Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) memperpanjang masa penahanan terhadap terdakwa kasus dugaan korupsi bioremediasi PT Chevron Pacific Indonesia (CPI), Bachtiar Abdul Fatah.
Namun, Ketua Majelis Hakim PN Tipikor, Antonius Budi diduga salah menuliskan tanggal dalam surat perpanjangan masa penahanan itu. Antonius pun diadukan ke Komisi Yudisial (KY).
"Yang kami laporkan adalah mengenai kesalahan Hakim Antonius soal perpanjangan penahanan terhadap Bahctiar Abdul Fatah," kata kuasa hukum terdakwa, Maqdir Ismail di Gedung KY, Jakarta, Jumat (19/7/2013).
Ia menjelaskan Hakim Antonius menandatangani surat perpanjangan masa penahanan pada 28 Mei 2013. Namun, perpanjangan itu berlaku sejak 22 Mei 2013.
"Kesalahan itu meski sudah diperbaiki, tapi seharusnya tidak perlu terjadi. Ini sama saja melanggar HAM. Dari tanggal 22-28 Mei itu sama dengan perampasan kemerdekaan orang," ujar Maqdir.
Ia menambahkan kesalahan seperti merupakan pelanggaran berat dalam perilaku etik seorang hakim. Mengingat, ada HAM yang dirampas dari terdakwa.
"Apalagi cara memperbaikinya, yang perbaikannya (dilakukan) dalam putus sela. Jadi Antonius ini secara sengaja berbuat ini. Ini hakim karir, dan dia ketua majelisnya," imbuh Maqdir.
Selain itu, Maqdir menegaskan pihaknya juga berencana melaporkan hakim-hakim lainnya yang menangani kasus bioremediasi ke KY karena diduga melanggar kode etik.
"Tapi itu baru secara lisan. Misalnya, hakim yang tidur. Hakim yang membuat putusan ini tidur. Dalam 2-3 hari lagi akan kami sampaikan secara resmi," tukas Maqdir.
Vonis 2 Tahun Kukuh Kertasafari
Dalam kasus ini, Majelis Hakim Tipikor Jakarta juga telah menjatuhkan vonis bersalah selama 2 tahun penjara terdakwa Kukuh Kertasafari, dalam kasus bioremediasi fiktif PT Chevron, Jakarta, Rabu 17 Juli 2013 lalu. Selain itu Ketua Tim Penanganan isu Sosial Lingkungan Sumatera Light South (SLS) Minas PT Chevron Pacific Indonesia (PT CPI) itu juga dikenakan hukuman denda sebesar Rp 100 juta subsider 3 bulan kurungan.
Kasus bioremediasi Chevron itu bermula saat Kejaksaan Agung menduga pekerjaan bioremediasi fiktif di 28 lokasi lahan bekas pengolahan minyak. Meski fiktif, Chevron tetap mengklaim biaya yang telah dikeluarkan sebagai biaya pemulihan kepada BP Migas senilai US$ 6,9 juta untuk pembayaran pekerjaan kepada perusahaan pelaksana bioremediasi PT Sumigita Jaya dan PT Green Planet Indonesia. (Adi/Ein)
Namun, Ketua Majelis Hakim PN Tipikor, Antonius Budi diduga salah menuliskan tanggal dalam surat perpanjangan masa penahanan itu. Antonius pun diadukan ke Komisi Yudisial (KY).
"Yang kami laporkan adalah mengenai kesalahan Hakim Antonius soal perpanjangan penahanan terhadap Bahctiar Abdul Fatah," kata kuasa hukum terdakwa, Maqdir Ismail di Gedung KY, Jakarta, Jumat (19/7/2013).
Ia menjelaskan Hakim Antonius menandatangani surat perpanjangan masa penahanan pada 28 Mei 2013. Namun, perpanjangan itu berlaku sejak 22 Mei 2013.
"Kesalahan itu meski sudah diperbaiki, tapi seharusnya tidak perlu terjadi. Ini sama saja melanggar HAM. Dari tanggal 22-28 Mei itu sama dengan perampasan kemerdekaan orang," ujar Maqdir.
Ia menambahkan kesalahan seperti merupakan pelanggaran berat dalam perilaku etik seorang hakim. Mengingat, ada HAM yang dirampas dari terdakwa.
"Apalagi cara memperbaikinya, yang perbaikannya (dilakukan) dalam putus sela. Jadi Antonius ini secara sengaja berbuat ini. Ini hakim karir, dan dia ketua majelisnya," imbuh Maqdir.
Selain itu, Maqdir menegaskan pihaknya juga berencana melaporkan hakim-hakim lainnya yang menangani kasus bioremediasi ke KY karena diduga melanggar kode etik.
"Tapi itu baru secara lisan. Misalnya, hakim yang tidur. Hakim yang membuat putusan ini tidur. Dalam 2-3 hari lagi akan kami sampaikan secara resmi," tukas Maqdir.
Vonis 2 Tahun Kukuh Kertasafari
Dalam kasus ini, Majelis Hakim Tipikor Jakarta juga telah menjatuhkan vonis bersalah selama 2 tahun penjara terdakwa Kukuh Kertasafari, dalam kasus bioremediasi fiktif PT Chevron, Jakarta, Rabu 17 Juli 2013 lalu. Selain itu Ketua Tim Penanganan isu Sosial Lingkungan Sumatera Light South (SLS) Minas PT Chevron Pacific Indonesia (PT CPI) itu juga dikenakan hukuman denda sebesar Rp 100 juta subsider 3 bulan kurungan.
Kasus bioremediasi Chevron itu bermula saat Kejaksaan Agung menduga pekerjaan bioremediasi fiktif di 28 lokasi lahan bekas pengolahan minyak. Meski fiktif, Chevron tetap mengklaim biaya yang telah dikeluarkan sebagai biaya pemulihan kepada BP Migas senilai US$ 6,9 juta untuk pembayaran pekerjaan kepada perusahaan pelaksana bioremediasi PT Sumigita Jaya dan PT Green Planet Indonesia. (Adi/Ein)