Dengan mengenakan kaos bergaris biru yang dibalut blazer hitam, Vanny Rossyane tampak santai bercerita tentang skandal di Lapas Narkotika Cipinang Jakarta Pusat. Kepada Liputan 6 SCTV, model majalah wanita dewasa itu menuturkan bobroknya lapas yang dihuni mantan kekasihnya, Freddy Budiman, terpidana mati kasus narkoba.
Pengakuan pertama terlontar dari mulut seksi Vanny yang menyebut dirinya kerap mengunjungi Freddy di Lapas Cipinang, Jakarta Timur sebanyak 3 kali dalam sepekan. Dalam kunjungannya, dia mengaku tak menemui hambatan berarti dan barang bawaannya pun tak diperiksa petugas Lapas.
"Proses masuknya, di situ ada penjagaan. Setelah parkir mobil, ya masuk-masuk saja. Handphone juga bebas saya bawa," kata Vanny saat wawancara dengan Retno Pinasti dalam tayangan Liputan 6 SCTV, Kamis 25 Juli.
Yang lebih mencengangkan, Vanny mengaku pernah diberitahu Freddy bahwa salah satu ruangan yang dipakai bercinta dan pesta sabu itu adalah kantor Kepala Lapas Narkotika Cipinang Thurman Saud Hutapea. Meski Vanny tak mengetahui sosok kalapas tersebut.
"Aku nggak tahu yang namanya Thurman (Kalapas) itu yang mana, tapi jujur abang selalu bilang ini ruangangya enak banget, katanya ini ruangan Kalapas," beber Vanny.
Vanny pun sempat bertanya kepada Freddy berapa biaya yang dikeluarkannya untuk dapat menggunakan ruang tersebut. Ternyata Freddy bisa menggelontorkan uang sekitar Rp 1 miliar hingga Rp 2 miliar.
Pengakuan yang mengegerkan lainnya ialah, Vanny menyebutkan sang kekasih mengendalikan bisnis narkoba dari balik penjara dengan menggunakan ponsel. Bahkan, model cantik ini menyebut Freddy tak sendiri tetapi dibantu banyak napi narkoba lainnya.
Vanny juga menuturkan bahwa Freddy memiliki akses luas di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Cipinang. Termasuk diberikannya fasilitas ruangan setiap kali mereka bertemu. Vanny tak membantah Freddy kerap rapat dengan bandar narkoba lain di dalam lapas. "Abang tuh kekuasannya luas di sana. Jaringannya luas," ucap Vanny.
Bantahan Kalapas Narkotika Cipinang
Pernyataan Vanny Rosyane itu ditampik Kalapas Narkotika Cipinang, Thurman Saud Hutapea. Dia meminta hal itu diluruskan. Apalagi soal pengakuan Vanny yang mengatakan mereka kerap bertemu di ruang Kalapas.
"Mohon diluruskan dulu. Saya belum jumpa beliau. Dia masuk dari samping. jangan bilang kalapas. Saya punya ruangan. Ruangan saya terpisah dengan penghuni," kata Thurman dalam tayangan Liputan6 Petang SCTV.
Bahkan, Thurman membantah ada pembesuk Freddy bernama Vanny. "Nggak ada (nama Vanny) di daftar kunjungan," tegas Thurman.
Saat ditemui di ruangannya, Jumat (26/7/2013), Thurman yakin 1.000 persen ruangan yang diklaim Vanny sebagai ruang Kalapas itu adalah tidak benar. Apalagi sampai digunakan untuk bercinta dan memakai sabu. Karena secara rasional, tak mungkin napi bisa masuk ke ruangannya.
"Berhak tidak napi masuk ke ruangan saya? Gedungnya saja terpisah. Itu secara rasional tidak mungkin. Gedung kantor saya ini paling depan, dipisah sama portir dan jalan," jelas Thurman.
Karena itu, Thurman merasa yakin dirinya tak bersalah. Dia mengaku dizalimi dengan pernyataan Vanny tersebut. Untuk itu, dirinya ada rencana mengadukan teman wanita dari gembong narkoba tersebut.
"Ya. Di sini (menunjuk dada) sudah ada rencana. Tapi biar ini urusan beres dulu. Kita dizalimi pasti sakitlah. Kita bukan pengemis jabatan," kata Thurman.
Tak Ada Kata `Ampun`
Pengakuan yang dilontarkan Vanny soal skandal di Lapas Narkotika Cipinang itu membuat 'pemilik' gedung Kemenkumham meradang. Bantahan dari Kalapas Narkotika Cipinang Thurman Hutapea yang mengalir deras, tak dapat membendung keputusan Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin untuk mencopot Thurman dari jabatannya.
"Karena itu per hari ini Kalapas Narkotika Cipinang kami copot," kata Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana di Jakarta, Kamis 25 Juli.
Denny menambahkan, pihaknya sudah mengerahkan jajaran Inspektorat Jenderal untuk turun langsung ke lapangan. Tim sudah memeriksa lokasi-lokasi yang dicurigai. Rencananya, seluruh jajaran akan diperiksa terkait pemberian fasilitas khusus kepada napi bandar narkoba yang divonis mati di Pengadilan Negeri Jakarta Barat pada Selasa 16 Juli lalu itu.
"Ada indikasi kuat penyimpangan," tegas Denny.
Bila hasil pemeriksaan terbukti adanya tindakan pidana, Kemenkumham akan menindaklanjutinya. Menteri Amir Syamsuddin telah memerintahkan untuk menerapkan hukum dengan tidak tanggung-tanggung. "Selain hukuman disiplin, jika terbukti, kami akan laporkan dan dorong proses pidananya," lanjut Denny.
Meski begitu, Denny mengakui indikasi keterlibatan itu ada dan akan memberi sanksi kepada siapa pun. "Termasuk pada Fredy, juga akan kita lakukan pemeriksaan dan kita tindak," ucapnya di Gedung Kemenkumham, Kamis 25 Juli.
Lebih jauh Denny mengatakan, penyimpangan-penyimpangan saat ini memang masih kerap terjadi di Lapas dan Rutan di Indonesia. Namun, menurut dia sejumlah fasilitas istimewa bagi narapidana tertentu itu resmi diberikan pihak Lapas dan Rutan.
"(Fasilitas) Tidak ada yang resmi. Penyimpangan itu masih ada. Jujur kita akui. Maka itu kita ambil langkah-langkah penindakan," tegas dia.
Usai dicopot dari Kalapas Narkotika, Thurman akan ditarik ke Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kemenkumham. Meski begitu, dia mengaku tak tahu apa jabatan yang akan diembannya di tempat kerjanya yang baru itu.
"Saya belum tahu di sana bagaimana," ucap dia.
Freddy Divonis Mati
Vonis mati dijatuhi Ketua Majelis Hakim Haswandi terhadap Freddy Budiman di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, pada Senin 15 Juli lalu. Majelis hakim menilai tidak ada hal-hal yang bisa dianggap meringankan hukuman bagi terdakwa kasus peredaran narkotika jenis ekstasi itu sebagaimana yang dituntut Jaksa Penuntut Umum (JPU). Pihak JPU sendiri, dalam sidang tuntutan lalu, menuntut Freddy dihukum mati.
"Terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pindana membeli dan menjual narkoba kategori 1 melebihi berat 5 gram, sebagaimana tertulis dalam dakwaan primer. Menjatuhkan hukuman kepada Freddy Budiman, dengan hukuman mati," ujar Haswandi di penghujung sidang.
Bandar narkoba jaringan internasional tersebut dihukum mati atas dakwaan kasus mengatur peredaran ekstasi sebanyak 1.412.476 butir yang dimasukkan ke dalam sejumlah akuarium di dalam truk kontainer.
Freddy mengatur peredaran narkoba tersebut dari dalam Lapas Cipinang pada Mei 2012 lalu. Selain Jakarta, ia juga mengedarkan ekstasi ke Bandung, Medan, Surabaya, dan Makasar. Tak hanya itu, berdasar pengakuan Vanny, mantan kekasihnya itu menjalankan bisnis haramnya yang ada di Belanda, Cina, dan Afrika, dari dalam sel dengan menggunakan telepon genggam.
Ketua Majelis Hakim Haswandi mengatakan, Freddy juga dikenakan pidana tambahan. "Pidana tambahan, mencabut hak mempergunakan alat-alat komunikasi setelah putusan ini diucapkan," ucap dia.
Pidana tambahan itu dibacakan lantaran Freddy menggunakan ponsel dan internet di dalam LP Cipinang untuk mengatur peredaran narkoba.
Menghadapi putusan itu, terdakwa tetap terlihat dingin dan tenang hingga hakim mengetuk palu vonis. Laki-laki berperawakan gemuk itu hanya menyalami anggota majelis hakim dan JPU. Ia hanya melambai sebentar ke awak media, sebelum bergegas keluar meninggalkan ruang sidang.
Badan Narkotika Nasional (BNN) pada 8 Mei 2012 lalu meringkus sebuah mobil kontainer pengangkut ekstasi di pintu keluar tol Kamal, Cengkareng, Jakarta Barat. Jutaan pil ekstasi tersebut diimpor langsung dari Shenzen, China. (Ali)