Anggota Komisi III DPR Bambang Soesatyo mempertanyakan alasan Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin, meminta DPR merevisi UU 35/2009 tentang Narkotika. Bahkan, ia menduga ada agenda terselubung di balik tantangan menteri asal Partai Demokrat itu.
"'Tantangan Menkumham yang meminta DPR merevisi UU 35 tahun 2009 tentang Narkotika, patut dipertanyakan," kata Bambang dalam pesan singkatnya di Jakarta, Kamis (18/7/2013).
Menurut Bambang, meskipun Menkumham beralasan bahwa aturan dalam UU tersebut belum memisahkan ancaman hukuman bagi pengguna, pemilik, serta bandar narkotika mengenai siapa yang harus direhabilitasi dan siapa yang harus ditahan di lapas, nyatanya aturan dalam UU tersebut sudah memadai. "Saya justru heran mengapa tiba-tiba Menteri Hukum dan HAM, baru mempersoalkan UU itu," kata dia.
"Saya justru curiga jangan-jangan ada agenda terselubung dalam desakan itu," tambahnya.
Bambang menduga ada pihak yang ingin diselamatkan. Dia menambahkan, usulan itu seolah-olah ingin memberi karpet merah pada bandar, pengedar, dan pengguna yang mungkin saja dari kerabat orang penting yang saat ini belum terungkap atau tertangkap.
"Saya justru melihat ada kekhawatiran berlebihan dari menteri bila dia tidak berkuasa lagi. Pemerintahan baru nanti akan lebih tegas menindak para bandar, pengedar dan pengguna narkoba," ujar Bambang.
Ia menyatakan, saat ini sudah menjadi rahasia umum bahwa banyak keluarga para pejabat yang berkuasa bermasalah dengan narkoba. "Kita sudah bersepakat, bahwa korupsi, narkoba dan terorisme adalah kejahatan luar biasa yang harus ditindak tegas tanpa pandang bulu," ujarnya.
Bambang teringat sinyalemen mantan ketua MK Mahfud MD terkait pemberian grasi terhadap penjahat narkoba asal Australia, bahwa jaringan mafia narkoba sudah masuk ke istana. "Jadi, kita di DPR justru tengah mewaspadai usulan-usulan yang ingin mengubah UU atau merevisi UU 35/2009 tentang Narkotika," jelas Bambang.
Menurut dia, yang patut diduga akan memberikan lubang atau celah hukum bagi bandar dan pengedar bergeser kepada dakwaan sebagai pemakai. Sehingga bebas dari hukuman berat dan hanya direhabilitasi.
Kerusuhan di Lembaga Permasyarakatan (LP) Tanjung Gusta di Medan, Sumatera Utara, yang berujung kaburnya ratusan narapidana dan menewaskan 5 orang membuat banyak pihak terperangah. Kelebihan kapasitas pada lapas pun diakui Menteri Hukum dan HAM, Amir Syamsuddin pada Rabu 17 Juli kemarin.
Selain itu, Amir mengungkapkan, napi dengan masalah narkoba lah yang mendominasi lapas-lapas di seluruh Indonesia. "Para napi terkait kasus narkotika, yakni pengguna, pemilik, pengedar, pembawa, dan pengimpor narkoba masih tercampur baur. Belum ada peraturan yang secara baik memisahkan status para napi terkait narkoba ini, termasuk UU 35/2009 tentang Narkotika," ungkap Amir. (Sul/Mut)
"'Tantangan Menkumham yang meminta DPR merevisi UU 35 tahun 2009 tentang Narkotika, patut dipertanyakan," kata Bambang dalam pesan singkatnya di Jakarta, Kamis (18/7/2013).
Menurut Bambang, meskipun Menkumham beralasan bahwa aturan dalam UU tersebut belum memisahkan ancaman hukuman bagi pengguna, pemilik, serta bandar narkotika mengenai siapa yang harus direhabilitasi dan siapa yang harus ditahan di lapas, nyatanya aturan dalam UU tersebut sudah memadai. "Saya justru heran mengapa tiba-tiba Menteri Hukum dan HAM, baru mempersoalkan UU itu," kata dia.
"Saya justru curiga jangan-jangan ada agenda terselubung dalam desakan itu," tambahnya.
Bambang menduga ada pihak yang ingin diselamatkan. Dia menambahkan, usulan itu seolah-olah ingin memberi karpet merah pada bandar, pengedar, dan pengguna yang mungkin saja dari kerabat orang penting yang saat ini belum terungkap atau tertangkap.
"Saya justru melihat ada kekhawatiran berlebihan dari menteri bila dia tidak berkuasa lagi. Pemerintahan baru nanti akan lebih tegas menindak para bandar, pengedar dan pengguna narkoba," ujar Bambang.
Ia menyatakan, saat ini sudah menjadi rahasia umum bahwa banyak keluarga para pejabat yang berkuasa bermasalah dengan narkoba. "Kita sudah bersepakat, bahwa korupsi, narkoba dan terorisme adalah kejahatan luar biasa yang harus ditindak tegas tanpa pandang bulu," ujarnya.
Bambang teringat sinyalemen mantan ketua MK Mahfud MD terkait pemberian grasi terhadap penjahat narkoba asal Australia, bahwa jaringan mafia narkoba sudah masuk ke istana. "Jadi, kita di DPR justru tengah mewaspadai usulan-usulan yang ingin mengubah UU atau merevisi UU 35/2009 tentang Narkotika," jelas Bambang.
Menurut dia, yang patut diduga akan memberikan lubang atau celah hukum bagi bandar dan pengedar bergeser kepada dakwaan sebagai pemakai. Sehingga bebas dari hukuman berat dan hanya direhabilitasi.
Kerusuhan di Lembaga Permasyarakatan (LP) Tanjung Gusta di Medan, Sumatera Utara, yang berujung kaburnya ratusan narapidana dan menewaskan 5 orang membuat banyak pihak terperangah. Kelebihan kapasitas pada lapas pun diakui Menteri Hukum dan HAM, Amir Syamsuddin pada Rabu 17 Juli kemarin.
Selain itu, Amir mengungkapkan, napi dengan masalah narkoba lah yang mendominasi lapas-lapas di seluruh Indonesia. "Para napi terkait kasus narkotika, yakni pengguna, pemilik, pengedar, pembawa, dan pengimpor narkoba masih tercampur baur. Belum ada peraturan yang secara baik memisahkan status para napi terkait narkoba ini, termasuk UU 35/2009 tentang Narkotika," ungkap Amir. (Sul/Mut)