Belum ada pilihan lain bagi Anto (28) dan mantan istrinya, Sri (26) untuk meninggalkan lapak B LO2 BCT 118 seukuran 2x2 meter di Gedung Pasar Blok G Tanah Abang sebagai tempat berlindung. Padahal, tempat itu kotor dan tak layak huni.
Setelah selama 3 tahun tidur dan makan di tempat tersebut, Anto mengaku bingung harus pindah ke mana. Sebab, pedagang berbagai barang di sepanjang Jalan Kebon Jati akan direlokasi ke bangunan tersebut, sesuai dengan perintah Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo.
Lapak beratap rolling door berbentuk setengah kubah warna putih kecoklatan itu juga dihuni 6 ekor kucing liar yang ditampungnya. Saat disambangi, Sri tengah bermain dengan seekor kucing yang dipanggilnya Cendil itu.
"Sekarang ada 6, semua namanya Cendil. Ini yang paling besar, sudah dari kecil saya pelihara. Jadi ya 'ngaleman' kalau kata orang Jawa mah," ujar Sri yang berasal dari Bandung ini sembari tertawa, Sabtu (6/7/2013).
"Dia lebih sayang sama kucing-kucingnya. Mending kasih makan kucingnya pakai ikan, dia malah makan pakai tahu tempe saja," timpal Anto dengan senyum.
Anto yang mengaku sebagai pekerja lepas di tempat jahit di Pasar Cipulir, Kebayoran Lama, terpaksa harus kehilangan usaha pakaiannya setelah didera musibah kebakaran di Pasar Tanah Abang beberapa tahun lalu. Semua hartanya habis, termasuk kandang kucing yang dibeli Sri.
"Waktu kebakaran nggak sempat selametin, kapok saya jadinya harus beli lagi Rp 80 ribu. Tahun lalu ada seekor yang saya bawa pulang kampung ke Bandung naik mobil travel sewaan, saya kardusin di kardus Indomie, mungkin kucingnya capek ya, tempatnya nggak cukup, rewel deh. Pas ditanya sopirnya, saya ngakunya aja kucing Anggora beli Rp 1 juta. Malu kalau ngakunya kucing liar," ungkap Sri dengan senyum tanggung.
Bau Pesing
Di sekitar lapak Anto dan Sri tampak sepi. Lapak seukuran serupa itu kosong, rolling door-nya tergembok. Tampak tidak pernah dibuka oleh pemiliknya terlihat dari gembok yang berwarna kuning keemasan kian pudar.
Selain itu, bau pesing sangat tercium. Keduanya yang asik menuturkan ceritanya pada Liputan6.com tampak tak terusik dengan bau itu.
"Saya dengar yang pedagang di bawah (Jalan Kebon Jati) mau dipindahin. Tapi belum tahu kapan. Dari pengelola gedung (Pasar Blok G) sih pernah suruh saya cuci rolling door ini nih. Di bayar Rp 10.000, saya dapet 6 lapak. Lumayan buat kasih makan kucing," ujar Sri.
Untuk kebutuhan sehari-hari, Sri mengaku lebih besar pasak dari pada tiang. Pengeluarannya sekitar Rp 500 ribu untuk beli air cuci baju, makan 2 kali sehari, dan beli kebutuhan lainnya.
"Tiap 2 hari saya beli air sepikul Rp 7.000 buat cuci di WC umum. Nanti WC-nya bayar lagi Rp 2.000. Besarlah sebulan pengeluaran, tapi rezeki alhamdulillah ada dari mana saja," ungkap perempuan yang berpenghasilan Rp 25 ribu sehari dari membantu menyapu lantai 1 Pasar Blok G Tanah Abang yang digunakan sebagai pasar daging itu.
Lantai Miring
Selain kotor dan bau, bangunan gedung Pasar Blok G Tanah Abang juga tampak keropos. Anto mengaku tak tahu-menahu apa sebab keroposnya semen di lantai 2 dan 3 gedung tersebut. Saat dirinya tiba di pasar itu 3 tahun lalu, lantai pasar memang sudah bolong.
Dari celah selebar 10 cm itu, penghuni lantai 2 dapat mengintip aktivitas tukang jahit di lantai 1. Dua blok di gedung tersebut, A LO2 dan B LO2, memang memiliki ketinggian berbeda. A LO2 lebih tinggi 3 anak tangga.
"Ini lantainya miring. Yang bagian bawah (B LO2) turun ini," ujar Anto yang berambut keriting dengan kedua tangan di tato itu.
Tampaknya hal tersebut luput dari perhatian pengelola gedung. Sebab menurut Nuki, penjual gado-gado depan bolongan tersebut, celah itu sudah ada sejak 5 tahun yang lalu. Dirinya pun tidak paham penyebabnya.
"Kalau saya nyapu, kadang kebawa angin, jadinya suka ada yang ke bawah lewat bolongan. Kasian juga jadi kelilipan yang di bawah, pernah marah, tapi yang di bawah paham kok lama-lama," sebut perempuan asal Jogjakarta itu.
Meski tampak kokoh, tembok pengaman yang selurus dengan lantai bolong jelas kelihatan keropos.
Pemprov DKI pun harus lebih cepat menyelesaikan soal kebersihan, kenyamanan, dan keamanan gedung pasar blok G Tanah Abang jika ingin merelokasi pedagang di sepanjang jalan Kebon Jati yang jumlahnya ratusan. Yang jelas, masih ada ratusan lapak seukuran 2x2 meter di gedung tersebut yang perlu perhatian. (Mut/Sss)
Setelah selama 3 tahun tidur dan makan di tempat tersebut, Anto mengaku bingung harus pindah ke mana. Sebab, pedagang berbagai barang di sepanjang Jalan Kebon Jati akan direlokasi ke bangunan tersebut, sesuai dengan perintah Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo.
Lapak beratap rolling door berbentuk setengah kubah warna putih kecoklatan itu juga dihuni 6 ekor kucing liar yang ditampungnya. Saat disambangi, Sri tengah bermain dengan seekor kucing yang dipanggilnya Cendil itu.
"Sekarang ada 6, semua namanya Cendil. Ini yang paling besar, sudah dari kecil saya pelihara. Jadi ya 'ngaleman' kalau kata orang Jawa mah," ujar Sri yang berasal dari Bandung ini sembari tertawa, Sabtu (6/7/2013).
"Dia lebih sayang sama kucing-kucingnya. Mending kasih makan kucingnya pakai ikan, dia malah makan pakai tahu tempe saja," timpal Anto dengan senyum.
Anto yang mengaku sebagai pekerja lepas di tempat jahit di Pasar Cipulir, Kebayoran Lama, terpaksa harus kehilangan usaha pakaiannya setelah didera musibah kebakaran di Pasar Tanah Abang beberapa tahun lalu. Semua hartanya habis, termasuk kandang kucing yang dibeli Sri.
"Waktu kebakaran nggak sempat selametin, kapok saya jadinya harus beli lagi Rp 80 ribu. Tahun lalu ada seekor yang saya bawa pulang kampung ke Bandung naik mobil travel sewaan, saya kardusin di kardus Indomie, mungkin kucingnya capek ya, tempatnya nggak cukup, rewel deh. Pas ditanya sopirnya, saya ngakunya aja kucing Anggora beli Rp 1 juta. Malu kalau ngakunya kucing liar," ungkap Sri dengan senyum tanggung.
Bau Pesing
Di sekitar lapak Anto dan Sri tampak sepi. Lapak seukuran serupa itu kosong, rolling door-nya tergembok. Tampak tidak pernah dibuka oleh pemiliknya terlihat dari gembok yang berwarna kuning keemasan kian pudar.
Selain itu, bau pesing sangat tercium. Keduanya yang asik menuturkan ceritanya pada Liputan6.com tampak tak terusik dengan bau itu.
"Saya dengar yang pedagang di bawah (Jalan Kebon Jati) mau dipindahin. Tapi belum tahu kapan. Dari pengelola gedung (Pasar Blok G) sih pernah suruh saya cuci rolling door ini nih. Di bayar Rp 10.000, saya dapet 6 lapak. Lumayan buat kasih makan kucing," ujar Sri.
Untuk kebutuhan sehari-hari, Sri mengaku lebih besar pasak dari pada tiang. Pengeluarannya sekitar Rp 500 ribu untuk beli air cuci baju, makan 2 kali sehari, dan beli kebutuhan lainnya.
"Tiap 2 hari saya beli air sepikul Rp 7.000 buat cuci di WC umum. Nanti WC-nya bayar lagi Rp 2.000. Besarlah sebulan pengeluaran, tapi rezeki alhamdulillah ada dari mana saja," ungkap perempuan yang berpenghasilan Rp 25 ribu sehari dari membantu menyapu lantai 1 Pasar Blok G Tanah Abang yang digunakan sebagai pasar daging itu.
Lantai Miring
Selain kotor dan bau, bangunan gedung Pasar Blok G Tanah Abang juga tampak keropos. Anto mengaku tak tahu-menahu apa sebab keroposnya semen di lantai 2 dan 3 gedung tersebut. Saat dirinya tiba di pasar itu 3 tahun lalu, lantai pasar memang sudah bolong.
Dari celah selebar 10 cm itu, penghuni lantai 2 dapat mengintip aktivitas tukang jahit di lantai 1. Dua blok di gedung tersebut, A LO2 dan B LO2, memang memiliki ketinggian berbeda. A LO2 lebih tinggi 3 anak tangga.
"Ini lantainya miring. Yang bagian bawah (B LO2) turun ini," ujar Anto yang berambut keriting dengan kedua tangan di tato itu.
Tampaknya hal tersebut luput dari perhatian pengelola gedung. Sebab menurut Nuki, penjual gado-gado depan bolongan tersebut, celah itu sudah ada sejak 5 tahun yang lalu. Dirinya pun tidak paham penyebabnya.
"Kalau saya nyapu, kadang kebawa angin, jadinya suka ada yang ke bawah lewat bolongan. Kasian juga jadi kelilipan yang di bawah, pernah marah, tapi yang di bawah paham kok lama-lama," sebut perempuan asal Jogjakarta itu.
Meski tampak kokoh, tembok pengaman yang selurus dengan lantai bolong jelas kelihatan keropos.
Pemprov DKI pun harus lebih cepat menyelesaikan soal kebersihan, kenyamanan, dan keamanan gedung pasar blok G Tanah Abang jika ingin merelokasi pedagang di sepanjang jalan Kebon Jati yang jumlahnya ratusan. Yang jelas, masih ada ratusan lapak seukuran 2x2 meter di gedung tersebut yang perlu perhatian. (Mut/Sss)