Sejumlah partai menyatakan keberatan dengan angka 20 persen di dalam presidential threshold. Salah satunya adalah Partai Hanura yang meminta presidential threshold dihapus agar penurunan ambang batas pengajuan capres berkurang.
Menanggapi hal itu, politisi Partai Demokrat I Gede Pasek Suardika menilai mereka yang meminta perubahan UU tersebut adalah yang tidak mampu mendapatkan 20 persen perolehan kursi di parlemen dan 25 persen perolehan suara secara nasional. Jadi tidak perlu mengubah aturan tersebut.
"Kalau merasa nggak mampu mengikuti (presidential threshold), aturan (UU Pilpres) nggak perlu diubah," kata Pasek di Kompleks Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (9/8/2013).
Dia menjelaskan, revisi ambang batas pengajuan capres bukan masalah yang urgent untuk dilakukan pada saat ini. "Tak terlalu urgen untuk direvisi," ujar Pasek.
Pengajuan capres berdasarkan pada Pasal 9 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden. Pasal itu menyebutkan, pasangan capres diusulkan parpol atau gabungan parpol yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen suara sah nasional pemilu legislatif.
Sehingga, Ketua Komisi III itu menyatakan aturan tersebut dibuat untuk dipatuhi oleh seluruh partai politik. "Seharusnya keinginan mengikuti sistem. Bukan aturan yang mengikuti keinginan," ujar Pasek.
Ketua Fraksi Hanura Syarifuddin Suding menilai presidential threshold dengan angka 20 persen tidak memberikan kesempatan bagi partai-partai untuk bertarung baik di pemilu mendatang. Dia menyebut hal itu sebagai tirani mayoritas, sebagai bentuk dari arogansi partai politik besar. (Riz/Sss)
PD: Parpol Nggak Mampu Presidential Threshold Jangan Ubah UU
I Gede Pasek Suardika menilai mereka yang meminta perubahan UU tersebut adalah yang tidak mampu mendapatkan 20 persen kursi parlemen.
Advertisement