Sebanyak 56 narapidana korupsi sampai saat ini masih berkeliaran bebas. Mereka belum juga dieksekusi kejaksaan.
Namun, Kejaksaan Agung justru menyalahkan kinerja peradilan yang tak menahan para terdakwa sejak berkas dilimpahkan ke pengadilan. Karena sejak tersangka dilimpahkan ke pengadilan, masa penahanan menjadi tanggung jawab hakim.
Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus), Andhi Nirwanto mengatakan kebijakan Jaksa untuk menahan para tersangka koruptor hanya pada tingkat penyidikan dan penuntutan.
"Jika perkara sudah dilimpahkan ke pengadilan, maka wewenang untuk menahan ada pada kekuasaan hakim, namun hal tersebut sering kali diabaikan," kata Andhi di Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (18/6/2013).
Menurutnya, jika putusan sudah berkekuatan hukum tetap atau inkracht, maka pihaknya akan mengalami kesulitan mengeksekusi narapidana. "Persoalannya kalau ada upaya hukum banding, kasasi yang panjang prosesnya kadang-kadang ketika putusannya sudah inkracht masa-masa penahanan sudah habis semua sehingga pada saat putusan inkracht posisi terpidana sudah tidak ditahan lagi," ujarnya.
Kendati demikian, Andhi mendorong percepatan penanganan perkara korupsi. Namun disisi lain sistem peradilan perlu dibenahi dalam menegakkan keadilan. Ia mengimbau agar semua pihak dapan melihat secara jernih celah-celah yang perlu ditutup guna menghindari banyaknya terpidana yang melarikan diri.
"Sementara kalau sampai kasasi lama kita tunggu inkrahnya dan batas waktu penahanan sudah habis. Sehingga tidak semata-mata kesalahan eksekutor. Kalau baru nerima salinan putusannya baru nyari-nyari orangnya dimana?" ujarnya.
Menurutnya, untuk mencegah hal itu perlu adanya batas waktu, seperti dua kali enam bulan pada tahap penyidikan saja. Maka, ada beberapa perkara yang sudah memperoleh hukum tetap tetapi belum dieksekusi.
Namun Andhi menegaskan kalau pihaknya berkomitmen untuk menuntaskan perkara-perkara korupsi yang ditangani hingga tahap eksekusi.
"Kita bertekad sepanjang yang inkracht kita cari, nyatanya kan sudah ada yang kita tangkap satu per satu. Jadi ini bagian dari penyelesaian perkara korupsi itu harus sampai eksekusi," pungkas dia.
Seperti diketahui sedikitnya ada 56 terpidana korupsi itu telah berkekuatan hukum tetap atau inkracht periode 2002-2013. Dalam catatan ICW, sebanyak 23 orang belum berhasil dieksekusi karena melarikan diri atau berstatus DPO. Adapun, 33 lainnya belum dieksekusi karena sejumlah alasan, antara lain sakit dan tidak pernah memenuhi panggilan jaksa. (Ary/Ism)
Namun, Kejaksaan Agung justru menyalahkan kinerja peradilan yang tak menahan para terdakwa sejak berkas dilimpahkan ke pengadilan. Karena sejak tersangka dilimpahkan ke pengadilan, masa penahanan menjadi tanggung jawab hakim.
Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus), Andhi Nirwanto mengatakan kebijakan Jaksa untuk menahan para tersangka koruptor hanya pada tingkat penyidikan dan penuntutan.
"Jika perkara sudah dilimpahkan ke pengadilan, maka wewenang untuk menahan ada pada kekuasaan hakim, namun hal tersebut sering kali diabaikan," kata Andhi di Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (18/6/2013).
Menurutnya, jika putusan sudah berkekuatan hukum tetap atau inkracht, maka pihaknya akan mengalami kesulitan mengeksekusi narapidana. "Persoalannya kalau ada upaya hukum banding, kasasi yang panjang prosesnya kadang-kadang ketika putusannya sudah inkracht masa-masa penahanan sudah habis semua sehingga pada saat putusan inkracht posisi terpidana sudah tidak ditahan lagi," ujarnya.
Kendati demikian, Andhi mendorong percepatan penanganan perkara korupsi. Namun disisi lain sistem peradilan perlu dibenahi dalam menegakkan keadilan. Ia mengimbau agar semua pihak dapan melihat secara jernih celah-celah yang perlu ditutup guna menghindari banyaknya terpidana yang melarikan diri.
"Sementara kalau sampai kasasi lama kita tunggu inkrahnya dan batas waktu penahanan sudah habis. Sehingga tidak semata-mata kesalahan eksekutor. Kalau baru nerima salinan putusannya baru nyari-nyari orangnya dimana?" ujarnya.
Menurutnya, untuk mencegah hal itu perlu adanya batas waktu, seperti dua kali enam bulan pada tahap penyidikan saja. Maka, ada beberapa perkara yang sudah memperoleh hukum tetap tetapi belum dieksekusi.
Namun Andhi menegaskan kalau pihaknya berkomitmen untuk menuntaskan perkara-perkara korupsi yang ditangani hingga tahap eksekusi.
"Kita bertekad sepanjang yang inkracht kita cari, nyatanya kan sudah ada yang kita tangkap satu per satu. Jadi ini bagian dari penyelesaian perkara korupsi itu harus sampai eksekusi," pungkas dia.
Seperti diketahui sedikitnya ada 56 terpidana korupsi itu telah berkekuatan hukum tetap atau inkracht periode 2002-2013. Dalam catatan ICW, sebanyak 23 orang belum berhasil dieksekusi karena melarikan diri atau berstatus DPO. Adapun, 33 lainnya belum dieksekusi karena sejumlah alasan, antara lain sakit dan tidak pernah memenuhi panggilan jaksa. (Ary/Ism)