Seorang ayah berambut panjang bersama putrinya memasuki halaman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Senayan, Jakarta. Kedatangan mereka bukan tanpa maksud, melainkan memperjuangkan masa depan putrinya yang mau naik ke jenjang pendidikan berikutnya. Tapi niat untuk mendaftar ke pendidikan yang lebih tinggi itu tidak bisa, karena ijazahnya ditahan sekolah.
Ayah-anak yang datang ke kantor Kemendikbud itu adalah Sugiyanto (45) dan Sarah Melanda Ayu (18). Sugiyanto rela menjual ginjalnya demi menebus ijazah Ayu. Berpakaian seragam kotak-kotak, Sugiyanto gugup karena tidak lama lagi akan bertemu Menteri Pendidikan dan Kebudayaan M Nuh, yang akan membantu menyelesaikan masalah mereka.
Jumat (28/6/2013), sekitar pukul 13.00 WIB, Sugiyanto sudah duduk di ruang tunggu Mendikbud. Pandangan matanya tidak fokus. Seakan terpengarah melihat mewahnya ruang tunggu menteri. Waktu berlalu 20 menit, sosok yang ditunggu-tunggu pun keluar. M Nuh langsung menyapa dengan senyuman.
"Lama yo? Masuk sini, masuk," ungkap Nuh kepada Sugiyanto dan putrinya di ruang menteri. Sugiyanto dan Ayu pun membalas dengan senyuman, diikuti dengan langkah malu-malu.
Pertemuan ini berlangsung tertutup. "Tapi setelah bicara dengan mereka, baru saya kasih tahu," imbuhnya.
Sugiyanto nekat menjual ginjalnya di Bundaran Hotel Indonesia demi mendapatkan uang untuk menebus ijazah anaknya yang ditahan pihak sekolah. Total biaya yang harus ditebusnya mencapai Rp 70 juta. Karena sejak 2005, ada biaya administrasi yang dikenakan sebesar Rp 20 ribu per harinya.
Aksi serupa, setelah ditelusuri Liputan6.com, banyak terjadi. Dokter Spesialis Penyakit Dalam Hipertensi Dr Rully Roesly mengatakan hampir tiap bulan mendapat surat berisi tawaran dari orang yang menjual ginjal.
Penjualan ginjal sebenarnya sudah diatur oleh UU Kesehatan. Pihak yang melanggar bisa dikenakan hukuman penjara dan denda maksimal mencapai Rp 1 miliar. (Ism/Sss)
Ayah-anak yang datang ke kantor Kemendikbud itu adalah Sugiyanto (45) dan Sarah Melanda Ayu (18). Sugiyanto rela menjual ginjalnya demi menebus ijazah Ayu. Berpakaian seragam kotak-kotak, Sugiyanto gugup karena tidak lama lagi akan bertemu Menteri Pendidikan dan Kebudayaan M Nuh, yang akan membantu menyelesaikan masalah mereka.
Jumat (28/6/2013), sekitar pukul 13.00 WIB, Sugiyanto sudah duduk di ruang tunggu Mendikbud. Pandangan matanya tidak fokus. Seakan terpengarah melihat mewahnya ruang tunggu menteri. Waktu berlalu 20 menit, sosok yang ditunggu-tunggu pun keluar. M Nuh langsung menyapa dengan senyuman.
"Lama yo? Masuk sini, masuk," ungkap Nuh kepada Sugiyanto dan putrinya di ruang menteri. Sugiyanto dan Ayu pun membalas dengan senyuman, diikuti dengan langkah malu-malu.
Pertemuan ini berlangsung tertutup. "Tapi setelah bicara dengan mereka, baru saya kasih tahu," imbuhnya.
Sugiyanto nekat menjual ginjalnya di Bundaran Hotel Indonesia demi mendapatkan uang untuk menebus ijazah anaknya yang ditahan pihak sekolah. Total biaya yang harus ditebusnya mencapai Rp 70 juta. Karena sejak 2005, ada biaya administrasi yang dikenakan sebesar Rp 20 ribu per harinya.
Aksi serupa, setelah ditelusuri Liputan6.com, banyak terjadi. Dokter Spesialis Penyakit Dalam Hipertensi Dr Rully Roesly mengatakan hampir tiap bulan mendapat surat berisi tawaran dari orang yang menjual ginjal.
Penjualan ginjal sebenarnya sudah diatur oleh UU Kesehatan. Pihak yang melanggar bisa dikenakan hukuman penjara dan denda maksimal mencapai Rp 1 miliar. (Ism/Sss)