Pemprov DKI Jakarta diminta dapat mengatasi masalah pertanahan di Ibukota. Terutama mengatasi persoalan transparansi dengan masyarakat tentang proses penyelesaian menjadi tanah bersertifikat resmi serta sinergitas birokrasi. Lantaran, banyak konflik dan kekisruhan yang terjadi di Jakarta akibat permasalahan tanah.
"Kasus paling mencolok dialami warga di wilayah Pluit, Meruya, dan Klender akibat penyelewengan sertifikat. Karena itu Pemda DKI harus menyelesaikan permasalahan tersebut dengan bijak," kata Direktur Eksekutif The Jakarta Institute Zulfian S Rehalat di Cikini, Jakarta, Selasa (16/7/2013).
Ia menyoroti adanya sertifikat ganda yang menimpa wilayah tersebut. Contohnya, ahli waris yang tidak merasa menjual tanah, namun tiba-tiba diambil haknya oleh pemilik baru yang mengklaim punya sertifikat asli. Padahal sertifikat baru itu terbit tanpa mempunyai girik yang asli dan jelas. Tak ayal aksi penggusuran warga yang notabenenya pemilik tanah yang sah kerap terjadi.
"Karena itu, kami mendorong pemerintah daerah, aparat terkait, dan warga Jakarta dapat saling bertemu dan bertukar pikiran untuk bersama-sama merumuskan upaya menyelesaikan permasalahan tanah di Jakarta," jelas Zulfian.
Ketua Kerukunan Ahli Waris Hak Dasar Tanah Meruya Selatan H Mardani Zuhri menambahkan, persoalan tanah di Ibukota sulit diatasi apabila aparat terkait tidak turun langsung ke bawah. Lantaran sebidang tanah yang sudah jelas status kepemilikannya oleh warga dapat berpindah tangan kepada orang lain.
"Karena itu petugas harus turun ke bawah, sehingga bisa mengawal keputusan pengadilan. Selain itu juga harus ada win-win solution dari masyarakat itu sendiri," jelas Mardani.
"Aparat pemangku hukum harus turun, sehingga tidak sering terjadi gesekan di masyarakat. Karena eskalasi kecil dapat menjadi persoalan besar," tukas Mardani. (Adi/Sss)
"Kasus paling mencolok dialami warga di wilayah Pluit, Meruya, dan Klender akibat penyelewengan sertifikat. Karena itu Pemda DKI harus menyelesaikan permasalahan tersebut dengan bijak," kata Direktur Eksekutif The Jakarta Institute Zulfian S Rehalat di Cikini, Jakarta, Selasa (16/7/2013).
Ia menyoroti adanya sertifikat ganda yang menimpa wilayah tersebut. Contohnya, ahli waris yang tidak merasa menjual tanah, namun tiba-tiba diambil haknya oleh pemilik baru yang mengklaim punya sertifikat asli. Padahal sertifikat baru itu terbit tanpa mempunyai girik yang asli dan jelas. Tak ayal aksi penggusuran warga yang notabenenya pemilik tanah yang sah kerap terjadi.
"Karena itu, kami mendorong pemerintah daerah, aparat terkait, dan warga Jakarta dapat saling bertemu dan bertukar pikiran untuk bersama-sama merumuskan upaya menyelesaikan permasalahan tanah di Jakarta," jelas Zulfian.
Ketua Kerukunan Ahli Waris Hak Dasar Tanah Meruya Selatan H Mardani Zuhri menambahkan, persoalan tanah di Ibukota sulit diatasi apabila aparat terkait tidak turun langsung ke bawah. Lantaran sebidang tanah yang sudah jelas status kepemilikannya oleh warga dapat berpindah tangan kepada orang lain.
"Karena itu petugas harus turun ke bawah, sehingga bisa mengawal keputusan pengadilan. Selain itu juga harus ada win-win solution dari masyarakat itu sendiri," jelas Mardani.
"Aparat pemangku hukum harus turun, sehingga tidak sering terjadi gesekan di masyarakat. Karena eskalasi kecil dapat menjadi persoalan besar," tukas Mardani. (Adi/Sss)