Peristiwa kerusuhan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Tanjung Gusta Medan Sumatera Utara pada Kamis (11/7/2013) malam dinilai akibat utama penerapan Peraturan Pemerintah 99 Tahun 2012. Khususnya terkait pengetatan pemberian remisi kepada narapidana korupsi, narkoba, dan terorisme.
Hal tersebut diakui Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Amir Syamsuddin dalam diskusi Polemik bertema Gelap Mata di Tanjung Gusta, di Warung Daun, Cikini, Jakarta, Sabtu (13/7/2013).
"Tapi PP Nomor 99 Tahun 2012 itu tak bisa dilepaskan dari semangat kemarahan napi yang dipidana bersifat extra ordinary mengganggu keresahan di awal oleh mayarakat," ujar Amir.
Apa yang disebut-sebut kerusuhan akibat kelangkaan listrik dan air, menurut Amir, hanyalah pemicu bukan penyebab utama. Masalah listrik dan air memasuki puasa Ramadan memang boleh dikatakan salah satu faktor kerusuhan ini, tapi bukan satu-satunya faktor.
"Rupanya ada satu penantian warga binaan soal penerapaan PP Nomor 2012. Karena diberlakukan pertengahan Juni 2013 sehingga wajar dipahami penerapannya belum selancar yang kami harapkan," ujarnya.
Kendati, kata dia, sekarang ini melalui PP Nomor 2012 hukuman jauh lebih keras. Sehingga tentunya untuk mengatasi situasi seperti ini harus terbuka dengan mengevaluasi dan penyesuaian agar PP Nomor 99 bisa disesuaikan di masyarakat. "Khususnya Tanjung Gusta terpidana korupsi hanya 4 orang dari 2.600, terbesar narkoba lebih dari separuh jumlahnya."
Faktor lain kerusuhan ini, lanjut Amir, berdasarkan informasi warga binaan di Lapas tidak sedikit mengusai aturan teori perundangan dan hukum. Sehingga mereka menganggap ketidakadilan muncul melalui PP Nomor 99 ini.
"Mereka merasa setelah dijatuhkan hukuman di pengadilan ada hukuman lagi. Inilah yang mereka jumlahnya menurut kami datanya besar. Bahwa hal seperti ini bisa terakumulasi ditambah lagi over kapasity, listrik dan air. Ini faktor semua," ujarnya. (Ary)
Hal tersebut diakui Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Amir Syamsuddin dalam diskusi Polemik bertema Gelap Mata di Tanjung Gusta, di Warung Daun, Cikini, Jakarta, Sabtu (13/7/2013).
"Tapi PP Nomor 99 Tahun 2012 itu tak bisa dilepaskan dari semangat kemarahan napi yang dipidana bersifat extra ordinary mengganggu keresahan di awal oleh mayarakat," ujar Amir.
Apa yang disebut-sebut kerusuhan akibat kelangkaan listrik dan air, menurut Amir, hanyalah pemicu bukan penyebab utama. Masalah listrik dan air memasuki puasa Ramadan memang boleh dikatakan salah satu faktor kerusuhan ini, tapi bukan satu-satunya faktor.
"Rupanya ada satu penantian warga binaan soal penerapaan PP Nomor 2012. Karena diberlakukan pertengahan Juni 2013 sehingga wajar dipahami penerapannya belum selancar yang kami harapkan," ujarnya.
Kendati, kata dia, sekarang ini melalui PP Nomor 2012 hukuman jauh lebih keras. Sehingga tentunya untuk mengatasi situasi seperti ini harus terbuka dengan mengevaluasi dan penyesuaian agar PP Nomor 99 bisa disesuaikan di masyarakat. "Khususnya Tanjung Gusta terpidana korupsi hanya 4 orang dari 2.600, terbesar narkoba lebih dari separuh jumlahnya."
Faktor lain kerusuhan ini, lanjut Amir, berdasarkan informasi warga binaan di Lapas tidak sedikit mengusai aturan teori perundangan dan hukum. Sehingga mereka menganggap ketidakadilan muncul melalui PP Nomor 99 ini.
"Mereka merasa setelah dijatuhkan hukuman di pengadilan ada hukuman lagi. Inilah yang mereka jumlahnya menurut kami datanya besar. Bahwa hal seperti ini bisa terakumulasi ditambah lagi over kapasity, listrik dan air. Ini faktor semua," ujarnya. (Ary)