Kisruh seputar pembagian bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM) belum juga usai. Di Bima, Nusa Tenggara Barat, ratusan warga miskin marah dan menyerbu kantor desa karena tidak mendapat BLSM.
Sabtu siang, 6 Juli kemarin, ratusan warga miskin menyerbu Kantor Desa Teke, Kecamatan Palibelo, Bima. Mereka karena namanya tidak masuk daftar penerima dana senilai Rp 300 ribu untuk 2 bulan itu. Kemarahan memuncak saat tahu justru warga yang tergolong mampulah yang menjadi penerima BLSM.
Perang mulut yang nyaris dengan kelompok penerima BLSM pun terjadi. Sebagai bentuk kemarahan, warga miskin ini juga membakar ban di tengah jalan dan memasuki kantor desa. Mereka kemudian menyegel pintu kantor desa, seperti yang tayang pada Liputan 6 Pagi SCTV, Minggu (7/7/2013).
Namun, para staf kantor desa tidak terima jika disalahkan. Mereka menyatakan, bukan kantor desa yang mengeluarkan data penerima BLSM, tapi Badan Pusat Stastistik (BPS). Untuk menghindari konflik lebih buruk, pencairan BLSM terpaksa ditunda hingga data warga miskin selesai diverifikasi ulang.
Sementara di Sragen, Jawa Tengah, akibat terlalu lama mengantre dan saling berdesakan demi BLSM, beberapa warga pun jatuh pingsan. Sedangkan di Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, seorang aparat desa justru mendapatkan kartu perlindungan sosial (KPS) yang berguna untuk mencairkan BLSM. Warga kurang mampu pun protes.
Karena merasa tak enak, aparat desa yang mendapatkan BLSM itu akhirnya tidak mengambil uang BLSM-nya. Kepala Desa Sleman mendesak agar pemerintah lebih dulu memverifikasi data warga miskin sebelum mencairkan BLSM. (Rmn/Ndy)
Sabtu siang, 6 Juli kemarin, ratusan warga miskin menyerbu Kantor Desa Teke, Kecamatan Palibelo, Bima. Mereka karena namanya tidak masuk daftar penerima dana senilai Rp 300 ribu untuk 2 bulan itu. Kemarahan memuncak saat tahu justru warga yang tergolong mampulah yang menjadi penerima BLSM.
Perang mulut yang nyaris dengan kelompok penerima BLSM pun terjadi. Sebagai bentuk kemarahan, warga miskin ini juga membakar ban di tengah jalan dan memasuki kantor desa. Mereka kemudian menyegel pintu kantor desa, seperti yang tayang pada Liputan 6 Pagi SCTV, Minggu (7/7/2013).
Namun, para staf kantor desa tidak terima jika disalahkan. Mereka menyatakan, bukan kantor desa yang mengeluarkan data penerima BLSM, tapi Badan Pusat Stastistik (BPS). Untuk menghindari konflik lebih buruk, pencairan BLSM terpaksa ditunda hingga data warga miskin selesai diverifikasi ulang.
Sementara di Sragen, Jawa Tengah, akibat terlalu lama mengantre dan saling berdesakan demi BLSM, beberapa warga pun jatuh pingsan. Sedangkan di Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, seorang aparat desa justru mendapatkan kartu perlindungan sosial (KPS) yang berguna untuk mencairkan BLSM. Warga kurang mampu pun protes.
Karena merasa tak enak, aparat desa yang mendapatkan BLSM itu akhirnya tidak mengambil uang BLSM-nya. Kepala Desa Sleman mendesak agar pemerintah lebih dulu memverifikasi data warga miskin sebelum mencairkan BLSM. (Rmn/Ndy)