Miris, di ibukota ini ada manusia gerobak yang menderita sakit kanker. Bahkan tubuhnya penuh belatung.
Seperti ditayangkan Liputan 6 SCTV Sabtu (6/7/2013), kemiskinan yang menjerat sebagian warga Jakarta menimbulkan fenomena manusia gerobak itu. Tempat tinggal yang terbatas menjadikan gerobak berukuran 1x2 meter sebagai pusat segala kegiatan.
Tidak jarang, penyakit menjadi semakin dekat dengan manusia gerobak. Seperti yang dialami Siti Mahari.
Ibu berusia 46 tahun itu menderita sakit kanker tanpa bisa diobati, sehingga kini tubuhnya penuh dengan belatung.
Siti Mahari sudah menderita kanker serviks selama setahun terakhir. Kondisinya semakin memburuk. Ia hanya bisa berbaring dan tak mampu lagi berbicara.
Namun belum ada bantuan dari pemerintah bagi wanita malang itu.
Dirawat di Rumah
Bu Siti, penderita kanker serviks itu tinggal di sebuah rumah yang terletak di gang sempit di kawasan Cawang Jakarta Timur. Untuk menuju rumah kontrakan itu, jalan setapak becek pun harus disusuri terlebih dahulu.
Ia dan keluarganya menyewa kamar sempit yang hanya berisi kasur dan bantal. Sehari-hari, suami dan anak anaknya yang masih kecil bekerja menjadi pemulung. Sedangkan Bu Siti, hanya terbaring sendirian di kamar tersebut.
Siti yang mederita kanker serviks itu kerap dibawa suaminya memulung sampah dengan dinaikkan ke gerobak sampah. Namun kini Siti sudah tak sanggup lagi berjalan, bahkan untuk bicara pun ia sudah kesulitan.
Bantuan
Selama ini, tetangganyalah yang merawat Siti. Karena wanita 46 tahun itu sering ditinggal keluarganya memulung.
"Dari keluarganya nggak mau memperdulikan. Suaminya pun juga begitu, kalau diajak ngomong nggak nyambung. Nggak ngerti juga," kata Sukijah tetangga Bu Siti.
"Jadi kalau siang dan malam saya yang menengoknya, mengelap dia (Bu Siti), mencucikan pakaiannya. Saya bukan mengharap uang, sama-sama orang susah, jadi kasihan," ucap Sukijah.
Hingga kini belum ada bantuan dari pemerintah maupun warga setempat. Hanya bantuan dari yayasan kanker yang sampai sekarang masih peduli dengan kondisi Siti yang semakin memburuk.
"Intinya ini kemanusiaan. Orang yang memang hina dina, manusia gerobak, nggak punya apa-apa. Tapi kalau nggak ada yang peduli bagaimana. Sebagai wujud rasa syukur, maka kita mengasihi sesama yang paling hina dina," ujar Wahyu Dramastuti selaku Koordinator Yayasan Kanker Pelayanan Kasih.
Sebelumnya, Siti sempat dirawat di 2 rumah sakit. Namun ia terpaksa dibawa pulang karena tidak ada keluarga yang mau menunggunya di rumah sakit. (Tnt/Sss)
Seperti ditayangkan Liputan 6 SCTV Sabtu (6/7/2013), kemiskinan yang menjerat sebagian warga Jakarta menimbulkan fenomena manusia gerobak itu. Tempat tinggal yang terbatas menjadikan gerobak berukuran 1x2 meter sebagai pusat segala kegiatan.
Tidak jarang, penyakit menjadi semakin dekat dengan manusia gerobak. Seperti yang dialami Siti Mahari.
Ibu berusia 46 tahun itu menderita sakit kanker tanpa bisa diobati, sehingga kini tubuhnya penuh dengan belatung.
Siti Mahari sudah menderita kanker serviks selama setahun terakhir. Kondisinya semakin memburuk. Ia hanya bisa berbaring dan tak mampu lagi berbicara.
Namun belum ada bantuan dari pemerintah bagi wanita malang itu.
Dirawat di Rumah
Bu Siti, penderita kanker serviks itu tinggal di sebuah rumah yang terletak di gang sempit di kawasan Cawang Jakarta Timur. Untuk menuju rumah kontrakan itu, jalan setapak becek pun harus disusuri terlebih dahulu.
Ia dan keluarganya menyewa kamar sempit yang hanya berisi kasur dan bantal. Sehari-hari, suami dan anak anaknya yang masih kecil bekerja menjadi pemulung. Sedangkan Bu Siti, hanya terbaring sendirian di kamar tersebut.
Siti yang mederita kanker serviks itu kerap dibawa suaminya memulung sampah dengan dinaikkan ke gerobak sampah. Namun kini Siti sudah tak sanggup lagi berjalan, bahkan untuk bicara pun ia sudah kesulitan.
Bantuan
Selama ini, tetangganyalah yang merawat Siti. Karena wanita 46 tahun itu sering ditinggal keluarganya memulung.
"Dari keluarganya nggak mau memperdulikan. Suaminya pun juga begitu, kalau diajak ngomong nggak nyambung. Nggak ngerti juga," kata Sukijah tetangga Bu Siti.
"Jadi kalau siang dan malam saya yang menengoknya, mengelap dia (Bu Siti), mencucikan pakaiannya. Saya bukan mengharap uang, sama-sama orang susah, jadi kasihan," ucap Sukijah.
Hingga kini belum ada bantuan dari pemerintah maupun warga setempat. Hanya bantuan dari yayasan kanker yang sampai sekarang masih peduli dengan kondisi Siti yang semakin memburuk.
"Intinya ini kemanusiaan. Orang yang memang hina dina, manusia gerobak, nggak punya apa-apa. Tapi kalau nggak ada yang peduli bagaimana. Sebagai wujud rasa syukur, maka kita mengasihi sesama yang paling hina dina," ujar Wahyu Dramastuti selaku Koordinator Yayasan Kanker Pelayanan Kasih.
Sebelumnya, Siti sempat dirawat di 2 rumah sakit. Namun ia terpaksa dibawa pulang karena tidak ada keluarga yang mau menunggunya di rumah sakit. (Tnt/Sss)