Hujan lebat menyebabkan banjir dan tanah longsor di sejumlah tempat di Ambon, Maluku. Delapan orang dilaporkan meninggal akibat banjir dan tanah longsor tersebut. Sementara 5 orang dinyatakan hilang.
"Delapan orang meninggal dunia, dengan rincian 2 orang di Ahuru, 1 di Galunggung, 2 orang di Batu Gajah, 1 di Eri, 2 ditemukan di Tanah Tinggi," kata Kepala Pusat Data dan Informasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho di Jakarta, Selasa (30/7/2013).
Korban meninggal itu belum diketahui identitasnya. Sementara, 5 orang yang dilaporkan hilang masing-masing 1 di Ahuru, 1 di Batu Gajah, dan 3 lainnya di batu Meja. Sementara, 10 orang terluka. Selain korban jiwa, banjir dan longsor ini juga menyebabkan 8 rumah hanyut, 1 tertimbun, dan 30 rumah rusak.
Menurut Sutopo, banjir dan tanah longsor itu terjadi setelah hujan lebat mengguyur Ambon mulai Senin malam hingga Selasa siang ini. Permukiman di bantaran sungai dan lereng terkena banjir.
Sementara, tambah Sutopo, longsoran terjadi di Galala, Batu Merah, Lapangan Polres Kota, depan Masjid Alfatta, Jalan Diponegoro, Jalan Baru, Soa Bali. Longsor bahkan terjadi di Jalan Kebon Cengkeh menuju Asrama Brimob. "Sungai Moa-Moa menuju Negeri Lima meluap," katanya.
Saat ini, personel BNPB, BPBD, TNI, Polri, Basarnas, PMI, SKPD dan masyarakat melakukan penanganan darurat. "Korban hilang masih dicari. Pendataan masih dilakukan," tutur Sutopo.
Sutopo menambahkan, tipe hujan Maluku merupakan tipe lokal. Artinya, tidak dipengaruhi angin muson dari Australia dan Asia, sehingga memiliki musim hujan seperti kebanyakan wilayah di Indonesia yang terjadi pada November hingga April.
"Musim hujan di Maluku dipengaruhi oleh sea surface temperatur di perairan Maluku. Saat ini SST (suhu permukaan laut) hanya 2 derajat celcius dari normalnya. Puncak hujan di Maluku adalah Juli-Agustus. Jadi kalender bencana di Maluku dan Malut berbeda dengan daerah lain di Indonesia," ujar Sutopo. (Eks/Yus)
"Delapan orang meninggal dunia, dengan rincian 2 orang di Ahuru, 1 di Galunggung, 2 orang di Batu Gajah, 1 di Eri, 2 ditemukan di Tanah Tinggi," kata Kepala Pusat Data dan Informasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho di Jakarta, Selasa (30/7/2013).
Korban meninggal itu belum diketahui identitasnya. Sementara, 5 orang yang dilaporkan hilang masing-masing 1 di Ahuru, 1 di Batu Gajah, dan 3 lainnya di batu Meja. Sementara, 10 orang terluka. Selain korban jiwa, banjir dan longsor ini juga menyebabkan 8 rumah hanyut, 1 tertimbun, dan 30 rumah rusak.
Menurut Sutopo, banjir dan tanah longsor itu terjadi setelah hujan lebat mengguyur Ambon mulai Senin malam hingga Selasa siang ini. Permukiman di bantaran sungai dan lereng terkena banjir.
Sementara, tambah Sutopo, longsoran terjadi di Galala, Batu Merah, Lapangan Polres Kota, depan Masjid Alfatta, Jalan Diponegoro, Jalan Baru, Soa Bali. Longsor bahkan terjadi di Jalan Kebon Cengkeh menuju Asrama Brimob. "Sungai Moa-Moa menuju Negeri Lima meluap," katanya.
Saat ini, personel BNPB, BPBD, TNI, Polri, Basarnas, PMI, SKPD dan masyarakat melakukan penanganan darurat. "Korban hilang masih dicari. Pendataan masih dilakukan," tutur Sutopo.
Sutopo menambahkan, tipe hujan Maluku merupakan tipe lokal. Artinya, tidak dipengaruhi angin muson dari Australia dan Asia, sehingga memiliki musim hujan seperti kebanyakan wilayah di Indonesia yang terjadi pada November hingga April.
"Musim hujan di Maluku dipengaruhi oleh sea surface temperatur di perairan Maluku. Saat ini SST (suhu permukaan laut) hanya 2 derajat celcius dari normalnya. Puncak hujan di Maluku adalah Juli-Agustus. Jadi kalender bencana di Maluku dan Malut berbeda dengan daerah lain di Indonesia," ujar Sutopo. (Eks/Yus)