Insiden di Lembaga Pemasyarakatan (L) Tanjung Gusta, Medan, membuat heboh nusantara dan dunia internasional. Ratusan napi beringas membakar dan merusak, bahkan ratusan lainnya kabur. Salah satu faktor yang menjadi alasan terjadinya insiden tersebut adalah PP No 99 Tahun 2012 yang dinilai bermasalah oleh para napi.
Anggota Komisi III DPR Fraksi Golkar, Bambang Soesatyo manilai PP tersebut tidak layak dipertahankan. "Sebab, PP ini sangat mudah disalahgunakan dan diperdagangkan," kata politisi yang sering disapa Bamsoet di Jakarta, Minggu (14/7/2013).
Alasan ketidaklayakan dapat terlihat bila berkaca pada kasus Meirika Franola alias Ola, terpidana mati dalam kasus narkoba, yang mendapat grasi menjadi hukuman seumur hidup.
"PP No 99/2012 sangat mudah untuk disalahgunakan oleh pihak-pihak yang berwenang melaksanakan PP ini, yakni oknum Kemenkumham. Sudah bukan rahasia lagi bahwa remisi dalam praktiknya ibarat barang dagangan," ujar Bamsoet.
Politisi Golkar itu mengingatkan dari pemberian grasi pada Ola, sempat membuat mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD geram. "Demikian geramnya sehingga Ketua MK waktu itu, Mahfud MD menduga kuat jaringan mafia narkoba sudah berhasil menembus Istana Negara," ungkapnya.
Parahnya, lanjut Bamsoet, para napi dari dua pindak pidana utama, seperti narkoba dan korupsi, bisa mendapat remisi bila membayar sejumlah uang.
"Anda mau dapat remisi? Berani bayar berapa? Model pertanyaan seperti ini sudah barang tentu hanya layak dialamatkan kepada terpidana kasus korupsi dan terpidana kasus narkoba," jelasnya.
Asumsi seperti itu mencuat karena terpidana 2 kasus itu masih kaya raya dengan pemilikan jumlah uang yang masih sangat besar. Sehingga mereka berani bayar berapa saja untuk mendapatkan keringanan hukuman mereka.
"Maka, belajar dari kasus grasi untuk Ola. PP ini sebaiknya dibatalkan agar tidak lagi terjadi ekses di kemudian hari," pungkasnya.
Dampak dari kericuhan napi LP Tanjung Gusta yang menolak PP 99/2012, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Amir Syamsuddin mengusulkan PP tersebut untuk dievaluasi kembali. Namun, Amir menegaskan bahwa semangat dari PP tersebut untuk menimbulkan efek jera bagi para pelaku narkoba, korupsi, dan teroris.
Penolakan tidak hanya datang dari para napi, tapi juga Mantan Menteri Kehakiman dan HAM Yusril Ihza Mahendra. "Ada puluhan orang yang minta bantuan saya untuk uji PP tersebut. Karena bertentangan dengan UU Permasyarakatan. Ini melanggar konstitusi yang mewajibkan kita semua menaati hierarki peraturan perundang-undangan," kata Yusril, Jumat 12 Juli. (Riz/Ism)
.