Lembaga peneliti Prapancha Research (PR) mendapati citra perempuan dalam dunia politik cenderung buruk. Belum ada politisi wanita yang benar-benar membekas dalam ingatan publik. Malah, beberapa skandal seksual politisi laki-laki yang marak diberitakan belakangan ini, memperburuk citra perempuan dalam politik. Penelitian ini dilakukan berdasarkan jumlah kicauan di Twitter.
"Saat sejumlah nama politisi perempuan paling menonjol digabungkan sekali pun, jumlahnya tetap tak sepadan dengan 1 tokoh politik pria yang menonjol. Angka perbincangan total Megawati, Rieke Dyah Pitaloka, Puan Maharani, Yenny Wahid, dan Nurul Arifin hanya 532 ribu percakapan. Sementara angka perbincangan Dahlan Iskan sendiri saja mencapai 592 ribu," ujar Cindy Herlin Marta, analis Prapancha Research dalam keterangan tertulis, Minggu (28/7/2013).
Salah satu tokoh perempuan dalam politik yang menancap di memori publik adalah Sri Mulyani Indrawati, yang saat ini menjabat Direktur Pelaksana Bank Dunia. Kendati tidak aktif di ranah politik saat ini dan sempat diperiksa KPK, Sri Mulyani masih diingat publik sebagai sosok yang cerdas luar biasa. Kicauan humor oleh akun @hansdavidian yang secara tidak langsung memuji intelektualitas Sri Mulyani, disambut publik dengan kicau ulang sebanyak 42 kali.
Cindy menunjukkan, perempuan menempati pemberitaan utama atau perbincangan ramai seputar politik manakala dia menjadi objek skandal. Kemudian ketika dilakukan pemantauan satu per satu nama-nama politisi perempuan dalam perbincangan di twitter 6 bulan terakhir (27 Januari-27 Juli 2013). Hasilnya, tak ada satu nama pun yang membangkitkan citra kuat tersendiri.
"Selain angka perbincangan nama-nama politisi perempuan ini rendah, mereka kebanyakan hanya disinggung di akun-akun twitter media sebagai pejabat formal yang sedang mengurusi kebijakan ini-itu. Atau sedang tersandung kasus dugaan korupsi," terangnya.
Berbeda halnya dengan politisi pria. Misalnya Jokowi, Jusuf Kalla, atau Mahfud MD, memiliki citra kuat yang sangat mudah terpantau dalam perbincangan-perbincangan di twitter. Tokoh-tokoh ini cenderung diingat publik sebagai sosok yang mempunyai karakter, berpeluang membawa perubahan, dan tak jarang terpantau diidam-idamkan menjadi pemimpin Indonesia.
Menurutnya, karakter ini tidak nampak pada perbincangan tentang tokoh-tokoh perempuan. Bahkan dari pantauan terhadap perbincangan tentang Megawati, kicauan paling dominan tak pernah mengulas kebaikan kepemimpinan ataupun karakternya. Yang bermunculan di akun non-media justru berbagai guyonan yang mencatut nama mantan Presiden RI ke-5 itu.
Dengan kuota keterwakilan perempuan di ranah legislatif, lanjut Cindy, ke depan perempuan berpotensi semakin mewarnai dinamika politik. Dengan sendirinya, dipastikan nama-nama mereka juga akan semakin banyak muncul dalam pemberitaan dan perbincangan politik.
“Namun ini tetap tidak cukup. Untuk membangun citra perempuan yang kuat dan positif di dunia politik diperlukan usaha keras dan kiprah yang baik. Pastinya, melebihi usaha tokoh-tokoh lelaki karena politik adalah ranah yang selama ini dikuasai laki-laki,” pungkas Cindy. (Frd/Ism)
"Saat sejumlah nama politisi perempuan paling menonjol digabungkan sekali pun, jumlahnya tetap tak sepadan dengan 1 tokoh politik pria yang menonjol. Angka perbincangan total Megawati, Rieke Dyah Pitaloka, Puan Maharani, Yenny Wahid, dan Nurul Arifin hanya 532 ribu percakapan. Sementara angka perbincangan Dahlan Iskan sendiri saja mencapai 592 ribu," ujar Cindy Herlin Marta, analis Prapancha Research dalam keterangan tertulis, Minggu (28/7/2013).
Salah satu tokoh perempuan dalam politik yang menancap di memori publik adalah Sri Mulyani Indrawati, yang saat ini menjabat Direktur Pelaksana Bank Dunia. Kendati tidak aktif di ranah politik saat ini dan sempat diperiksa KPK, Sri Mulyani masih diingat publik sebagai sosok yang cerdas luar biasa. Kicauan humor oleh akun @hansdavidian yang secara tidak langsung memuji intelektualitas Sri Mulyani, disambut publik dengan kicau ulang sebanyak 42 kali.
Cindy menunjukkan, perempuan menempati pemberitaan utama atau perbincangan ramai seputar politik manakala dia menjadi objek skandal. Kemudian ketika dilakukan pemantauan satu per satu nama-nama politisi perempuan dalam perbincangan di twitter 6 bulan terakhir (27 Januari-27 Juli 2013). Hasilnya, tak ada satu nama pun yang membangkitkan citra kuat tersendiri.
"Selain angka perbincangan nama-nama politisi perempuan ini rendah, mereka kebanyakan hanya disinggung di akun-akun twitter media sebagai pejabat formal yang sedang mengurusi kebijakan ini-itu. Atau sedang tersandung kasus dugaan korupsi," terangnya.
Berbeda halnya dengan politisi pria. Misalnya Jokowi, Jusuf Kalla, atau Mahfud MD, memiliki citra kuat yang sangat mudah terpantau dalam perbincangan-perbincangan di twitter. Tokoh-tokoh ini cenderung diingat publik sebagai sosok yang mempunyai karakter, berpeluang membawa perubahan, dan tak jarang terpantau diidam-idamkan menjadi pemimpin Indonesia.
Menurutnya, karakter ini tidak nampak pada perbincangan tentang tokoh-tokoh perempuan. Bahkan dari pantauan terhadap perbincangan tentang Megawati, kicauan paling dominan tak pernah mengulas kebaikan kepemimpinan ataupun karakternya. Yang bermunculan di akun non-media justru berbagai guyonan yang mencatut nama mantan Presiden RI ke-5 itu.
Dengan kuota keterwakilan perempuan di ranah legislatif, lanjut Cindy, ke depan perempuan berpotensi semakin mewarnai dinamika politik. Dengan sendirinya, dipastikan nama-nama mereka juga akan semakin banyak muncul dalam pemberitaan dan perbincangan politik.
“Namun ini tetap tidak cukup. Untuk membangun citra perempuan yang kuat dan positif di dunia politik diperlukan usaha keras dan kiprah yang baik. Pastinya, melebihi usaha tokoh-tokoh lelaki karena politik adalah ranah yang selama ini dikuasai laki-laki,” pungkas Cindy. (Frd/Ism)