Sukses

Pesta Perang Suku Dani

Pesta perang suku Dani diselenggarakan sejak 20 tahun silam. Sebuah festival budaya yang digelar saban tahun untuk menyalurkan naluri berperang suku Dani.

Liputan6.com, Jaya Pura: Perang pasti berbuah bencana. Tapi bagi suku Dani kegiatan adu kuat ini merupakan media perdamaian saban perselisihan paham antarsuku atau antarkelompok dalam suku terjadi. Namun, sejak 20 tahun silam, pemerintah mengeluarkan peraturan yang melarang suku Dani berperang. Kemudian dibuatlah Festival Budaya Perang untuk menyalurkan naluri berkelahi kaum yang belum sepenuhnya tersentuh pembangunan ini. Pesta perang yang diadakan saban tahun. Tepat di Dugum Dani, Lembah Baliem, Kabupaten Jaya Wijaya, Papua, pesta perang tahun itu dilaksanakan, baru-baru ini. Sebuah lapangan berbukit-bukit kecil dan tebing-tebing curam di sekililingnya menjadi arena perang.

Persiapan perang dilakukan sehari sebelumnya. Kaum perempuan bertugas memasak makanan yakni ubi. Sedangkan para lelaki berburu binatang ke hutan. Kemudian secara bersama-sama mereka berkumpul memotong babi sebagai simbol perdamaian. Mereka juga menari dan mengumandangkan tembang-tembang tradisional sebagai tanda kemeriahan pesta [baca: Menjelang Pesta Perang Suku Dani].

Keesokan harinya, semua peserta pesta perang berkumpul di Dugum Dani, termasuk seluruh orang Dani yang tersebar di tujuh kecamatan Lembah Baliem. Mereka mengenakan semua atribut perang terbaik seperti lumpur, arang, dan kapur yang dilukis di wajah serta raga. Tak lupa pula panah dan tombak. Meski perangnya tak sungguhan, senjata-senjata itu diasah dengan tajam layaknya hendak benar-benar berperang.

Pesta perang suku Dani dihadiri pula oleh pejabat pemerintah setempat. Sejumlah petugas keamanan pun dikerahkan untuk mengantisipasi kalau-kalau peserta benar-benar baku hantam. Selain itu, acara juga diramaikan oleh kaum pendatang yang hendak menonton serta wisatawan baik lokal maupun mancanegara.

Perang diawali dengan lomba lari ternak peliharaan suku Dani yakni babi. Kemudian, kaum perempuan membuka prosesi dengan menyanyikan lagu-lagu pembangkit semangat. Pada saat bersamaan, kaum muda menghangatkan suasana dengan tarian dan lagu-lagu pergaulan.

Musik dan tarian berakhir. Pesta perang pun dimulai. Kedua kubu suku Dani saling menyerang. Panah-panah dilepas. Tombak pun dihujamkan kepada lawan. Rumah-rumah gubuk dibakar. Kaum hawa dan anak-anak berlarian pontang-panting sambil berteriak-teriak ketakutan. Setelah itu, perang usai. Semua korban terluka digotong untuk diobati. Zaman dahulu, perang seperti ini disebut perang terhormat atau dikenal dengan nama mano a mano. Terhormat karena dilakukan atas dasar kesepakatan. Bukan diam-diam menyerang saat musuh lengah.

Pesta perang kini usai. Semua peserta berkumpul kembali. Mereka menyembelih seekor babi ternak muda sebagai tanda sengketa telah diselesaikan. Dan damai pun kembali bersemayam di lembah Baliem.(MTA/Tim Potret SCTV)