Liputan6.com, Jakarta: Rencana pemerintah menerbitkan obligasi jangka pendek dalam waktu kurang dari setahun dinilai bukan langkah yang tepat untuk menutupi kekurangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2004. Beberapa hari silam, penjualan obligasi pemerintah hanya berhasil menyerap dana sekitar Rp 4 triliun. Semula diduga, pasar sudah jenuh sehingga target Rp 5 triliun tidak tercapai. Namun, pengamat obligasi Desimon di Jakarta, baru-baru ini mengatakan, pasar keuangan sekarang justru mencari tempat untuk investasi karena rendahnya bunga bank.
Tidak tercapainya target Rp 5 triliun, menurut Desimon, kemungkinan besar karena pasar masih membagi-bagi dananya ke jangka waktu yang berbeda. Selain itu, pasar juga masih melihat kinerja obligasi pemerintah. Karenanya, rencana pemerintah menerbitkan obligasi jangka pendek untuk menutupi kekurangan dana harus dipertimbangkan terlebih dahulu.
Desimon mengatakan, penerbitan obligasi jangka pendek bisa saja dilakukan. Namun, tidak dalam jumlah yang besar. Untuk menjaga stabilitas keuangan pemerintah, sebaiknya obligasi yang diterbitkan berjangka menengah dan panjang. "Pemerintah harus berupaya menarik [penjualan obligasi] ke jangka panjang. Tapi tidak bisa sekaligus. Karena market kita baru tumbuh, jadi harus dibina dulu kepercayaannya," kata Desimon.
Penerbitan obligasi jangka pendek sebenarnya sudah disetujui Komisi IX DPR pada Rabu silam [baca: DPR Setuju Penerbitan Surat Utang Negara Tambahan]. Awalnya, pemerintah menerbitkan obligasi senilai Rp 7,7 triliun. Namun ternyata, angka itu masih kurang, sehingga pemerintah perlu mengeluarkan obligasi tambahan senilai Rp 4 triliun. Pemerintah juga berusaha menutup defisit lewat privatisasi Badan Usaha Milik Negara dan pinjaman luar negeri.(ZAQ/Indy Rahmawati dan Tanto)
Tidak tercapainya target Rp 5 triliun, menurut Desimon, kemungkinan besar karena pasar masih membagi-bagi dananya ke jangka waktu yang berbeda. Selain itu, pasar juga masih melihat kinerja obligasi pemerintah. Karenanya, rencana pemerintah menerbitkan obligasi jangka pendek untuk menutupi kekurangan dana harus dipertimbangkan terlebih dahulu.
Desimon mengatakan, penerbitan obligasi jangka pendek bisa saja dilakukan. Namun, tidak dalam jumlah yang besar. Untuk menjaga stabilitas keuangan pemerintah, sebaiknya obligasi yang diterbitkan berjangka menengah dan panjang. "Pemerintah harus berupaya menarik [penjualan obligasi] ke jangka panjang. Tapi tidak bisa sekaligus. Karena market kita baru tumbuh, jadi harus dibina dulu kepercayaannya," kata Desimon.
Penerbitan obligasi jangka pendek sebenarnya sudah disetujui Komisi IX DPR pada Rabu silam [baca: DPR Setuju Penerbitan Surat Utang Negara Tambahan]. Awalnya, pemerintah menerbitkan obligasi senilai Rp 7,7 triliun. Namun ternyata, angka itu masih kurang, sehingga pemerintah perlu mengeluarkan obligasi tambahan senilai Rp 4 triliun. Pemerintah juga berusaha menutup defisit lewat privatisasi Badan Usaha Milik Negara dan pinjaman luar negeri.(ZAQ/Indy Rahmawati dan Tanto)