Wakil Kepala Polri (Wakapolri) Komisaris Jenderal Polisi Nanan Sukarna menyesalkan bentrokan antara anggota Brigade Mobil (Brimob) dan Sabhara Polda Jawa Tengah. Insiden itu membuat wajah Polri tercoreng.
Karena itu, Polri akan melakukan evaluasi atas sistem pendidikan yang dijalankan Polri selama ini. Termasuk mengevaluasi peran komandan dan pemimpin di level unit untuk menghindari bentrokan serupa di masa mendatang.
"Makanya kami koreksi diri, bagaimana pendidikan dan di lapangan, serta peran para leader di semua level," kata Nanan di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (26/7/2013).
Ia meminta evaluasi perilaku anggota Polri di masing-masing wilayah hukum dilakukan pimpinan di level-level tertentu. Bukan dilakukan oleh Kapolri dan Kapolda. Peran Kapolri dan Kapolda hanya mengevaluasi para komandannya saja.
"Masa harus Kapolri dan Kapolda (periksa anggota Polri). Seharusnya peran para komandan dan pemimpin di level unit seperti Kanit hingga Kapolsek. Kita akan evaluasi yang dikerjakan para komandan Brimob dan Sabhara saat menerima (anggota Polri). Begitu, baru kelar pendidikan masa pendidikan itu bagaimana?" ucap Nanan.
Ia menambahkan dalam kasus bentrok Brimob dan Sabhara itu, pihaknya hanya mempunyai waktu 7 bulan untuk mendidik perangai, reputasi dan kredibilitas para personel Polri.
"(Padahal) kita butuh calon polisi yang terdidik selama 17 tahun. (Tetapi) kami hanya punya waktu 7 bulan untuk mendidik perangai, reputasi dan kredibilitas," jelas Nanan.
Ia mengaku pihaknya terkesan kesulitan merubah sikap personil di saat usia anggota memasuki 17 tahun dengan masa waktu pendidikan hanya 7 bulan. Tapi, lantaran 2 atau 3 orang yang berbuat masalah, hal itu memalukan korps Bhayangkara.
"Orang berumur 17 tahun (dididik) dengan 7 bulan. Bukan kami mengelak, tapi kami cuma 7 bulan mengubahnya. Coba bayangkan. Kalau polisi berasal dari agama dan ibadahnya bagus, pasti polisinya top. Tapi itu tidak semua, hanya 2, 3 orang yang membuat masalah tapi itu memalukan kepolisian," ujar Nanan.
Karena itu, pihaknya akan melakukan koreksi diri agar kasus serupa tidak terjadi lagi. Dan, semua personel Polri akan diajarkan tentang leadership di semua level.
SMS Pemicu Bentrokan
Kapolda Jawa Tengah Inspektur Jenderal Polisi Dwi Priyatno menduga penyerangan 50 Brimob ke markas Sabhara Polda Jawa Tengah itu dipicu isi pesan singkat (SMS) telepon seluler yang diduga bernada menghina.
"Dari markasnya di Srondol, mereka (anggota Brimob) datang mau menanyakan soal SMS itu," kata Dwi Priyatno di Semarang, Jawa Tengah, Kamis 25 Juli kemarin.
Namun gesekan terjadi saat mereka tiba di markas Direktorat Sabhara di Jalan Hadi Subeno, Mijen, Semarang. Dwi juga telah memerintahkan Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Jateng untuk mengusut kejadian tersebut. (Adi/Sss)
Karena itu, Polri akan melakukan evaluasi atas sistem pendidikan yang dijalankan Polri selama ini. Termasuk mengevaluasi peran komandan dan pemimpin di level unit untuk menghindari bentrokan serupa di masa mendatang.
"Makanya kami koreksi diri, bagaimana pendidikan dan di lapangan, serta peran para leader di semua level," kata Nanan di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (26/7/2013).
Ia meminta evaluasi perilaku anggota Polri di masing-masing wilayah hukum dilakukan pimpinan di level-level tertentu. Bukan dilakukan oleh Kapolri dan Kapolda. Peran Kapolri dan Kapolda hanya mengevaluasi para komandannya saja.
"Masa harus Kapolri dan Kapolda (periksa anggota Polri). Seharusnya peran para komandan dan pemimpin di level unit seperti Kanit hingga Kapolsek. Kita akan evaluasi yang dikerjakan para komandan Brimob dan Sabhara saat menerima (anggota Polri). Begitu, baru kelar pendidikan masa pendidikan itu bagaimana?" ucap Nanan.
Ia menambahkan dalam kasus bentrok Brimob dan Sabhara itu, pihaknya hanya mempunyai waktu 7 bulan untuk mendidik perangai, reputasi dan kredibilitas para personel Polri.
"(Padahal) kita butuh calon polisi yang terdidik selama 17 tahun. (Tetapi) kami hanya punya waktu 7 bulan untuk mendidik perangai, reputasi dan kredibilitas," jelas Nanan.
Ia mengaku pihaknya terkesan kesulitan merubah sikap personil di saat usia anggota memasuki 17 tahun dengan masa waktu pendidikan hanya 7 bulan. Tapi, lantaran 2 atau 3 orang yang berbuat masalah, hal itu memalukan korps Bhayangkara.
"Orang berumur 17 tahun (dididik) dengan 7 bulan. Bukan kami mengelak, tapi kami cuma 7 bulan mengubahnya. Coba bayangkan. Kalau polisi berasal dari agama dan ibadahnya bagus, pasti polisinya top. Tapi itu tidak semua, hanya 2, 3 orang yang membuat masalah tapi itu memalukan kepolisian," ujar Nanan.
Karena itu, pihaknya akan melakukan koreksi diri agar kasus serupa tidak terjadi lagi. Dan, semua personel Polri akan diajarkan tentang leadership di semua level.
SMS Pemicu Bentrokan
Kapolda Jawa Tengah Inspektur Jenderal Polisi Dwi Priyatno menduga penyerangan 50 Brimob ke markas Sabhara Polda Jawa Tengah itu dipicu isi pesan singkat (SMS) telepon seluler yang diduga bernada menghina.
"Dari markasnya di Srondol, mereka (anggota Brimob) datang mau menanyakan soal SMS itu," kata Dwi Priyatno di Semarang, Jawa Tengah, Kamis 25 Juli kemarin.
Namun gesekan terjadi saat mereka tiba di markas Direktorat Sabhara di Jalan Hadi Subeno, Mijen, Semarang. Dwi juga telah memerintahkan Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Jateng untuk mengusut kejadian tersebut. (Adi/Sss)