Sukses

Stempel Haram Vetsin Mangkuk Merah

Fatwa Majelis Ulama Indonesia menegaskan penyedap makanan produk Ajinomoto haram sebab menggunakan enzim babi. Presiden Wahid dan kajian BPPT mengatakan halal. Masyarakat bingung.

Liputan6.com, Jakarta: Hani gundah. Ibu dua anak itu tak tahu mesti berbuat apa. Hampir saban hari ibu bertubuh subur itu menggunakan penyedap masakan Ajinomoto. Namun semuanya buyar ketika ibu muda itu mendengar Fatwa Majelis Ulama Indonesia: penyedap masakan Ajinomoto haram. Dia pun gamang. Namun, perempuan berambut sebahu itu tetap membeli Masako. Dia beralasan, harganya murah dan memang enak. Lagipula, Mbok Tum tukang sayur langgannya tetap menjual produk itu. "Nggak ada yang ditarik," kata dia.

Sementara itu, sebut saja Yudi, pegawai pabrik Ajinomoto Mojokerto, Jawa Timur bergeming. Istrinya tetap melezatkan makanannya dengan penyedap Ajinomoto. Sebab, Yudi suaminya membantah bahwa produk vetsin yang juga diproduksinya itu mengandung enzim babi. Dengan bahasa sederhana, pria itu menerangkan kepada istrinya bahwa produk akhir penyedap itu seratus persen bersih dari enzim babi.

Kenyataan serupa dengan berbagai versi menyeruak di seloroh pelosok Indonesia. Maklum bumbu penyedap itu telah begitu lama menyatu dengan dapur keluarga di Indonesia. Hampir 30 tahun produk tersebut menyebar di Nusantara. Lantaran itu, pengumuman Komisi Fatwa MUI pada 3 Januari silam itu cukup menghenyakkan.

Kesimpulan tersebut berdasarkan penelitian Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika MUI. Lembaga itu menemukan bahwa PT Ajinomoto Indonesia memakai enzim bactosoytone dalam menghasilkan penyedap tersebut.

Bactosoytone itu digunakan sebagai makanan mikroba untuk memproses fermentasi tetes tebu, yang menjadi bahan vital bumbu masak itu. Tapi, selain memakai kedelai sebagai bahan baku utama, produsen cap mangkuk merah itu juga memakai enzim porcine yang diambil dari pankreas babi. Karena sudah bersentuhan dengan babi, Ketua LPPOM MUI Prof Dr Aisyah Girindra mengatakan, pelezat masakan itu haram bagi umat Muslim.

Bukan itu saja, sebelum masa sertifikasi halal berakhir, LPPOM MUI menerima permintaan PT Ajinomoto untuk mengubah salah satu unsur pembuatan vetsin tersebut. Namun, sebelum perpanjangan stempel halal itu keluar, diam-diam Ajinomoto telah menggunakan bactosoytone -yang sering diplesetkan menjadi back to satan, kembali ke setan. Alasannya, untuk meningkatkan kualitas. Lantaran itu, MUI segera melansir penemuan tersebut. Dalam surat bernomor U-558/MUI/XII/2000 tertera PT Ajinomoto telah mengubah bahan nutrisi yang dimanfaatkan dalam dalam proses pengembangbiakan kultur bakteri, polypeptone menjadi bactosoytone.

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia pun bereaksi. Mereka mengajukan class action dengan tudingan PT Ajinomoto telah membohongi konsumen. Sebab, menempelkan label halal pada produk yang haram. Dalam gugatan per 5 Januari, YLKI menuntut manajemen PT Ajinomoto diganjar lima tahun penjara atau denda senilai Rp 2 miliar.

Tapi, pengkajian MUI berbeda dengan kesimpulan para peneliti dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Kepala Bidang Teknologi Agroindustri dan Bioteknologi BPPT Dr Wahono Sumaryono menegaskan, penggunaan porcine hanya pada proses awal. Berdasarkan kajian ilmiah, tambah dia, enzim itu tak menjadi bagian dari bactosoytone yang menjadi hasil reaksi. Senada dengan itu, Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial Sampurno membenarkan bahwa Ajinomoto memakai enzim babi yang berfungsi sebagai katalisator. Tapi, hasil akhirnya tidak mengandung babi.

PT Ajinomoto bertindak tenang menanggapi ribut-ribut tersebut. Selain menarik semua produksinya dari pasaran, perusahaan penyedap makanan tertua itu juga kooperatif dengan Kepolisian. Tengok saja, para pimpinan Ajinomoto bersedia diperiksa bahkan ada yang sempat mendekam di Tahanan Kepolisian Daerah Jawa Timur segala. Sebut saja, Manager Quality Control Ir Haryono, Manajer Teknis Yusiko Ogama, Manajer Produksi Sartono, dan Manajer Pabrik Heri Suseno. Padahal, polisi belum mempunyai setumpuk bukti. Sementara itu, Polda Metro Jaya juga memeriksa sejumlah pimpinan PT Ajinomoto yang berkantor pusat di Jakarta, termasuk Direktur PT Ajinomoto Indonesia Mitsudo Arakawa. Polda Metro Jaya juga menahan General Manager Ajinomoto Yosi R. Purba dan seorang manajer Tjokorda Gde Bagus Sudharta.

Tapi, akhirnya, Polda Jatim melepas empat pimpinan Ajinomoto Mojokerto tersebut. Bukan itu saja, polisi juga mencabut segel pabrik Ajinomoto di sana. Sedangkan segel gudang penyimpanan produksi Ajinomoto belum dibongkar. Polisi berargumen produk yang menggunakan bactosoytone mesti diamankan dari peredaran. Tapi, tetap saja, manajemen Ajinomoto membantah produksinya mengandung enzim babi. Mereka berpendapat, bactosoytone yang dipakai sejak Februari 2000 silam, tak tercampur dalam proses pembuatan monosodium glutamat atau MSG.

Silang pendapat tersebut kian meruncing lantaran Presiden Abdurrahman Wahid menegaskan produk Ajinimoto halal. Terang saja, warga Nahdliyin puyeng. Pasalnya, mereka mendengar MUI tapi juga mematuhi Gus Dur sebagai kiai Nahdlatul Ulama. Rupanya, persoalan mencuat lantaran perbedaan penafsiran. Lantaran itu, Ketua Yayasan Paramadina Komaruddin Hidayat mengimbau masyarakat menanggapi problem itu dengan kepala dingin. Sementara itu, pakar hukum Harkristuti Harkrisnowo menyatakan perbedaan persepsi tersebut harus dibuktikan secara ilmiah. Begitu pula unsur penipuannya.

Sementara itu, sesuai komitmen yang dibuat dengan MUI, Ajinomoto diwajibkan menarik sebanyak dua ribu ton yang diproduksi sejak Oktober 2000. Penasihat hukum PT Ajinomoto Indonesia Amir Syarifuddin memperkirakan, nilai produk yang dicabut dari peredaran sejak 4 Januari mencapai Rp 5 miliar. Dia menambahkan, kemungkinan besar produk tersebut bakal diekspor. Selain itu, Ajinomoto memutuskan mengganti porcine dengan mameno yang halal.

Tapi, persoalan belum kelar. Pasalnya, nasib 1.800 karyawan dan penduduk yang ikut mengais rezeki di sekitar pabrik masih menggantung. Mereka belum bisa bekerja sebelum kasus tersebut selesai. Paling tidak, penyedap tersebut belum boleh ada di pasaran sebelum stempel halal dari MUI keluar. Padahal, pabrik tersebut tak beroperasi lebih dari sepuluh hari. Asal tahu saja, data produksi 1999 menyebutkan, lantaran tak beroperasi selama 10 hari, Ajinomoto bakal kehilangan 700 hingga 800 ton. Jika keadaan tersebut berlangsung selama sebulan, perusahaan itu diperkirakan merugi sebanyak Rp 50 miliar. Karena itu, semua kalangan berharap persoalan ini cepat beres.

Sembari menunggu, banyak masyarakat yang tak menggunakan bumbu penyedap. Tak sedikit yang melirik merek pelezat masakan lain. Tapi, ada juga yang tetap memakai Ajinomoto. Sementara, Hani tetap berharap kasus ini segera tuntas tas tas. Dengan begitu, perempuan yang gemar memasak itu tak ragu-ragu menyanyikan cup cup cup Ajinomoto cap mangkuk merah, sembari menebarkan butiran putih itu di masakannya.(TNA/Tim Derap Hukum)