Sukses

DKI Banyak Gunakan CSR, Pengamat: Sama Saja Dana Siluman

Program-program tersebut seharusnya dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI, bukan dari dana CSR.

Beberapa program Pemprov DKI, seperti penataan kampung, penataan Pedagang Kaki Lima (PKL), pembuatan taman, pembangunan rumah susun (rusun), sebagian besar menggunakan dana Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan.

Pengamat Politik UI, Iberamsjah, mengkritik pemanfaatan CSR dalam pengerjaan fasilitas pemerintah provinsi DKI itu. Menurutnya, program-program tersebut seharusnya dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI.

"Tidak bisa itu. Semua biaya untuk program tersebut harus masuk APBD. Kalau CSR itu sama saja dana siluman. Harusnya menggunakan APBD yang disusun dengan DPRD," ujar Iberamsjah ketika dihubungi, Jumat (19/7/2013).

Ia beranggapan perusahaan-perusahaan yang telah membantu Pemprov DKI melalui CSR seperti Agung Podomoro, Agung Sedayu, Summarecon, Duta Anggada, Data Intiland, pasti memiliki kepentingan. Sehingga sama saja ibaratnya menggadaikan DKI Jakarta.

"Pasti ada (kepentingan). Ya, kalau diperbolehkan terus, nanti setiap cukong-cukong akan membantu. Nanti bisa membuat Jakarta seperti tergadai," ujarnya.

Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) Jakarta mencatat terdapat 7 Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang banyak menggunakan dana CSR, antara lain Dinas PU, Dinas Kebersihan, Dinas Perumahan, Dinas UMKM, Dinas Energi, Dinas Pertamanan, Dinas Pendidikan. (Tnt/Yus)