menilai profesi yang diturunkan dari kakeknya itu dapat mengajarkan masyakarat tentang pentingnya sejarah bangsa Indonesia.
"Digaji untuk kebersihan saja. Selama ini saya dapat tambahan dari masyarakat yang mengunjungi tugu. Saya ikhlas, mengajari masyarakat tentang sejarah yang turun dari kakek saya yang merupakan juru kunci juga. Dibayar nggak dibayar, yang penting masyarakat mengerti sejarah," tambah Idris.
Selain Idris, Yanto Juadi, cucu Djiauw Kie Song, mengaku biaya untuk perawatan rumah bersejarah itu bersumber dari kantong pribadinya. Dia juga menututurkan, sampai saat ini belum ada bantuan dari Pemda Karawang ataupun dari Kementerian Pariwisata dan Kebudayaan untuk membiayai perwatan tempat bersejarah itu.
"Kita dibantu per bulan Rp 600 ribu untuk kebersihan. Untuk pengecetan, itu dari BPPP (Balai Pelestarian Peninggalan Purbakal) Serang. Bantuan dana dari Pemda (Karawang) atau Kementrian Pariwisata dan Kebudayaan sampai saat ini belum ada," ucap Yanto Juadi di tempat ‘menyembunyikan’ Bung Karno dan Bung Hatta itu. (Han/Riz)
Peristiwa Rengasdengklok adalah peristiwa penculikan yang dilakukan sejumlah pemuda terhadap Presiden pertama Republik Indonesia Soekarno atau yang lebih dikenal Bung Karno dan Wakilnya Mohammad Hatta. Kedua tokoh Proklamator tersebut diasingkan di rumah Djiaw Kie Siong.
Penculikan yang dilakukan oleh perkumpulan Menteng 31 seperti Wikana dan Chaerul Saleh itu terjadi pada 16 Agustus 1945 silam pada pukul 04.00 WIB. Saat itu, para pemuda tersebut mendesak Bung Karno dan Bung Hatta untuk mempercepat proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia.
Selain itu, daerah Rengasdengklok juga pernah menjadi markas Pembela Tanah Air (PETA) yang sekarang dijadikan sebagai Monumen Tugu Proklamasi. Sayangnya, tempat bersejarah di Rengasdengklok itu tidak dipelihara dengan baik oleh pemerintah daerah maupun pusat.
"Pagar Monumen Tugu Proklamasi ini dibangun oleh Bupati Purwakarta. Aneh kan. Di sini daerah Karawang. Saya sih bicara sesuai faktanya," ujar Idris juru kunci Monumen Tugu Proklamasi kepada Liputan6.com di area Monumen Tugu Proklamasi, Rengasdengklok, Jawa Barat, Minggu 16 Juni 2013.
Idris juga mengaku mendapat upah dari pekerjaannya itu dari pemerintah Kabupaten Karawang sebesar Rp 600 ribu. Padahal upah minimum regional Kabupaten Karawang sebesar Rp 2 juta. Walaupun tidak mendapat upah yang layak, Idris mengaku ikhlas menjalani profesinya itu. Dia menilai profesi yang diturunkan dari kakeknya itu dapat mengajarkan masyakarat tentang pentingnya sejarah bangsa Indonesia.
"Digaji untuk kebersihan saja. Selama ini saya dapat tambahan dari masyarakat yang mengunjungi tugu. Saya ikhlas, mengajari masyarakat tentang sejarah yang turun dari kakek saya yang merupakan juru kunci juga. Dibayar nggak dibayar, yang penting masyarakat mengerti sejarah," tambah Idris.
Selain Idris, Yanto Juadi, cucu Djiauw Kie Song, mengaku biaya untuk perawatan rumah bersejarah itu bersumber dari kantong pribadinya. Dia juga menututurkan, sampai saat ini belum ada bantuan dari Pemda Karawang ataupun dari Kementerian Pariwisata dan Kebudayaan untuk membiayai perwatan tempat bersejarah itu.
"Kita dibantu per bulan Rp 600 ribu untuk kebersihan. Untuk pengecetan, itu dari BPPP (Balai Pelestarian Peninggalan Purbakal) Serang. Bantuan dana dari Pemda (Karawang) atau Kementrian Pariwisata dan Kebudayaan sampai saat ini belum ada," ucap Yanto Juadi di tempat ‘menyembunyikan’ Bung Karno dan Bung Hatta itu. (Han/Riz)