PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) akhirnya menyetujui sahamnya dibeli oleh Pemrov DKI Jakarta melalui Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) DKI. PT Pembangunan Jaya akan membeli 51% saham yang dimiliki Suez International.
Hal tersebut diungkapkan oleh Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Tetapi menurutnya, pihak Palyja terkesan khawatir Pemprov DKI membeli tanpa membayar. Kisahnya begitu menarik, sekaligus gila bagi Ahok.
"Palyja ini menarik, dia kirim surat ke kita kalau dia nolak. Tapi waktu nego dengan PAM Jaya, mereka sudah sepakat jual sama kita. Jadi mereka khawatir kita membeli tanpa bayar. Saya bilang, 'Gila! Kamu pikir kita ngemplang'. Kita bayar baik-baik kok dengan BUMD," ujar Ahok di Balaikota, Jakarta, Kamis (18/7/2013).
Untuk melengkapi proses pembelian tersebut, Pemrov DKI -- dalam hal ini PT Pembangunan Jaya -- akan mengirim letter of interest (LoI) kepada Suez International.
LoI merupakan surat resmi bisnis mengenai pembelian atau pengambilalihan (akuisisi) aset dan saham perusahaan, penanaman modal atau investasi, modal patungan, atau penggabungan (merger) perusahaan, yang umumnya dalam skala besar secara finansial.
Setelah pembelian 51%Â saham Palyja, Pemrov DKI akan mulai menawarkan kepada Astratel yang memiliki 49% agar bersedia dibeli oleh PT Jakarta Propertindo (Jakpro) BUMD DKI. Dengan begitu, Palyja akan dimiliki sepenuhnya oleh Pemrov DKI dan akan dikontrol di Perusahaan Air Minum (PAM).
"Tetap BUMD tapi dikontrol di PAM. Jakpro mau ambil 49%. Jadi kita mayoritas. Kalau Jakpro kan punya kita. Pembangunan Jaya kan kita punya 40%. Kita mau tunjukin kita profesional. Pembangunan Jaya ini perusahaan TBK lho! Jakpro memang belum TBK, tapi 2015 sudah TBK. Tapi kan 51% dipegang dengan perusahaan TBK kan? Itu yang penting.
Untuk Penyertaan Modal Pemerintah (PMP), menurut Ahok, telah dianggarkan. Yaitu Rp 1,5 triliun untuk Pembangunan Jaya yang membeli 51% saham Palyja dan Rp 1 triliun kepada Jakpro apabila akan membeli 49% saham. (Sss)
Hal tersebut diungkapkan oleh Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Tetapi menurutnya, pihak Palyja terkesan khawatir Pemprov DKI membeli tanpa membayar. Kisahnya begitu menarik, sekaligus gila bagi Ahok.
"Palyja ini menarik, dia kirim surat ke kita kalau dia nolak. Tapi waktu nego dengan PAM Jaya, mereka sudah sepakat jual sama kita. Jadi mereka khawatir kita membeli tanpa bayar. Saya bilang, 'Gila! Kamu pikir kita ngemplang'. Kita bayar baik-baik kok dengan BUMD," ujar Ahok di Balaikota, Jakarta, Kamis (18/7/2013).
Untuk melengkapi proses pembelian tersebut, Pemrov DKI -- dalam hal ini PT Pembangunan Jaya -- akan mengirim letter of interest (LoI) kepada Suez International.
LoI merupakan surat resmi bisnis mengenai pembelian atau pengambilalihan (akuisisi) aset dan saham perusahaan, penanaman modal atau investasi, modal patungan, atau penggabungan (merger) perusahaan, yang umumnya dalam skala besar secara finansial.
Setelah pembelian 51%Â saham Palyja, Pemrov DKI akan mulai menawarkan kepada Astratel yang memiliki 49% agar bersedia dibeli oleh PT Jakarta Propertindo (Jakpro) BUMD DKI. Dengan begitu, Palyja akan dimiliki sepenuhnya oleh Pemrov DKI dan akan dikontrol di Perusahaan Air Minum (PAM).
"Tetap BUMD tapi dikontrol di PAM. Jakpro mau ambil 49%. Jadi kita mayoritas. Kalau Jakpro kan punya kita. Pembangunan Jaya kan kita punya 40%. Kita mau tunjukin kita profesional. Pembangunan Jaya ini perusahaan TBK lho! Jakpro memang belum TBK, tapi 2015 sudah TBK. Tapi kan 51% dipegang dengan perusahaan TBK kan? Itu yang penting.
Untuk Penyertaan Modal Pemerintah (PMP), menurut Ahok, telah dianggarkan. Yaitu Rp 1,5 triliun untuk Pembangunan Jaya yang membeli 51% saham Palyja dan Rp 1 triliun kepada Jakpro apabila akan membeli 49% saham. (Sss)