Bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM) sebagai kompensasi dari kenaikan harga BBM dalam kenyataannya justru menimbulkan masalah di lapangan. Seperti yang terjadi di Kabupaten Jember, Jawa Timur, Minggu 7 Juli 2013 lalu. Besaran rupiah BLSM dipotong.
Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi PKB Nur Yasin mengungkap masalah lain dalam pemberian BLSM di Kabupaten Jember. Yakni adanya pemotongan BLSM sebesar Rp 20 ribu dari jumlah sebenarnya Rp 150 ribu. Sehingga warga kurang mampu di wilayah tersebut mendapatkan dana bantuan sebesar Rp 130 ribu.
"Seperti banyak BLSM yang jatuh pada orang yang tidak berhak. Masih terdata orang yang sudah meninggal sebagai penerima BLSM. Ada (juga) pemotongan dana BLSM sebesar Rp 20 ribu dengan alasan untuk dibagi ke mereka yang belum dapat. Serta Ketua RT/RW kerap menjadi sasaran komplain dari warga yang tidak mendapatkan BLSM," kata Yasin dalam keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com di Jakarta, Selasa (9/7/2013).
Karenanya, Yasin mendesak Badan Pusat Statistik (BPS) untuk bertanggung jawab dengan data yang tidak akurat. "BPS harus mengevaluasi metode dan cara pelaksanaan pencacahan data di lapangan," ujarnya.
Pencacahan data di lapangan, lanjut dia, harus melibatkan kepala desa dan ketua RT/RW. Sebab pejabat desa itu yang lebih mengetahui warga setempat. Kemudian pemerintah harus mempertegas kriteria miskin di lapangan. "Sebaiknya kriteria miskin tidak berlaku secara nasional," sebut Yasin.
Selain itu, Yasin juga meminta kepala daerah khususnya di Dapil Jatim IV untuk menunda pembagian BLSM hingga menunggu akurasi data penerima. (Riz/Yus)
BLSM di Jember Disunat Rp 20 Ribu
BLSM sebagai kompensasi dari kenaikan harga BBM dalam kenyataannya justru menimbulkan masalah di lapangan.
Advertisement