Sukses

ICW: Bunga Bank Hasil Korupsi Harus Jadi Uang Pengganti

Jika koruptor menaruh uang hasil korupsi di bank, maka harus membayar uang pengganti sejumlah yang dikorupsi beserta bunganya.

Uang pengganti yang harus dibayar terpidana korupsi terus menjadi berdebatan. Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Juntho menyatakan, besaran uang pengganti yang dijatuhkan kepada para koruptor seharusnya tidak hanya sejumlah uang yang dikorupsi.

"Misalnya koruptor kedapatan korupsi pada tahun 2005, namun baru terungkap pada tahun 2010. Nah, yang dihitung tidak hanya pada kasus itu (2005), tapi sampai terungkap (2010). Misalnya bunga bank," kata Emerson saat diskusi di Gedung Mahkamah Agung, Jakarta, Selasa (2/7/2013).

Emerson mencontohkan, jika seseorang melakukan korupsi uang negara sebesar Rp 300 miliar dan kemudian disimpan dalam bank, maka bunganya sangat besar. Uang yang dikorupsi dan bunga bank itulah yang menurut Emerson juga harus dihitung sebagai uang pengganti yang harus dibayar oleh koruptor ke negara.

"Korupsi Rp 300 miliar ditaruh di bank selama 5 tahun, bunganya saja bisa Rp 15 miliar, tinggal uncang-uncang kaki dia," tambah Emerson.

Sementara, Hakim Agung Suhadi mengatakan, ada 3 model penghitungan dalam pembayaran uang pengganti, yaitu dilakukan jaksa secara manual, inspektorat jenderal, dan Badan Pengawas Keuangan dan Pemvangunan (BPKP).

"Jika bunganya sudah dihitung, pajaknya juga sudah dihitung tentu angkanya akan lebih besar. Untuk itu harus ada lembaga standar yang benar-benar mengetahui berapa kerugian negara yang sebenarnya," tutur Suhadi. (Eks/Mut)