Sukses

DPR dan Pemerintah Belum Menyepakati RUU KKR

Dewan mengusulkan rekonsiliasi dimulai sejak Indonesia merdeka, 17 Agustus 1945. Menurut pemerintah, limitasi kasus hanya akan menyebabkan ketidakadilan.

Liputan6.com, Jakarta: Pembahasan Rancangan Undang-undang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (RUU KKR) antara DPR dan pemerintah tampaknya makin jauh dari titik temu. Pasalnya, kedua belah pihak belum sepakat saat membahas beberapa pasal penting dalam RUU tersebut.

Sejumlah masalah yang menjadi perdebatan dalam rapat Kamis (25/9) antara lain soal batas waktu penerapan rekonsiliasi dan perlu tidaknya lembaga KKR. Sebagian anggota Dewan mengusulkan rekonsiliasi dimulai sejak Indonesia merdeka, yaitu 17 Agustus 1945. Dengan begitu, pelanggaran HAM pada masa penjajahan tak menjadi wilayah kerja KKR.

Menteri Kehakiman dan HAM Yusril Ihza Mahendra berpendapat, limitasi kasus tak diperlukan karena akan menyebabkan ketidakadilan. Dia mencontohkan, jika batasan kasus hanya 30 tahun, hanya yang dulu dianggap anggota Partai Komunis Indonesia yang diuntungkan. Padahal, banyak anggota PKI yang melanggar HAM kepada kelompok Masyumi dan Partai Sarikat Islam. Kendati kurang populer di masyarakat, menurut Yusril, UU KKR sangat diperlukan untuk menyatukan perbedaan dan pertikaian pada masa silam.

Secara terbuka, Yusril juga mengaku kecewa dengan sikap anggota Pansus RUU KKR yang akan memanggil sejumlah menteri. Soalnya, pemerintah telah menunjuk Menkeh dan Ham sebagai wakil pemerintah untuk membahas masalah tersebut.

Kontroversi seputar penangkapan sejumlah orang yang diduga terkait terorisme juga mewarnai rapat RUU KKR. Sempat terjadi tarik ulur karena penangkapan aktivis Islam di luar konteks pembahasan materi KKR. Meski masalah itu di luar konteks pembahasan materi rapat, Kepala Polri Jenderal Polisi Da`i Bachtiar tetap menjelaskan masalah tersebut agar tak terjadi polemik lebih panjang di masyarakat. Dalam forum ini, Kapolri juga menyarankan agar pihak yang merasa keberatan dengan penangkapan sejumlah orang terkait terorisme segera mempraperadilankan Polri.(ULF/Teguh Hadi Prayito dan Satya Pandia)